Oleh : Andi Nurdin Lamudin
Praktisi Hukum dan Pengamat Sosial Budaya
Di dalam sebuah buku yang berjudul ‘Hegemoni Kristen-Barat’ yang dikarang oleh Adian Husaini, ada dijelaskan bahwa sebenarnya apa yang dilakukan oleh banyak kalangan akademisi dalam bentuk kekeliruan atau pengeliruan konsepsi keilmuan Islam, juga merupakan satu jenis kebodohan (kejahilan). Juga disebutkan bahwa Di dalam majalah ISLAMIA edisi ke 5/2005, yang membahas tentang ‘Epistemologi Islam’, Prof Wan Mohd Nor Wan Daud, pakar pemikiran Islam (islamic thought) dan guru besar tamu di University Kebangsaan Malaysia (UKM) menguraikan bahaya kekeliruan dan kejahilan dalam ilmu. Menurut Konsepsi Islam tentang kejahilan seperti diuraikan Ibn Manzur dalam karyanya, Lisan Al-‘Arab, bahwa kejahilan itu terdiri dari pada dua jenis. Bahwa yang pertama adalah kejahilan yang ringan, yaitu kurangnya ilmu tentang apa yang seharusnya diketahui. Bahwa yang kedua adalah, kejahilan yang berat, yaitu keyakinan salah yang bertentangan dengan fakta ataupun realita. Dengan meyakini sesuatu yang berbeda dengan sesuatu itu sendiri.
Atau dengan kata lain, melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang seharusnya. Dengan demikian jelaslah bahwa kejahilan dalam kedua duanya konteks di atas adalah penyebab utama terjadinya kesalahan, kekurangan, atau kejahatan manusia.
Untuk mengatasi itu semua, kejahilan yang ringan dapat dengan mudah diobati dengan pengajaran biasa ataupun pendidikan. Namun kejahilan yang berat, merupakan sesuatu yang sangat berbahaya dalam pembangunan keilmuan, keagamaan,dan akhlaq individu dan masyarakat. Sebab kejahilan jenis ini bersumber dari diri rohani yang tidak sempurna, yang dinyatakan dengan sikap penolakan terhadap kebenaran.
Perjalanan dari banyak organisasi yang mewakili Keislaman di Indonesia, hanyalah merupakan sebagian dari orang yang memang seirama dengan organisasi tersebut. katakanlah seperti dengan dengan mengatakan diri sebagai dari persatuan ulama. Namun jika di kaji secara keilmuan, banyak juga organisasi seperti itu yang terkadang, jauh dari logika. Bahkan bertentangan dengan tradisi yang sudah di anut oleh masyarakat. Karena itu kewajiban menuntut ilmu itu pada setiap individu. Di mana dengan demikian seseorang yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan keilmuan tidak larut di dalam arus deras pendapat dan orang banyak.
Bahkan budaya daerah itu sendiri mempengaruhi sangat kuat dengan putusan dan musyawarah yang diambil oleh organisasi tertentu. Di mana kerajaan Majapahit dan singosari di Jawa Timur, sangat kuat pengaruhnya jika dibandingkan dengan di Kalimatan Selatan. Karena yang ada di Kalimantan Selatan salah satunya berpegang dengan Sabilal Muhtadin. Di samping itu, masyarakat di Kalimantan Selatan, tidak terbiasa dengan namanya Taklid buta. Walaupun masyarakat di Kalimantan Selatan, banyak mengikuti pengaruh abah Sekumpul atau guru yang berpengaruh. Atau masih mengikuti tradisi pengajian oleh murid murid beliau di kota kota Kal-Sel. Namun sangat jelas sekali, jika masyarakat Kalimantan Selatan atau masyarakat Banjar, tidak taklid buta. Artinya masih dihargainya pendapat pribadi atau hal-hal yang berbeda di dalam menyikapi suatu keadaan atau apakah mengikuti arahan pemerintah atau tidak?.
Semua itu dapat dilihat dengan banyak munculnya istilah istilah yang aneh-aneh sekarang ini di media sosial den keadaan yang bisa mempengaruhi perjalanan iman ummat Islam di Indonesia. Katakan saja seperti istilah Islam Nusantara. Sekilas pintas nampaknya baik. Namun setelah pengkajian dan tanggapan ternyata penerapannya sangat sulit. Hal itu dikarenakan jika sebenarnya Islam itu tidak bisa dilepaskan dari sejarahnya, yaitu ditanah Arab dan terlibatnya kota Mekkah dan Madinah. Apalagi jika Al-Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Arab. Maka dengan istilah Islam Nusantara akan mengalami kesulitan makna. Apalagi jika di Indonesia telah menganut 19 sistim hukum adat. Maka apakah dengan demikian Islam akan terpola-pola sesuai dengan sistim hukum adat yang berlaku itu?.
Maka jelas beda cara berpikir Islam yang ada di Banjar atau Kalimantan Selatan ini dengan cara pikir Islam yang ada di Jawa Timur itu. Karena itu tidak semudah itu untuk memutar balikkan fakta, antara ajaran Islam dengan bercampur budaya kerajaan yang kuat di daerah tertentu itu. Islam itu memang tinggi, dan tidak yang lebih tinggi darinya. Budaya di mana kerajaan sangat kuat, apakah rajanya salah atau benar, rakyat tetap dipihak yang salah, adalah bukan cara berpikir Islam yang baik.
Mungkin semua itu hanya sebuah trik untuk menguasai pemerintah pusat, di mana dengan demikian pemerintah pusat banyak dari mereka yang sependapat atau mengikuti saja apa dan bagaimana pemerintah bergulir.
Tetapi kemandirian seorang Muslim, dapat berpikir sendiri tentang Tauhid, serta bergerak untuk itu dengan tidak ada kecualinya. Karena itulah seorang pemimpin organisasi sekalipun, tidak bisa mengintimidasi seseorang Muslim jika mereka tidak mau mengikuti program Islam Nusantara. Karena pada dasarnya setiap orang Muslim itu mengerti siapa dirinya sendiri. Jangan sampai karena mengatas namakan pemerintah semuanya bisa di atur. Serta setiap orang bisa diusir dari tanah air, karena penguasa sudah kehilangan arah dari jalannya amanah rakyat.
Semestinya para penguasa itu mewakili Tuhan di muka bumi ini. Bukan malah ingin mengusir kita dari negara kita, karena kita mempertahankan Tauhid dan syariah Islam. Mereka sudah lupa padahal kaum Muslimin sudah banyak memberikan mereka kesempatan untuk menguasai negeri ini. Negeri yang telah dijaga dengan doa setiap hari, tetapi mengapa mereka ingin mengusir kita, karena kita berpegang dengan syariah Islam. Demikian itu salah satu contoh keluhan seorang Muslim.