Banjarmasin, KP – Tim penasihat hukum terdakwa mantan Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Gambut Kabupaten Banjar H Rif’atul Hidayat meminta agar majelis hakim untuk menghadirkan saksi mantan isteri terdakwa pada sidang mendatang.
Menyambut permintaan ini majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak, meminta kepada JPU Wahyu Setya dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar untuk menghadirkan saksi tersebut, karena nama mantan isteri terdakwa tersebut tercantum dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
“Siap yang mulia pekan depan kita akan memanggil saksi dimaksud bernama Septiani Wulandari,” ujar JPU Setya, pada sidang yang berlangsung Rabu (5/4), tetapi yang sejogyanya menghadirkan dua saksi ahli, terpaksa ditunda karena kedua saksi tersebut berhalangan hadir.
Sebelumnya, salah seorang tim penasihat hukum terdakwa Syamsul Hidayat mengharapkan kehadiran saksi dimaksud sebelum majelis menutup sidang.
Kepada awak media, penasehat hukum tersebut mengatakan ada beberapa alasan kenapa mereka minta dihadirkan mantan isteri terdakwa.
Selain sudah di-BAP, mantan isteri terdakwa dikatakan telah menikmati duit yang diduga hasil korupsi. “Menurut terdakwa sebagian hasil korupsi uangnya masuk ke dompet mantan isterinya tersebut,” kata Syamsul Hidayat.
Rif’atul didakwa telah memotong dana KIP yang menjadi haknya 294 mahasiswa.
Pemotongan tersebut berdasarkan dakwaan JPU dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, dengan dalih digunakan di antaranya untuk asuransi jiwa, skripsi dan wisuda.
Sedangkan menurut ketentuan untuk penyaluran dana KIP tersebut tidak boleh dilakukan pemotongan.
Uang seharusnya diterima mahasiswa ternyata oleh terdakwa dicairkan untuk kepentingan pribadi.
Terdakwa juga telah melakukan pemalsuan tanda tangan rektor untuk menjalankan aksinya.
Akibat ulah terdakwa bukan saja hak mahasiswa yang dipotong, tetapi berdasarkan perhitungan lembaga terkait terdapat unsur kerugian Negara yang mencapai Rp 2,7 miliar lebih.
Atas perbuatan terdakwa tersebut JPU Wahyu Setyo menjerat terdakwa dengan Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi untuk dakwaan primer dan subsidair. (hid/K-4)