Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Polemik Naik Turunnya Harga Minyak Goreng

×

Polemik Naik Turunnya Harga Minyak Goreng

Sebarkan artikel ini

Oleh: Umi Diwanti
Pemerhati Masalah Sosial Ekonomi

Setelah beberapa waktu masyarakat dibuat menjerit dengan kenaikan harga minyak. Masyarakat kembali dibuat heboh dengan turunnya harga minyak yang bisa dikatakan mendadak. Bagi konsumen tentu ini berita baik. Sampai-sampai mereka mau antri demi dapatkan stok minyak murah di pasar-pasar modern.

Baca Koran

Namun demikian kabar ini justru menjadi buruk bagi para pedagang. Sebab turunnya harga kali ini bukanlah dari alamiah bentukan pasar melainkan kebijakan sepihak dari pemerintah yang memberlakukan kebijakan satu harga. Sebagaimana dilansir detik.com (21/01) pedagang pasar tradisional di Lamongan mengeluhkan kebijakan penurunan mendadak Haga minyak goreng. Pasalnya sejak harga minyak goreng di retail modern murah, mereka kehilangan pelanggan minyak. Sementara jika ingin ikut jual murah mereka akan merugi karena belinya dengan harga mahal.

Memang benar bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran subsidi yang akan diberikan kepada para produsen untuk mengganti rugi penjualan minyak murah. Namun banyak hal yang harus dipertanyakan dalam hal ini. Pertama, apakah bisa dipastikan subsidi benar-benar akan tepat sasaran dan bisa disalurkan kepada semua produsen dan pedagang? Pasalnya seperti kejadian yang sudah-sudah, dana-dana seperti ini justru rentan penyimpangan.

Selain itu dari fakta lapangan, di hari awal pemberlakuan penurunan harga minyak goreng, stoknya seketika ludes. Sebab sebagian masyarakat yang berkemampuan lebih ada yang memborong dengan berbagai cara. Sementara banyak masyarakat yang berhak justru tidak kebagian. Karenanya penurunan harga karena pematokan harga ini bisa dikatakan membuka peluang baru terjadinya salah sasaran, penimbunan oleh masyarakat yang mampu hingga penyimpangan dana subsidi.

Kedua, bagaimana dengan nasib pedagang kecil yang kemungkinan besar tidak tersasar subsidi. Pasokan minyak murah baru justru menyulitkan mereka menghabiskan stok lama dengan modal harga mahal. Jelas masyarakat lebih memilih membeli minyak baru dengan harga murah. Sementara dalam waktu tertentu pemerintah juga kan memberikan sanksi pada pedagang yang masih menjual dengan harga mahal (jpnn.com, 21/01/22). Sungguh ini merupakan ketidak adilan. Bukankah para pedagang itu juga bagian dari warga negara yang harus dilindungi haknya?

Baca Juga :  BULAN TURUNNYA AL-QUR'AN

Ketiga, kemungkinan besar yang akan mendapatkan disubsidi adalah para pedagang besar. Bagaimana kalau sebenarnya mereka ini justru para penimbun minyak yang selama ini memperparah kenaikan harga? Sementara pedagang kecil yang benar-benar apa adanya justru luput dari subsidi dan menanggung rugi.

Keempat, sampai kapan negara mampu memberlakukan kebijakan subsidi dan penetapan harga ini sebagai solusi masalah kenaikan harga? Apalagi faktanya bukan hanya harga minyak yang naik. Masih banyak bahkan seringkali berulang kenaikan berbagai jenis bahan pokok di negeri ini.

Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno, mengatakan kebijakan subsidi inintak ubahnya seperti orang sakit yang diberi minyak angin/balsem. Efeknya hanya menghangatkan sementara. Tidak akan menyembuhkan penyakit yang sebenarnya. Harusnya pemerintah mendiagnosis penyebab dari mahalnya minyak goreng, kemudian memberikan obat yang tepat. (kompas.com, 22/01/22)

Demikianlah mengapa Islam tidak menjadikan pematokan harga sebagai solusi bahkan melarangnya. Sebagaimana dalam hadis HR Imam lima selain al-Nasai. “Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah saw, kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga-harga barang: “Andaikan tuan mau menetapkan harga barang?” Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah swt Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya tiada suatu pengharapan pun jika Allah Swt sudah mentakdirkan, maka jangan ada seorang pun yang memintaku untuk melakukan suatu kedzaliman yang aku perbuat atas diri seseorang terhadap darah dan juga hartanya.”

Demikianlah Islam memandang pematokan harga sebagai bentuk kedzaliman. Namun demikian penguasa dalam Islam tidak berdiam diri atas kenaikan harga. Islam telah mewajibkan penguasa menjadi pelayan dan penjamin kebutuhan warga negaranya. Karenanya harus sigap mencari solusi bahkan mengantisipasi setiap masalah yang menimpa masyarakat.

Baca Juga :  Matematika Bukan Sekedar Angka

Diantara cara Islam dalam mengendalikan harga adalah dengan mengharamkan penimbunan. Negara akan memaksa pelaku penimbunan untuk mengeluarkan barangnya ke pasar. Sehingga ketersediaan barang di pasar kembali normal. Otomatis harga pun kembali normal secara alami. Negara tidak segan menjatuhkan sanksi berat kepada penimbun yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat luas.

Selain itu negara akan mengambil peran melakukan tindakan preventif. Bukankah penyebab kenaikan harga sudah sering kali berulang dan bisa dipelajari polanya. Cuaca buruk, permintaan tinggi dan masih sedikitnya hasil panen misalnya. Semua ini bisa diantisipasi dengan adanya pengelolaan yang komprehensif dari aparat negara.

Negara harus memberikan perhatian lebih kepada sektor pertanian yang menjadi salah satu penopang utama ketersediaan bahan pangan. Dengan memberikan ilmu, modal dan lahan kepada para petani tentunya akan membuat stok aman. Sehingga setinggi apapun permintaan harga tetap bisa stabil. Pun demikian jika petani diberi arahan serta diberikan fasilitas teknologi paska panen niscaya masalah cuaca buruk pun akan bisa teratasi.

Jikapun tetap kurang pastilah hanya situasional yang tidak akan menjadi rutinitas di setiap momen tertentu. Negera pun bisa mengambil langkah dengan mengimpor dari negara lain hingga kebutuhan dalam negeri ini stabil. Satu hal yang paling penting adalah negara dalam Islam memposisikan diri sebagai pelayan dan penjamin kebutuhan masyarakat individu per individu.

Jika intervensi ekonomi sesuai aturan Islam telah dijalankan tapi masih ada warga negara yang tak mampu membeli kebutuhan pokoknya. Islam mewajibkan negara memberikan bantuan langsung hingga kebutuhan masyarakat terpenuhi individu per individu. Karenanya semua warga negara, baik konsumen, pedagang maupun produsen mendapatkan perlindungan hak yang sama.

Demikianlah masalah stabilitas harga bisa diatasi dan semua warga negara akan sejahtera secara merata dengan penerapan aturan Islam. Bukan aturan selainnya.

Iklan
Iklan