Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel
Pemerintah Kota Banjarmasin berencana membatasi distribusi elpiji 3 kilogram (kg). Langkah ini agar penyalurannya tepat sasaran. Terhitung mulai Februari nanti, Pemkot Banjarmasin akan mengujicoba distribusi elpiji 3 kg menggunakan sebuah kartu khusus.
Kebijakan ini dituangkan melalui peraturan wali kota atau Perwali. Sasarannya warga ekonomi menengah ke bawah atau keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Di Banjarmasin, saat ini ada sekitar 13.574 KPM yang didata Dinas Sosial. Lewat Perwali dimaksud pemerintah bakal membatasi distribusi dengan pelibatan agen dan pangkalan elpiji resmi (apahabar.com, 17/01/2020).
Anggota Komisi VII DPR RI pun, mengritisi distribusi tertutup gas elpiji 3 kilogram (kg) yang diwacanakan pemerintah. Meski kebijakan tersebut belum ditetapkan, ternyata harga gas elpiji 3 kg telah melonjak naik di tingkat pengecer. Ia memberi contoh, kenaikan harga elpiji 3 kg di Kabupaten Agam, Sumbar dan Medan serta Deli Serdang, Sumut, harga jualnya di tingkat pengecer rata-rata Rp 25.000 – Rp 35.000 per tabung, atau naik sekitar Rp 5.000 – Rp 10.000.
“Rakyat Indonesia harus menghadapi tahun 2020 ini dengan beban berat. Di awal tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana mengatur ulang distribusi elpiji 3 kg. Pemerintah ingin membatasi penyaluran dan penyesuaian harga elpiji 3 kg,” katanya saat menyampaikan interupsinya di Rapat Paripurna DPR RI, Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Pemerintah berencana mulai mengurangi penyaluran gas elpiji 3 kg pada semester II 2020 nanti. Selain itu, harga jual gas tersebut juga akan disesuaikan sesuai harga pasar (kompas.com, 23/01/2020).
Januari 2020 pemerintah kembali akan membatasi penerima gas elpiji 3 kg. Akan ada distribusi tertutup dengan mekanisme tertentu, sehingga yang bisa membeli gas elpiji hanyalah masyarakat yang terkategori miskin. Sehingga diharapkan distribusinya tak salah sasaran.
Jelas terlihat ada pembedaan status sosial di masyarakat, yaitu ada masyarakat miskin dan ada masyarakat kaya. Yang akan menerima bantuan hanya rakyat miskin saja. Sementara yang terkategori kaya harus mendapatkan gas elpiji berbayar mahal. Inilah ciri khas kapitalisme yang nampak sekali ke permukaan. Pengabaian pada kebutuhan rakyat. Dan tak ada solusi lain kecuali dengan bayar.
Sementara kekayaan sumber daya alam (SDA) berlimpah yang dimiliki negeri ini hanya dinikmati segelintir kelompok saja. Sebab SDA dan energi hari ini dikuasa oleh swasta dan asing. Kalangan oknum pejabat dan orang-orang yang berada di sekitar pengusaha itulah yang mendapatkan bagian. Neo-imperialisme, yakni penjajahan model yang dijalankan oleh negara Kapitalis terus berlangsung, menjarah kekayaan alam milik umat. Sekelompok kecil menikmati kekayaan yang sangat luar biasa. Sementara jurang antara si miskin dan si kaya semakin menganga. Bahkan, masyarakat kini kesulitan memperoleh gas elpiji, di negeri yang menjadi lumbung penghasil energi ini. Sungguh keadaan yang ironis!
Penguasa pun terus mencabut subsidi rakyat satu demi satu. Ini bukti bahwa penguasa tunduk pada kepentingan kapitalis global menuju liberalisasi ekonomi secara total. Rakyat kian sengsara karena penguasa lebih memihak kepentingan para korporat. Semua ini akibat dari pemberlakuan sistem dan aturan bercorak neoliberal. Akibat dari kebijakan dan tindakan yang dijalankan di negeri ini yang telah mengesampingkan syariah dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41).
Berbagai kerusakan yang terjadi adalah karena kemaksiatan yang dilakukan manusia. Berbagai problem dan kesempitan hidup terjadi akibat dari penerapan sistem dan aturan yang menyalahi syariah Allah SWT. Sudah selayaknya kita meninggalkan berbagai kemaksiatan yang terjadi, termasuk meninggalkan penerapan hukum yang menyalahi hukum Allah SWT dengan kembali kepada penerapan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk pula dalam tata kelola SDA dan energi, serta pemanfaatannya bagi kemaslahatan rakyat sesuai yang telah digariskan oleh hukum syara’.
Sistem ekonomi dalam Islam jelas sekali mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan rakyatnya. Termasuk pengelolaan SDA seperti gas alam yang akan memberikan manfaat besar bagi kebutuhan rakyat. Dan tidak semestinya sumber daya alam dan energi yang kandungannya sangat banyak dan diperlukan oleh rakyat itu dikelola oleh individu atau perusahaan swasta dan asing. Karena hasilnya pasti hanya akan dinikmati oleh segelintir orang saja, seperti yang selama ini telah terjadi. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip kepemilikan umum.
Apalagi, dari kacamata Islam, sebagian besar aset strategis di Indonesia seperti pertambangan, migas, kehutanan, kelistrikan, dan sebagainya termasuk dalam kategori milik umum yang wajib dikelola oleh negara sebagai wakil dari rakyat. Adapun hasilnya disalurkan pada belanja yang berhubungan langsung dengan kemaslahatan umat.
Sebagai ideologi yang mengatur segala aspek kehidupan, Islam memiliki aturan komplit termasuk aturan ekonomi, yang mendorong ekonomi tumbuh stabil, mengatasi kesenjangan dan mencegah terjadinya krisis yang terjadi pada sistem Kapitalisme. Politik ekonomi Islam difokuskan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara, Muslim dan non Muslim, baik pangan, sandang, dan papan, serta memberikan peluang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier lainnya. Selain itu, negara juga menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis.
Oleh karena itu, umat Islam harus berjuang mewujudkan sistem ekonomi Islam secara kaffah. Mewujudkan semua sektor ekonomi seperti kebijakan dan politik ekonomi sesuai Islam, yang berpihak kepada rakyat. Termasuk dalam pengelolaan SDA harus sesuai dengan syariah. Untuk mewujudkan iu, hadirnya negara yang menerapkan Islam secara kaffah harus menjadi agenda prioritas bersama.