Oleh : Nur Ainah
Pemerhati Masalah Sosial
Dilansir dari Jakarta, CNBC Indonesia-Tahun 2020 sudah tiba. Namun, tahun ini tidak akan mudah bagi masyarakat. Ini lantaran tarif pelayanan publik bakalan naik. Lantas, apa saja tarif-tarif yang akan naik tahun depan? Berikut adalah beberapa di antaranya seperti dilansir detik.com, Minggu (29/12/2019). Tol, tarif sejumlah ruas tol dipastikan akan naik pada tahun depan. Hal itu didasarkan oleh Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol,Rokok, Kenaikan harga rokok berbanding lurus dengan kenaikan tarif cukai. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi telah menyetujui tarif cukai rokok yang baru sebesar 23 persen. Tarif itu akan mulai berlaku pada Januari 2020.
“Kenaikan average 23 persen untuk tarif cukai dan 35 persen dari harga jualnya yang akan kami tuangkan dalam permenkeu,’’ kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, beberapa waktu lalu, BPJS Kesehatan, Iuran BPJS Kesehatan akan mulai dinaikkan pada tahu
n depan, kelas I dan II akan naik secara efektif pada 1 Januari 2020. Masing-masing kelas ini akan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu dan Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu,Tarif parkir di Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga segera menaikkan tarif parkir kendaraan bermotor. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut tidak ingin kenaikan tarif parkir itu ditunda-tunda. Tiket Damri ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kenaikan tarif Damri berkisar Rp10.000-15.000 untuk setiap rute.
Adapun rute termahal adalah rute Sukabumi-Bandara Soetta yang dipatok Rp115.000, atau naik dibanding sebelumnya Rp100.000. Kado pahit ternyata belum selesai, pemerintah juga akan memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp137,5triliun, dari sebelumnya Rp142,6triliun. Akibatnya, tarif listrik, bahan bakar minyak dan elpiji akan naik.
Pemerintah sudah sepakat menghapus subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA mulai tahun depan. Imbasnya, pelanggan
tersebut akan kena penyesuaian tarif mulai 2020.( voa Islam). Kebijakan- kebijakan ini sangat dzalim, karena mereka lebih mendengar pendapat para pengusaha dibanding suara rakyat, apalagi kalau kita lihat dari fakta pajak-pajak dinaikkan yang dimana pengusaha banyak insentif pajak dan rakyat yang dirugikan, ditambah lagi mengenai upah buruh yang akan ditentulan per/jam sebagaimana yang termuat dalam Omnibus Law yang Terkait ketenagakerjaan, banyak regulasi yang akan direvisi oleh Omnibus Law ini yang dianggap merugikan pekerja.
Karena itu buruh akan protes dan menolak rencana pemberlakuan UU ini. Ambil contoh, upah didasarkan pada jam kerja –bukan upah borongan sebagaimana selama ini berjalan– ditolak buruh karena menghilangkan kepastian pendapatan buruh setiap bulannya. Lainnya, penghapusan UMK dan UMSK, padahal kebijakan turunan UMR ini dianggap adalah campur tangan nyata negara untuk memberi jaminan pada buruh agar beroleh upah yang memadai untuk hidup di kota tertentu yang biayanya living cost-nya relati f tinggi. Dengan penghapusan ini, negara dianggap lepas tangan dari tanggung jawab terhadap kemampuan buruh memenuhi kebutuhan hidup dengan standar layak.
Dan menyerahkan nasib buruh pada mekanisme pasar,pemerintah lebih memenuhi tuntutan pengusaha untuk mengurangi biaya produksi agar keuntungan mereka maksimal, bila tidak pengusaha dan investor akan hengkang pindah usaha ke negeri lain. Semakin lama Rezim kapitalis sekuler bercokol, makin banyak kebijakan yang menyengsarakan rakyat, menyulitkan pemenuhan hajat hidupnya dan menghalangi pemanfaatan kekayaan negeri utk kemaslahatan rakyat.
Ditambah lagi, bukan menyediakan lapangan kerja yg menjadi jalan rakyat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, malah memberikan lapangan kerja itu pada pekerja asing. Buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Yakni melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja.
Berkebalikan kondisinya dengan penguasa pada system Islam. Yang selalu berorientasi menjamin terpenuhi kebutuhan dasar rakyat per individu dan memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang dengan pertimbangan kebolehan syariat dan kemaslahatan rakyat, bukan malah merugikan kemaslahatan rakyat.
Diantaranya :
1. Membuka lapangan pekerjaan dengan proyek-proyek produktif pengelolaan SDAE yang ditangani oleh negara, bukan diserahkan pada investor;
2. Khilafah juga memastikan upah ditentukan berdasar manfaat kerja yang dihasilkan oleh pekerja dan dinikmati oleh pengusaha/pemberi kerja tanpa membebani pengusaha dengan jaminan sosial, kesehatan, dan JHT/pension. Ini mekanisme yang fair tanpa merugikan kedua belah pihak;
3. Negara menyediakan secara gratis dan berkualitas layanan kesehatan dan pendidikan untuk semua warga negara, baik kaum buruh atau pengusaha. Sedangkan layanan transportasi, perumahan, BBM, dan listrik tidak akan dikapitalisasi karena dikelola negara dengan prinsip riayah/pelayanan;
4. Negara dilarang menjadi tukang palak yang banyak memungut pajak dan retribusi di segala lini. Negara dalam Islam adalah daulah riayah bukan daulah jibayah. Khilafah haram memungut pajak, kecuali hal yang dibolehkan syariat, hanya ada zakat bagi mereka yang memiliki harta sejumlah nishab. (MuslimahNews)
Kesejahteraan rakyat akan terwujud, karena Negara/khilafah bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitu pula pemenuhan hajat air, energy/listrik dan bbm, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi sebagaimana saat ini.Inilah sistem yang hari ini dibutuhkan rakyat, yang menghadirkan peran negara secara utuh untuk menjamin terpenuhinya hajat asasi rakyat.