Oleh: Umi Diwanti
Revowriter Kalsel, Pengasuh MQ. Khadijah Al-Kubro
“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).
“Dilaksanakannya suatu hukum had di muka bumi, lebih baik bagi penduduknya dari pada turunnya hujan selama 40 hari.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Abu Hurairah)
Demikianlah diantara gambaran betapa hujan itu adalah kebaikan yang layak dinantikan kehadirannya. Namun saat ini curah hujan menjadi ketakutan tersendiri bagi sebagian kita, khususnya di daerah rawan Banjir.
Kalsel misalnya, di awal tahun ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Selatan mencatat sedikitnya ada 6 Kabupaten terendam Banjir. Tabalong, Balangan, Banjar, Tapin, Tanah Bumbu, dan Kota Banjarbaru. Bahkan dengan ketinggian yang terparah selama 20 tahun terakhir ini. (tribunnews.com, 6/2/2020)
Artinya Banjir bukanlah hal baru melainkan rutinitas tahunan yang menyapa warga derah rendah di Kalsel. Curah hujan yang cukup tinggi dan banyaknya sungai yang tidak dinormalisasi sama sekali disinyalir menjadi penyebabnya. Sayangnya upaya normalmalisasi sungai baru santer digaungkan setelah banyak tempat dikepung Banjir parah. Padahal Banjir sudah menjadi rutinitas tahunan di Kalsel.
Namun ada yang lebih parah dari itu, sebagaimana diakui oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan (Kalsel) bahwa pertambangan dan pembukaan lahan sawit lah salah satu penyebab banjir di Kalsel. Daerah yang dibuka untuk tambang dan perkebunan sawit ini jelas merusak ekosistem khususnya daerah resapan. Maka saat terjadi hujan airnya langsung meluncur tidak meresap lagi.
Berdasar data Walhi Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit (apahabar.com, 5/1/2020). Wajar lah jika Banjir parah tak bisa dihindari. Sekalipun jika semua sungai telah dinormalisasi Banjir tetap sulit dihundari jika tambang dan perkebunan tetap dibiarkan berjalan semena-mena.
Masih menurut Walhi di Kalsel terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi. Masalah ini akan semakin parah oleh kebijakan baru dalam rancangan Omnibus Law. Yakni adanya berbagai kemudahan perizinan pertambangan. Padahal inilah kesalahan besar yang menyebabkan musibah banjir tak terelakan.
Jika dengan kondisi sekarang saja banjir sudah mencapai dua meter. Jika semakin banyak perusahaan tambang dan perkebunan diserahkan pengelolaannya pada swasta, ini sama saja akan menenggelamkan Kalsel.
Dari sini maka jelaslah banjir Kalsel tak hanya perlu solusi kuratif seperti normalisasi sungai. Tapi penting langkah preventif dengan menormalisasi cara pengelolaan tambang dan hutan. Karena ini adalah biang keroknya.
Hal ini tak bisa dilakukan hanya melalui gerakan-gerakan kemasyarakatan. Harus melalui kebijakan negara yang tegas mencabut semua izin tambang yang ada. Sebab dalam Islam pengelolaannya memang tak boleh diserahkan pada individu atau swasta.
Tambang dan hutan wajib dikelola negara dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap lingkungan. Jika membahayakan negara pun tak diperkenankan mengeksplorasi hutan dan tambang. Dan harus memberdayakan sektor lain yang potensial menyejahterakan rakyat. Niscaya hujan tak akan menjelam menjadi musibah.
Berbeda dengan kebijakan hari ini yang berpihak pada korporasi. Berbagai cara dilakukan justru untuk memudahkan akses investor terhadap SDA dalam negeri. Bahkan akhir-akhir ini kehadiran para investor dan perusahaan swasta dipertuan rajakan di negeri ini.
Seolah tanpa mereka roda ekonomi negeri berhenti berputar. Tanpa mempertimbangkan lagi efek yang ditimbulkan. Inilah yang namanya kapitalis sekuler. Yang paling diutamakan adalah para kapital/pemilik modal bukan rakyat. Aturan agama yang mengutamakan rakyat malah diabaikan dan cenderung disingkirkan.
Dengan demikian masih layakkah sistem yang hanya berbuah musibah ini masih dipertahankan? Saatnya kita berpikir solusi fundamental untuk setiap masalah yang terjadi. Campakan tata aturan kapitalis sekuler, untuk kembali pada aturan Sang Pemilik alam semesta, Islam. InsyaAllah berkah dari langit dan bumi akan meliputi negeri ini.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’rof: 96) []