Banjarmasin, KP – Sampai saat ini belum ada tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Ulin (RSUD Ulin) Banjarmasin, sebab belum ada SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) dari penyidik yang diterima.
Demikian ditegaskan Kasi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Banjarmasin Arief Ronaldi menjawab pertanyaan awak media, ketika berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (10/2/2020).
Ia mengakui saat ini yang sudah diterima selain terdakwa Misrani dan dari unsur pemenang lelang yakni PT Buana Jaya yang sekali akan menjadi saksi dalam perkara terdakwa Misrani.
“Kami belum tahu apakah ada tersangka baru selain dua yang telah ditetapkan penyidik kepolisian, kita tunggu saja hasilnya,’’ beber Arief yang hari hari itu bertindak selaku JPU menangani perkara terdakwa Misrani.
Arief mengakui dalam penyidikan masalah dugaan korupsi alkes ini penyidik harus mendatangkan saksi saksi dari luar pulau yang memakan waktu dan biaya.
Sementara dalam persidangan kemarin itu, JPU menghadirkan dari unsur Kelompok Kerja (Pokja) yang biasanya dikenal sebagai panitia lelang/
Salah satu anggota Pokja Asiatun yang menerangkan bahwa dalam pengadaan alat kesehatan terda[at 48 pemborong yang mendaftar melalui online dari hasil saringan hanya terdapat empat kontraktor, dari empat tersebut hanya tiga yang melengkapi persyaratan dan satu gugur karena kelengkapan administrasi yang kurang.
Asiatun yang sehari hari sebagai staf pada bagian Pengadaan barang dan jasa pada rumah sakit terbesar di Kalsel tersebut, menyebutkan kalau dirinya tidak ful time sebagai anggota pokja, penetapan pemenang lelang diakuinya karen penawaran yang terendah dan dimenangkan PT Buana Jaya.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin mendakwa kalau yang terdakwa diduga telah melakukan perbuatan korupsi pada proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2015.
Korupsi yang dilakukan terdakwa tersebut dalam pengadaan alat kesehatan, dimana terdapat diskon dari pemenang lelang yang tidak dikembalikan kepada negara.
Jaksa beranggapan dalam penetapan harga barang alat kesehatan yang ditetapkan tidak wajar sehingga berdasarkan perhitungan dari BPKP Kalsel ada kerugian mencapai Rp. 3,1 miliar lebih dari anggaran Rp. 12,8 miliar.
Terdakwa oleh JPU didakwa melanggar pasal 2 jo serta pasal 18 Undang Undang RI no 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primairnya.
Sedangkan dakwaan subsidair di patok pasal 3 jo serta pasal 18 Undang Undang RI no 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hid/K-4)