Yogyakarta, KP – Geopark Pegunungan Sewu yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hanya dilengkapi 22 geostie.
Namun geopark ini sudah menyandang Unesco Global Geopark (UGG) atau geopark internasional.
Selain berstatus UGG, penataan geosite atau geo area juga sangat maksimal, sehingga tiap-tiap geosite mampu mendatangkan nilai ekonomi dari sektor kepariwisataan.
Memang, tujuan geopark bukanlah untuk kepariwisataan semata, namun lebih kepada melindungi warisan bumi yang terkandung di areal kawasan.
Di samping untuk melindungi warisan bumi, geosite juga bisa menjadi penggerak kepariwisataan yang ujungnya akan menjadi peluang perekonomian warga sekitar.
Untuk mengembangkan geosite, peranan pemerintah terutama dinas pariwisata snagatlah diperlukan.
Selain dinas pariwisata, dinas teknis lainnya seperti dinas pekerjaan umum, dinas perhubungan, dinas perindustrian, dan dinas koperasi dan usaha kecil menengah juga diperlukan.
Hal ini terungkap saat kunjungan rombongan press tour Biro Humpro Kalsel ke Pengelola Geopark Pegunungan Sewu di DIY, Rabu (29/10) sampai Jumat (1/11).
Sebagaimana dijelaskan Pegiat Pariwisata DIY, Mursidi, peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengembangkan geosite. Diakuinya, sinergi antara pemerintah dengan masyarakat sekitar geosite memang tidam bisa dipisahkan dan harus bersinergi.
Ia memberikan contoh, dulunya Geosite Gunung Api Purba Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, tidaklah seramai seperti sekarang ini.
Setelah difasilitasi oleh pemerintah pembangunan akses jalan, rambu dan petunjuk jalan, dan fasilitas penunjang di lokasi geosite, maka terjadi peningkatan kunjungan wisata.
Pada tahun 2018 silam, pendapatan geosite ini mencapai Rp3, 2 miliar.
“Peran pemerintah membangun akses jalan, dulunya jalab tidak mulus beraspal seprti ini.
Akses lainnya seperti internet dan akses standar pelayanan juga dibangunkan,” ujar Mursidi didampingi Pengelola Geosite Gunung Api Purba, Budi.
Menurut Murasidi, untuk mengemgangkan geosite terjadi kombinasi antara pemerintah dan kelompok masyarakat.
Beberapa fasilitas dibangun sendiri oleh masyarakar, kecuali yang membutuhkan dana besar baru mengharapkan bantuan pemerintah.
Dikatakan Mursidi, fasilitas penunjang geosite seperti gazebo, toilet, tempat istirahat, dan tempat pertemuan dibangun oleh dinas pariwisata.
Selain itu, baik dinas pariwisata kabupaten maupun provinsi memberikan pembinaan terhadap kelompok sadar wisata (pokdarwis) setempat.
Para pelaku pokdarwis diberikan pelatihan manajemen kepariwisataan dan pelatihan standar pelayanan.
Tidak hanya itu, menurut Mursidi, dinas pariwisata juga membantu mempromosikan geosite.
Selain dimasukan di web dinas, pokdarwis setempat juga diikutsertakan mengikuti travel dialog ke luar daerah.
Begitu juga jika dinas pariwisata membawa tamu diarahkan mengunjungi geosit.
“Tidak tidak bisa dipisahkan peran pemerintah dan masyarakat, harus bersinergi. Pikdarwis harus dibina, kalau tidak dibina mereka tidak mengerti standar pelayanan pariwisata.
Di samping fasilitas lainnya juga dilengkapi,” tuturnya.
Di tempat terpisah, GM Geopark Pegunungan Sewu, Budi Martono, menambahkan tidak ada istilah geopark mana yang terbaik, masing-masing geopark punya sepsifkasi dan keunikan sendiri.
Untuk mengembangkan geopark, ujarnya, masing-masing geosite dikelola pokdarwis, kemudian pengelola geosite masuk dalam payung pengelola geopark bersama dengan unsur perguruan tinggi dan pemerintah.
Budi menegaskan, hubungan antara pengelola Geopark Gunung Sewu dengan pemerintah sangat erat.
Banyak pembangunan yang dibiayai pemerintah, baik kabupaten, provinsi dan pusat.
“Masterpland Geopark Gunung Sewu tidak dibuat Bappeda, tapi kami duduk satu meja masing-masing pengelola ditanya apa keinginan.
Dari daftar keinginan muncul skala prioritas, mana yang didahulukan,” ujarnya saat menggelar pertemuan di Whiz Hotel Malioboro.
Budi berpesan dalam penyusunan masterpland Geopark Pegunungan Meratus lebih ditekankan pada prosesnya, dan benar-benar berangkat dari masalah yang dihadapi pengelola geosite.
Dari 67 geosite Geopark Pegunungan Meratus tentu berbeda keinginan, dan ditetapkan prioritas sesuai kemampuan keunagan, sebab menurut Budi keuangan pemerintah tidak hanya untuk geosite.
“Harus dipetakan, pekerjaan ini tanggung jawab siapa? Misal menyangkut aset kabupaten berarti harus diselesaikan bupati.
Jika dananya besar maka tanggung jawab gubernur dong, dan misalnya ada lagi jalan nasional, ya berarti PU provinsi komunikasikan dengan balai jalan.
Untuk mengembangkan geosite intinya bagaimana koordinasi dan komunikasi.
Antar kabupaten dengan provinsi apakah dinas pariwisatanya atau bappedanya, atau provinsi dengan pusat,” pesannya.
Sementara itu, Kepala Biro Humpro Setdaprov Kalsel, Kurnadiansyah, selaku pimpinan rombongan mengaku mendapatkan beberapa catatan dalam rangka mengembangkan geosite. Ia menyebut akan melaporkan catatan tersebut kepada pimpinan.
“Nanti biar pimpinan yang memerintahkan SKPD teknis terkait, kami hanya sebatas melaporkan.
Yang pasti banyak hal bisa kami pelajari dari Yogyakarta, baik itu bagaimana penyusunan masterplandnya, pengelolaan geositenya, ataupun sampai di mana peranan pemerintahnya.
“Masih ada beberapa hal yang perlu ditata untuk mengembangkan Geopark Meratus terutama untuk mendapatkan UGG, apa yang didapatkan dari Yogyakarta semoga bisa menjadi pertimbangan pimpinan untuk membuat kebijakan berkaitan geopark,” jelas Kurnadi. (mns/K-2)