Oleh : Ilma Fi Ahsani Nur Alaina
Mahasiswa Klinik FK ULM
Saat pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan terdapat kasus positif bulan Februaridampaknya kian terasa dalam berbagai aspek, terutama dalam aspek ekonomi. Salah satu penaganan yang dilakukan dari sifat penularan virus yang sangat cepat ini, berupa upaya untuk mengurangi jumlah penyebaran, adalah dengan masyarakat disarankan untuk tetap berada di rumah atau #StayAtHome. Namun tentu saja ini akan berdampak terutama pada orang orang yang mata pencahariannya mengharuskan keluar rumah. Bisa dibayangkan mereka tidak memiliki penghasilan jika tidak keluar rumah untuk bekerja, sedangkan kebutuhan primer terutama untuk makan sehari-hari tetap dibutuhkan.
Teknis upaya upaya pemerintah dalam menghadapi pandemi ini adalah dengan menjanjikan untuk memberikan BLT atau Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakat. Namun alih alih membantu, malah membuat rakyat semakin terjepit karena birokrasi penerimaan BLT yang begitu berbelit.
Di beberapa media akhir-akhir ini kita dengar adanya kericuhan yang terkait dengan tertundanya distribusi bantuan sosial yang disebabkan data yang kacau, birokrasi yang rumit, dan kesulitan masyakarat dalam mengakses BLT itu sendiri. Bahkan ada salah satu kepala daerah yang videonya viral mengkritik menteri terkait dengan berbelitnya birokrasi bansos ini. Untuk memperoleh BLT, terdapat 9 syarat dari 14 kriteria yang ditentukan pemerintah, yang salah satunya menyatakan bahwa penerima bantuan harus memiliki rekening bank.
Sementara pada faktanya di lapangan, seperti yang kita lihat di Bolaang Mangondouw Timur (Boltim) Sulawesi Utara, masyarakat miskin banyak yang tidak memiliki rekening bank untuk menerima BLT, ditambah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal mereka ke bank terdekat memerlukan biaya transportasi sebesar 200 ribu rupiah pulang pergi. Selanjutnya, biaya administrasi awal yang diperlukan saat membuka rekening awal sebesar 150 ribu. Jadi dari total BLT yang seharusnya[A1] diterima 600ribu, maka hanya tersisa 250 ribu yang akan mereka dapatkan. Itu pun pada faktanya, masih belum terealisasi karena tertunda!
Contoh diatas adalah salah satu permasalahan yang ada, permasalahan lain meliputi data penerima yang tidak valid dan amburadul, bahkan ada yang memanfaatkan bantuan ini sebagai sarana kampanye beberapa kepala daerah untuk Pilkada 2020. Memanfaatkan rakyat saat kesempitan dan kesengsaraan.
Fakta lain menyebutkan di Kalimantan selatan, dari jumlah 314.559 Kepala Keluarga yang berhak menerima BLT, kemudian dipilah lagi dan menyisakan hanya 191.419 KK yang berhak menerima bantuan. Disebutkan data yang ada masih belum final dan dikatakan masih menunggu verifikasi data dari beberapa daerah yang lain dan masih mungkin adanya perubahan mengenai penerima bantuan. Selain itu, tertundanya pemberian bansos juga dikarenakan kendala dari system aplikasi kemensos yang sering gagal upload seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinsos Banjarmasin (30/4).
Mengapa pemerintah begitu berbelit untuk memberikan sesuatu yang seharusnya sudah menjadi hak rakyat? Padahal sesungguhnya, seluruh masyarakat bukan hanya orang miskin saja yang terkena dampak pandemi ini. Seluruh masyarakat diberlakukan sebagai warga Negara yang berhak mendapatkan haknya dari Negara berupa bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Sebaliknya, kita lihat bahwa sector lain seperti pariwisata, perbankan, dan pajak perusahaan sering lebih diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran kekuatan ekonomi Negara kapitalis.
bnu Abi ‘Ashim di dalam al-Ahad wa al-Mastaniya dan Abu Nu’aim di dalam Hilyah al-Awiya meriwayatkan sebuah hadist : “Siapa dari kalian yang bangun pagi dalam keadaan hatinya aman/damai, sehat badannya, dan memiliki makan hariannya maka seolah-olah telah dikumpulkan untuk dirinya dunia dengan seluruh isinya”.
Dalam hadis diatas, Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa kebutuhan berupa keamanan, kesehatan, dan pangan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi sehingga tercapai kecupukan untuk menjalani kehidupan di dunia.
Aturan Islam yang begitu sempurna bersumber dari Al qur’an dan sunah mengatur berbagai aspek kehidupan salah satunya dalam mengatur politik dan ekonomi Negara. Dalam Islam, kebutuhan dasar rakyat harus dipastikan terpenuhi oleh Negara, baik yang mampu atau kurang mampu, baik dalam keadaan normal, apalagi di tengah pandemi seperti saat ini. Islam memberikan serangkaian hukum syara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya. Teknis pemberian bantuan pun melalui mekanisme langsung diberikan kepada masyarakat tanpa birokrasi yang malah semakin menyengsarakan mereka. Dalam pendataan, Khalifah terus mencari tahu apakah masih terdapat orang yang belum terdata atau bahkan tidak mau menunjukkan kekurangannya, karena membiarkan seseorang yang tidak dapat bantuan karena tidak menunjukkan diri jugamerupakan salah satu kelalaian dari pemerintah.
Diceritakan pada masa kekhalifahannya, Khalifah Umar ra langsung menugaskan beberapa orang untuk membuat posko posko bantuan pada saat terjadi wabah, mendata berapa orang yang membutuhkan bantuan, dan menugaskan jajarannya untuk mengantarkan ke perkambungan dan memberi makanan serta pakaian. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah dengan seadil-adilnya karena itulah kewajiban sebagai penguasa.