Oleh : H. Ahdiat Gazali Rahman
Kepala SMAN 1 Amuntai
Menurut pakar pendidikan yang telah dianut, dipraktekkan di Indonesia, pendidikan di negeri ini ditopang oleh tiga kekuatan yang bertanggungjawab terhadap pendidikan, yakni orang tua, pemerintah dan masyarakat. Peran ketiga kelompok ini menentukan maju mundur dunia pendidikan. Orang tua sebagai penanggungjawab utama dan terdepan dalam suksesnya pendidikan anaknya ditempatkan pada urutan pertama orang yang bertanggungjawab terhadap maju mundur pendidikan anak, yang kelak menjadi keluarga, beberapa keluarga membentuk suku, beberapa suku membentuk warga, hingga Negara. Negara bertanggungjawab penuh terhadap warganya, hal ini telah dituangkan dalam UUD 1945 Bab XIII Pendidikan, pasal 31 ayat (1) “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”, (2) “Pemerintah mengusahakan dan menjelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”. Negara berkewajiban memberikan pengajaran pada warganya, dan menyelenggarakan sebuah sistem pendidikan nasional, sedangkan masyarakat mendukung agar system yang inginkan oleh orang tua, Negara dibantu maksimal oleh masyarakat. Pertanyaannya siapa masyarakat itu? Maka dalam tulisan ini tak dapat disebutkan satu persatu, tapi yang perlu dipahami, masyarakat itu adalah selain orang tua dan Negara atau dalam kriteria yang lebih khusus lembaga yang mengatur tentang pendidikan, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan daerah, selain dari itu bisa disebut sebagai masyarakat, yang wajib bertanggungjawab terhadap pendidikan. Lebih khusus keberadaan masyarakat dalam pendidikan jika mengacu pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” dan pasal 9 “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Tanggungjawab
Sejak diberlakukan Pemendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite khusus Pasal 10 ayat (1) Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Ayat (2) Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Banyak sekolah yang kekurangan dana, bahkan ada beberapa sekolah di beberapa provinsi dan kabupaten banyak tidak mendapatkan lagi materi dari orang tua, yang difasilitasi oleh komite, berdampak sulit sekolah bergerak memberikan pelayanan maksimal. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan yang dialami tiga sekolah di Kalimantan Selatan yang menurut pemberitaan di media massa, terpaksa harus diputus dan disegel pelayanan listriknya oleh lembaga yang berwenang, perusahan `Plat Merah’, yaitu PLN, yang sebenarnya jika merujuk dari rumusan di atas termasuk masyarakat yang punya tanggungjawa
b terhadap maju mundur pendidikan di banua ini. Pertanyaan mendasar, dimana tanggungjawab itu? Seharusnya mereka paham bahwa sekarang adalah bulan-bulan awal tahun anggaran, sekolah belum dapat anggaran baik dari BOS dan BOSDA, sedangkan dari komite tidak dapat berharap banyak. Pendapatan sekolah setelah diberlakukannya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, hanya tinggal dua sumber yakni BOS dan BOSDA, yang menurut kebiasaan di tahun sebelumnya, dana itu baru bisa diterima sekolah di awal bulan atau akhir Maret, sehingga seharusnya PLN sebagai perusahaan negara lebih bijak dalam penerapan aturan bagi sekolah, khususnya tentang pembayaran atau tunggakan, baik sekolah negeri atau swasta. Seharusnya mempertimbangkan apa yang dikatakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, Muhammad Yusuf Effendi, harusnya PLN memberi kebijakan, membedakan antara swasta, pribadi dan instansi pemerintah, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan instansi pemerintah tentu tak mungkin meninggalkan kewajiban membayar biaya listrik. Mereka menunggak bukan karena wan prestasi (ingkar), tapi memang belum punya dana untuk membayar biaya tersebut, karena memang belum dapat kucuran dari instansi induk.
Dalam kasus terebut jelas sekali terlihat kurangnya tanggungjawab pihak masyarakat terhadap pendidikan, khususnya PLN dan jika jujur, penderitaan itu tak hanya dialami oleh tiga sekolah tersebut, banyak lagi sekolah yang mungkin tidak punya uang untuk membayar biaya listrik, namun tetap mengupayakan melakukan pembayaran dengan menggunakan uang pinjaman dari pihak tertentu, atau uang pribadi pimpinan sekolah.
Tanggungjawab yang diharapkan sekolah pada masyarakat adalah membantu sekolah dalam memberikan pelayanan pada peserta didik, agar mereka mendapatkan hak dan prilaku yang sama di sekolah, di masyarakat. Masyarakat seyogianya memberikan bantuan maksimal pada sekolah agar bisa berjalan normal, tak terdapat gangguan sedikitpun yang mengganggu proses pembelajaran. Kita tak dapat membayangkan apa yang terjadi di sekolah tersebut jika aliran listrik benar-benar telah diputus.
Harapan
Lembaga pendidikan, terutama sekolah negeri merupakan perpanjangan tangan dari instansi pemerintah, melaksanakan peran pemerintah hendaknya mendapatkan perlindungan khusus, sebagai tenggungjawab masyarakat terhadap kemajuan dunia pendidikan itu sendiri. Jangan ada sekolah yang mendapatkan pemutusan atau penyegelan segala layanan yang ada di sekolah, seperti listrik, telpon dan air leding, karena jika salah salah satu dikurangi, apalagi diputus layanannya, pasti akan sangat berpengaruh terhadap layanan sekolah, sekolah pasti tidak akan berjalan maksimal seperti apa yang diharapkan.
Kementerian Pendidikan maupun Dinas Pendidikan selayaknya mencarikan solusi, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari. Tentu dengan semua regulasi, apakah untuk pembayaran biaya layanan diambil alih Dinas Pendidikan dan Kebudayaan daerah masing-masing. Atau menjadi tanggungjawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah hanya sebagai pemakai, penikmat, bukan yang mengusahakan dan membayar, karena sumber dananya juga dari Kementerian dan Dinas Pendidikan Daerah, sekolah hanya sebagai numpang lewat.