Banjarmasin, KP – Salah satu perusahaan distibutror alat kesehatan PT Advance yang diwakili oleh Teguh Suryono mengakui memang ada petugas dari RSUD Ulin Banjarmasin maupun tim dari perusahaan yang mendatang rumah sakit, untuk membicarakan masalah harga .
“Membicarakan masalah harga ini pihak rumah sakit bukan untuk membeli tetapi untuk menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan kami memberikan harga diskon dikisaran 20 persen dari harga yang diajukan,’’tegas Teguh Suryono ketika menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada RSUD Ulin dengan tersangka Misranii, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (19/2/2020).
Ditegaskan oleh saksi pihaknya tidak menjual barang tersebut kepada rumah sakit yang membeli barang tersebut adalah perusahaan pemenang lelang.
“Jadi jelas dalam hal ini pihak rumah sakit tidak melakukan penawaran, tetapi hanya untuk menentukan HPS saja, sedangkan pemberian diskon dilakukan perusahaan PT Adcance hanya diberikan kepada pembeli dalam hal ini pemenang lelang,’’ tegasnya di hdapan majelis hakim yang dipimpin hakim Teguh Sentosa dan JPU yang dikomandoi jaksa Arief Ronaldi.
Peralatan yang dibeli oleh pemenang lelang seperti yang diperlukan rumah sakit peralatan bedah, sebanyak tiga buah.
Ia juga mengatakan adalah hal wajar bila perusahaannya memberikan dukungan kepada calon peserta lelang dengan harga yang berbeda seperti yang dibuat rumah sakit untuk menentukan HPS tersebut.
Selain saksi tersebvut masalah ada saksi lainya seperti dari unsur rumah sakit sebagai petugas penerima dan seorang distributor alkes dari PTMedquwest.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin yang di komandoi Arief Ronaldi mendakwa kalau yang terdakwa diduga telah melakukan perbuatan korupsi pada proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2015.
Korupsi yang dilakukan terdakwa tersebut dalam pengadaan alat kesehatan, dimana terdapat diskon dari pemenang lelang yang tidak dikembalikan kepada negara.
Jaksa beranggapan dalam penetapan harga barang alat kesehatan yang ditetapkan tidak wajar sehingga berdasarkan perhitungan dari BPKP Kalsel ada kerugian mencapai Rp. 3,1 miliar lebih dari anggaran Rp. 12,8 miliar.
Terdakwa oleh JPU didakwa melanggar pasal 2 jo serta pasal 18 Undang Undang RI no 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primairnya.
Sedangkan dakwaan subsidair di patok pasal 3 jo serta pasal 18 Undang Undang RI no 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (net/K-4)