Oleh : Andianta P
Pemerhati Sosial
Pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan pada 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2019 mencapai 24,79 juta orang. Jumlah itu menurun 0,36 juta orang terharap Maret 2019 dan merosot 0,88 juta orang terhadap September 2018.
“Persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22 persen. Kalau dibandingkan Maret 2019, turun 0,19 poin,” ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (15/1).
Meski jumlah orang miskin turun, disparitas kemiskinan antara desa dan kota masih tinggi. Tercatat, persentase kemiskinan kota sebesar 6,56 persen. Sementara, persentase penduduk miskin pedesaan mencapai 12,6 persen. Kondisi tersebut tak jauh berbeda dengan posisi periode yang sama tahun lalu, di mana persentase kemiskinan perkotaan 6,89 persen dan pedesaan 13,1 persen.
Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan angka kemiskinan ini; antara lain kenaikan upah buruh, meningkatnya Nilai Tukar Petani, dan rendahnya angka inflasi. Ditambah dengan adanya program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Jumlah kabupaten/kota penerima BPNT yang terealisasi pada Triwulan III-2019 meningkat menjadi 509 kab/kota, dari 289 kab/kota pada Triwulan I.
Yang perlu kita ketahui juga, untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Pada September 2019, komoditas makanan menyumbang sebesar 73,75 persen pada garis kemiskinan. Dengan begitu pemerintah harus bisa menjaga kestabilan harga komoditas makanan agar tidak terlalu berfluktuasi, terutama untuk beras dan telur ayam.
Dana Desa
Pemerintah juga merencanakan untuk terus menggempur angka kemiskinan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Desa. PMK ini mengubah skema besaran anggaran menjadi terbalik. Yang sebelumnya mulai tahap I sampai tahap III adalah 20 persen, 40 persen, 40 persen, pada peraturan yang baru menjadi 40 persen, 40 persen, 20 persen.
Untuk pencairannya, pada tahap I paling cepat cair bulan Januari dan paling lambat Juni. Untuk tahap II paling cepat cair Maret dan paling lambat minggu keempat Agustus. Dan untuk tahap ke III paling cepat cair Juli.
Sedangkan syarat pencairan dana desa diatur dalam Pasal 24; pada tahap I para bupati atau wali kota harus menerbitkan peraturan bupati/wali kota terkait tata cara pembagian dan penetapan rincian dana desa. Kemudian, menerbitkan peraturan desa mengenai APBDes, dan selanjutnya menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan dana desa.
Pada tahap II, pemimpin wilayah wajib membuat laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran dana desa tahun anggaran sebelumnya. Mereka juga wajib membuat laporan realisasi penyerapan tahap I dengan tata-rata penyerapan sebesar 50 persen dan rata-rata keluaran paling sedikit 35 persen.
Sementara untuk tahap III, mereka harus membuat laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran dana desa sampai tahap II dengan rata-rata realisasi penyerapan paling sedikit 90 persen dan rata-rata keluaran paling sedikit 75 persen. Selanjutnya, pemimpin wilayah juga wajib membuat laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa tahun anggaran sebelumnya.
Dengan dibuatkan peraturan ini diharapkan penggunaan dana desa bisa lebih tepat sasaran dalam percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah.