Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
HEADLINE

Anomali Indonesia, Berhemat Tapi Boros

×

Anomali Indonesia, Berhemat Tapi Boros

Sebarkan artikel ini

ROFI ZARDAIDA
Wartawan Senior, Wirausaha, Kepala Perwakilan Kalimantan Post di Jakarta

GEJALA kelesuan ekonomi Indonesia mulai terasa dalam tiga tahun terakhir sejak masa pandemi pada 2021 hingga jelang masa transisi pemerintahan Presiden ke 7, Joko Widodo kepada Presiden ke 8, Prabowo Subianto. Tanda-tanda kelesuan ditandai dengan terjadinya deflasi selama lima bulan beruntun sejak Mei 2024. Tanda-tanda merosotnya perekonomian Indonesia juga terlihat pada merosotnya peringkat status ekonomi dari warga kelas menengah turun ke kelas miskin dengan pengeluaran sebesar Rp. 582.932 hingga 874.398 per bulan. Data itu merupakan kenyataan bahkan menerpa hampir 10 juta orang warga kelas menengah. Disisi lain, jumlah pengangguran mencapai ribuan seiring tutupnya perusahaan manufaktur di Indonesia. Akibatnya, terjadi kemerosotan daya beli yang signifikan, dagangan UMKM sepi dan harga bahan pangan pun turut meroket tanpa kompromi.

Iklan

Demi menjaga stabilitas perekonomian negara, Menteri Keuangan RI menginstruksikan agar segenap penyelenggara negara termasuk pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena pemerintah pusat pun telah mengurangi porsi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengetatan anggaran pun tak terelakkan. Pos perjalanan dan pos penyelenggaran kegiatan seremonial pun dibatasi jika tidak bisa sama sekali dihilangkan.

Namun apa fakta dilapangan? boneka viral Labubu dengan bandrol jutaan rupiah, masih antri pembelinya. Tiket konser artis lokal hingga mancanegara selalu saja ludes terjual dalam hitungan menit diajang “ticket war”. Penjualan kosmetik mencapai trilyunan rupiah pertahun walau akhirnya baru terungkap ada mafia dibalik pabrik maklon perusahaan kosmetik milik artis dan selebgram. Menariknya aksi flexing pamer harta juga menjadi konten diminati. Luar biasa.

Baca Juga :  Mengurangi Calon Tunggal Melalui Penguatan Kaderisasi Parpol

Itulah sekilas gambaran fenomena anomali yang melanda bangsa Indonesia. Berjanji hemat namun nyatanya boros menjadi sebuah karakter yang melanda bukan hanya rakyat biasa, namun juga sampai ke pejabat, wakil rakyat hingga kepala dinas SKPD.

Pernyataan mengenai pengetatan anggaran, status defisit dan terutang tidak menjadi menyurutkan niat untuk mengurangi perjalanan dinas yang alasannya terkadang tidak masuk akal. Studi banding antar daerah diikuti puluhan pejabat seperti yang dilakukan 47 pejabat di lingkup Kotamadya Banjarmasin ke Malang Jawa Timur, dari wali kota, sekretaris daerah hingga seluruh pejabat SKPD dan BUMD sesungguhnya jauh dari efektif dan tidak efesien. Karena teknologi telah memungkinkan proses belajar jarak jauh atau cukup mengundang 1 atau guru tamu dan mengajar dengan massa lebih besar tanpa kendala transportasi, akomodasi dan honor SPJ.

Dilansir dilaman Bloomberg Indonesia fenomena hemat tapi boros ini disebut dengan istilah “Lipstick Effect”. Sebuah istilah yang diperkenalkan seorang Profesor Studi Ekonomi dan Sosiologi, Juliet Schor dalam bukunya “The Overspent American” yang terbit pada tahun 1998. Menurutnya ketika situasi peredaran uang cenderung terbatas, ada kecenderungan seseorang untuk membelanjakan uang untuk membali barang atau jasa yang tidak terlalu penting namun mampu memberikan kepuasan untuk menghibur diri dari situasi ketidakpastian. Semacam ada keinginan “membeli kebahagiaan” upaya menghibur diri ditengah segala kerumitan yang dihadapi. Menariknya dalam studi itu diberikan pandangan bahwa jika terjadi peningkatan dalam penjualan kosmetik di satu negara maka alih-alih sebagai indikator ekonomi yang membaik, larisnya lipstick dan kosmetik lainnya justru bisa menjadi indikasi bahwa sebuah perekonomian kemungkinan tengah berada dalam situasi yang kurang baik.

KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur malah mempunyai teori lain, menurutnya jika ingin mengetahui kondisi suatu bangsa, lihatlah suasana makam keramat para wali dan tokoh Islam lainnya. Semakin ramai orang ziarah, semakin banyak orang susah. Selain itu Gus Dur juga memberikan peringatan jika pajak semakin besar dan semakin membebani masyarakat, maka dipastikan negara sedang dalam kondisi tidak sedang baik-baik saja.

Baca Juga :  Komisi III Dan IV DPRD Kalsel Kaji dan Pembangunan - Kesra DPRD DKI Jakarta

Disinilah diperlukan peranan konsistensi yang berkesinambungan sebagai sebuah ketepatan yang dilakukan secara rutin dan tidak boleh berubah-ubah. Contoh sederhana tentang konsistensi adalah bahwa rumus dan formula matematika tidak bisa dirubah secara mendadak, sekali berubah maka ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama hasil kalkulasi salah atau yang kedua jalan dan hasil kalkulasi ngaco. Akibatnya peraturan yang dibuat sebagus apapun akan ada saja kesalahan dalam praktiknya karena peraturan dibuat namun untuk dilanggar. Wallahu ‘alam.

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan