Oleh : Rif’ah Radhiyati, S.Pd
Guru di SMP Negeri 5 Martapura
Kesetaraan gender menjadi isu utama dunia dengan ditetapkannya tahun 2030 sebagai tahun terwujudnya Planet 50:50 dan SDGs. Dan tahun 2020, menjadi tahun yang sangat penting, mengingat pada tahun 2020 ini genap 25 tahun usia Deklarasi Beijing dan Landasan Aksinya. Apalagi sepanjang tahun 2020, ada banyak momen penting lainnya dalam gerakan hak-hak perempuan abad ke-21, termasuk Peringatan 10 tahun pendirian UN Women. Namun kenyataannya, kesetaraan gender belum juga terwujud. Karena kesetaraan gender adalah proyek ambisius dunia demi meningkatkan perekonomian dunia, sebagaimana laporan McKinsey Global Institute (MGI).Laporan tahun 2015 itu menyampaikan, jika menerapkan skenario potensi penuh perempuan, yaitu perempuan memainkan peran identik dengan laki-laki dalam pasar tenaga kerja, maka PDB tahunan global pada tahun 2025 dapat bertambah $28 triliun.
Kesetaraan Gender Alat Penjajahan?
Pertama, isu diskriminasi. Isu ini sangat laku bila menyangkut kaum perempuan. Terutama bagi pelopor gerakan feminis-gender. Perempuan di Barat selalu mengalami perlakuan diskriminatif dalam kehidupan pribadi dan sosialnya.Alhasil, mereka bertekad memperjuangkan kaum perempuan agar tak lagi didiskriminasi lantaran fisik dan psikisnya. Isu ini pun makin bergeser pada diskriminasi perempuan dalam Islam. Mereka menilai Islam tidak mengakui persamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Di antara yang seringkali dipermasalahkan adalah soal pembagian warisan, tugas perempuan sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga, masa iddah, hak poligami bagi laki-laki, perwalian, pernikahan beda agama, pemimpin perempuan, seputar pakaian wanita, dan lainnya. Semua produk hukum syariat itu mereka perselisihkan. Karena dianggap mendiskriminasi perempuan dalam beraktivitas.Kasus diskriminasi seringkali terjadi lantaran adanya penindasan terhadap kaum perempuan. Perempuan tak dihargai dan dihormati. Berbagai pan
dangan yang merendahkan tentang perempuan juga menjadi sebab membudayanya diskriminasi terhadap perempuan.
Kedua, isu kekerasan. Sasaran global terkait kekerasan pada perempuan adalah menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya. Termasuk di dalamnya pernikahan anak, pernikahan dini dan paksa, serta sunat perempuan.Jika memang cermat mendetaili, kasus-kasus kekerasan yang muncul pada kaum perempuan lebih diakibatkan penerapan sistem kehidupan liberal yang berbasis sekuler. Kebebasan berperilaku atau berekspresi membuat kaum perempuan menjadi objek kekerasan. Baik verbal maupun seksual.Bila mau konsisten, kekerasan pada perempuan juga terjadi pada kaum perempuan korban perang. Lantas, ke mana pegiat feminisme dan gender saat kaum perempuan tertindas akibat konflik perang seperti yang menimpa perempuan Palestina, Suriah, Rohingya, Uyghur, India, dan sebagainya? Ke mana pula suara mereka saat kaum perempuan muslimah diperlakukan secara diskriminatif lantaran hijab dan niqob-nya?
Ketahuilah, tak ada kekerasan tanpa pemicu. Pemicu kekerasan pada perempuan adalah ideologi sekuler yang mereka gagas sendiri. Sebab, Islam sudah begitu detail menggambarkan hak dan kewajiban perempuan secara adil dan harmoni. Kekerasan pada perempuan sejatinya muncul dari ideologi Barat dan kehidupan mereka yang serba bebas.
