Banjarbaru, KP – Peserta seleksi kompetensi dasar (SKD) melalui sistem computer asisted tes (CAT) semakin hari semakin bertambah yang tidak lulus atau tidak memenuni syarat. Permasalahannya masih sama, yaitu tidak mencapai passing grade atau ambang batas pada tes karakteristik pribadi (TKP).
Menurut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalsel, Perkasa Alam, Selasa (6/11), banyaknya peserta yang tidak lulus ini menjadi permasalahan nasional di seluruh Indonesia.
Dikatakannya, jika panitia seleksi nasional (panselnas) bersikukuh kelulusan berdasar pasing grade maka akan banyak formasi yang kosong.
Jika banyak formasi yang kosong, tambahnya, anggaran beratus-ratus miliar yang sudah dikeluarkan untuk seleksi jadi sia-sia.
“Banyaknya formasi yang kosong ini kemungkinan akan ada kebijakan baru dari pemerintah pusat.
Kebijakan baru ini tentunya diharapkan semua instansi,’’ ujarnya.
Perkasa menambahkan, untuk hasil SKD pemprov masih belum diketahui.
Jika memang jumlah yang lulus kurang dari formasi jabatan, maka menurutnya tidak menutup kemungkinan pihaknya menyurati pemerintah pusat untuk revisi kebijakan. “Jika banyak formasi yang kosong tentunya perlu dievaluasi, apakah karena pasing grade terlalu tinggi atau jenis soal yang sangat sulit,’’ bebernya.
Ia meyakini pemerintah pusat akan mengeluarkan kebijakan susulan yang memudahkan masyarakat.
Sebab lanjutnya, penambahan pegawai merupakan kebutuhan yang mendesak.
Hal itu dapat dilihat dari jumlah pegawai yang pensiun beberapa tahun terakhir.
“Pemerintah pusat sudah mendengar permasalahan pasing grade ini. Apalagi kebutuhan pegawai mendesak.
Kita mengusulkan formasi 800 lebih bersasar pegawai yang pensiun, disetijui 328, misalkan hasil tes yang lulus cuma 5 orang maka kinerja pemerintahan ke depan kuranh efektif.
Saya juga sudah mengajak BKD provinsi lain untuk menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat,’’ urainya.
Sementara, Staf Khusus Gubernur Kalsel, Apriansyah menambahkan, sistem tes CPNS tahun ini bukan menggunakan pola linier namum membutuhkan polda pikir yang komprehensif.
Permasalahannya, ujar Apri, ada di model pendidikan yang belum menyentuh metode analisis, namun hanya memberikan pengetahuan.
“Sedangkan soal tes CPNS dirancang model dialiktik, analitik dan komprehensif.
Sistem passing grade ada tingkatan kesulitan, kesulitan paling tinggi uang nilainya memakai interval 1 sampai 5.
Di sini biasanya ada kekeliruan, seharusnya kerjakan soal yang sulit dulu karena skornya tinggi,’’ jelasnya.
Melihat fakta banyaknya yang tak lulus, menurut dosen ilmu pemerintahan Fisip Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, pemerintah daerah bisa membuat usulan ke pemerintah pusat untuk mengadakan seleksi CPNS tahap berikutnya atau gelombang ke dua.
“Soal pasing grade kewenangan atau analisis bagian pengadaan soal, di mana mereka punya alasan bobot tinggi agar PNS yang diterima juga punya kualitas tinggi.
Jika pasing grade diturunkan maka kualitas PNS yang diterima jadi turun, paling ideal melaksanakan gelombang kedua.
Atau dengan sistem seperti model baru seperti penerimaan mahasiswa baru dengan sistem setiap saat ada tes.
Atau penerimaan khusus tenaga K2, tes juga standar K2,’’ beber Apri. (mns/K-2)