Banjarmasin, KP – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Bendungan Tapin, Senin (24/7).
Sidang kali ini masih mendengarkan keterangan sejumlah saksi.
Menariknya, dalam sidang salah seorang saksi yang dihadirkan Haji Endang mengaku ikhlas uang ganti rugi yang diterimanya dibagi dua dengan para terdakwa.
Alasannya, Haji Endang masih merasa untung karena lahan yang dibeluinya tersebut di tahun 2014 hanya sebesar Rp 30 juta sementara ganti rugi yang diterimanya di kisaran Rp 1,2 miliar lebih dan dia menerima uang bersih sekitar Rp 539 juta setelah dipotong para terdakwa dan sebagian untuk nama yang tercantum dalam sertifikat.
Tanah itu menurut saksi Endang dibeli dari Masrun, tetapi sejak itu ia belum membalik nama pada sertifikat.
“Maka saya rela dan ikhlas uang ganti tugi tersebut dibagi dua serrta memberi Masrun,” kata Endang di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi.
Luas lahan yang dibelinya di tahun 2014 tersebut 1,5 ha dan untuk Masrun diberi sebesar Rp 164 juta.
Sementara, saksi mantan Camat Piani Kabupaten Tapin, Drs M Noor yang kini sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tapin mengakui jika pembayaran ganti rugi tersebut berjalan lancar dan tidak ada proses yang diadukan masyarakat kepadanya.
Ia baru mengetahui adanya pemotongan dari pihak terdakwa setelah diperiksa pihak penyidik.
Selama menjadi Camat di tahun 2017 sampai 2019, M Noor mengaku memang ada masalah mengenai penutup jalan oleh masyarakat karena lambatnya pembayaran ganti rugi. Tapi persoalan ini dapat diselesaikan seperti yang dikehendaki.
Pada sidang, diajukan 5 orang saksi. 2 di antaranya dari unsur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tapin dan seorang lagi dari unsur Satpol PP yang meminjamkan duit kepada Herman.
Seperti diketahui, tiga terdakwa yakni Sugian Noor mantan Kepala Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Herman warga setempat dan Ahmad Rizaldy guru SD sepakat untuk mengurusi surat surat tanah milik warga yang memiliki lahan, agar sesuai dengan permintaan pihak proyek agar ganti rugi bisa dibayar.
Ketiga terdakwa Sugiannor, Ahmad Rizaldy, dan Herman dikatakan secara bersama-sama melakukan pemotongan 50 persen dari lima korban yang mendapatkan ganti rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp 800 juta, Ahmad Rizaldy di kisaran angka Rp 600 juta dan Herman yang merupakan warga setempat jumlah justru paling besar Rp 945 juta lebih.
Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti rugi tersebut, dikarenakan surat surat tidak lengkap dan pengurusan kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.
Sebetulnya, ujar JPU, kelima korban ini tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-surat tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya. (hid/K-4)