Ketiga, produktivitas dan partisipasi. Tak dipungkiri, peran publik perempuan makin mendominasi. Sebab target global ide kesetaraan gender salah satunya ialah menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.Tak heran bila partisipasi politik perempuan sebanyak 30 persen pun terpenuhi. Semua ini tak lepas dari peran pengusung ide gender yang terus menyuarakannya. Sayangnya, hal ini menimbulkan persoalan baru. Peran ibu menjadi terpinggirkan.Sibuknya perempuan dalam peran publik membuat rumah tangga terabaikan. Meski masih ada yang merasa sukses memainkan perannya di ranah domestik dan publik, hal itu tak menghalangi tingginya angka perceraian. Bangunan keluarga retak. Jargon “Perempuan harus mandiri secara ekonomi; Jangan bergantung pada laki-laki atau suami”, seolah menjadi mantra yang mampu membius kaum perempuan melupakan hakikat ia diciptakan. Tak memahami hak dan kewajiban , lalu menuntut persamaan hak dan kewajiban yang sebenarnya hal itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta. Dan lagi-lagi, Islam menjadi sasaran isu kesetaraan. Ketiga isu sentral itu selalu menjadi topik pembahasan kaum gender
Di Indonesia, isu itu dipakai untuk membenarkan penolakan RUU Ketahanan Keluarga dan menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan UU Keadilan dan Kesetaraan Gender yang sebelumnya menuai pro dan kontra publik.Diskriminasi, kekerasan, serta produktivitas dan partisipasi perempuan tidak muncul dengan sendirinya. Problem ini bermula dari kehidupan sekuler yang kapitalistik. Peringatan tahunan hari perempuan internasional faktanya tak berdampak signifikan pada nasib perempuan. Meski berkali ganti tema, tetap saja persoalan perempuan masih mengemuka. Bahkan makin meningkat saja. Seperti di Indonesia, Komnas Perempuan mencatat angka kekerasan terhadap perempuan lewat siber meningkat 300 persen.Kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat 65 persen dari tahun sebelumnya. Belum lagi diiringi tren peningkatan gugat cerai. Banyak janda-janda muda yang dihasilkan dari perceraian itu.Mengapa kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan begitu merebak di kalangan perempuan? Hal ini tidak lain karena sistem kehidupan yang dibangun di atasnya. Keadilan dan kesetaraan gender yang digagas sejatinya hanyalah mitos-mitos palsu ciptaan Barat.Bukan untuk menguatkan perempuan, melainkan untuk menghancurkan tatanan kehidupan khususnya bagi perempuan. Dunia yang setara lebih sehat, kaya, dan harmonis hanyalah pemanis. Fakta berbicara sebaliknya.
Pandangan Islam terhadap Perempuan
Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan dengan fitrah yang berbeda, yang menyebabkan mereka mempunyai peran yang berbeda dalam kehidupan ini. Sebagai misal, kaum perempuan mengandung dan menyusui anak-anaknya; sementara laki-laki tidak.Dalam beberapa aspek, yang tidak dikhususkan bagi jenis kelamin tertentu, kaum laki-laki dan kaum perempuan mengikuti aturan-aturan yang sama, seperti dalam hal salat atau shaum; kecuali pada saat-saat tertentu di mana terdapat perbedaan akibat adanya sifat-sifat alamiah tertentu. Misalnya, pada saat menstruasi, kaum perempuan tidak melaksanakan salat.Akan tetapi, pada aspek-aspek yang lain, yakni dalam hal-hal yang berkaitan dengan jenis kelamin tertentu, kaum laki-laki dan kaum perempuan mempunyai peran yang berbeda serta mengikuti aturan yang berlainan pula. Misalnya adalah potensi untuk menjalani fungsi-fungsi keibuan dan potensi untuk menjalankan fungsi-fungsi seorang bapak. Melalui syariat ini terciptalah harmoni dan ketenangan, bukan persaingan.
Islam Memuliakan Perempuan
Islam menjadikan perempuan dimuliakan. Perempuan ditempatkan pada posisi yang mulia, surga berada di bawah telapak kakinya. Perempuan, menjadi arsitek generasi Islam. Di balik semua kegemilangan peradaban Islam ada para muslimah yang menyiapkan SDM-nya.Tak hanya menyiapkan SDM, perempuan juga terjun di kancah masyarakat untuk menebar manfaat dengan menjadi ulama, ilmuwan, pengusaha, pengajar, paramedis, dll tanpa meninggalkan peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Penerapan syariat Islam secara Kaaffah akan mewujudkan kesejahteraan dan kemuliaan bagi perempuan.Islam sudah memiliki formula sendiri dalam mengatasi diskriminasi dan kekerasan. Perempuan dalam Islam dihormati dan dilindungi hak-haknya. Dijaga kehormatannya, dihargai karyanya. Seimbang antara peran domestik dan publik. Islam sudah memiliki paket lengkap bagaimana memperlakukan kaum perempuan. Sejatinya, kaum muslim tak perlu repot-repot mengadopsi ide Barat. Dan tak perlu silau dengan pemikiran dan konsep yang mereka tawarkan. Sebab, apa yang mereka tawarkan sejatinya madu berbalut racun.