Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Kebijakan Kampus Merdeka untuk pendidikan tinggi yang digaungkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, cukup menyita perhatian. Salah satunya terkait pemberian hak kepada mahasiswa untuk bisa memilih alokasi waktu studinya sebanyak 3 semester untuk ikuti perkuliahan di luar prodi dan perguruan tingginya.
Dijelaskannya, latar belakang kebijakan tersebut menginginkan setiap lulusan perguruan tinggi bisa berkesempatan miliki pengetahuan dari disiplin ilmu yang lebih luas. “Tujuannya agar lulusan lebih applicable dan sesuai dengan kebutuhan kerja, tidak seperti pakai kaca mata kuda,” katanya (banjarmasin.tribunnews.com, 08/02/2020).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat mengatakan, di tahun 2020 ini pihaknya punya kebijakan baru yakni Merdeka Belajar. Khusus untuk tingkat Universitas atau Kampus Merdeka itu ada empat penyesuaian kebijakan pada pendidikan tinggi tersebut. Hal itu dikatakannya dalam Jumpa Pers kepada awak media di Cafe Calais Banjarmasin, Sabtu (8/2/2020) pagi.
Dia menjelaskan, salah satu kebijakan adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (Prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.
Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”, bebernya. Ia menjelaskan kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa (https://www.baritopost.co.id/kemendikbud-sosialisasikan-empat-program-kampus-merdeka).
Empat poin kebijakan kampus merdeka yang digelontorkan Menteri Pendidikan RI tersebut akan segera diterapkan oleh perguruan tinggi di Indonesia terhitung Januari 2020. Tujuan kebijakan ini agar para sarjana memiliki pengetahuan dari disiplin ilmu yang lebih luas. Sehingga porsi mereka terjun ke masyarakat pun akan lebih banyak dibandingkan kebijakan sebelumnya.
Kebijakan ini akan makin menyempurnakan liberalisasi PT. Empat program kampus merdeka, yaitu bebas menjadi PT-BH, bebas membuka prodi apapun sesuai kebutuhan pasar, bebas menentukan kurikulum bersama industri dan asing, SKS ditempuh dengan kuliah dan magang di industri. Fenomena ini menjadi bukti bahwa Negara lepas tangan dari pembiayaan PT dan sekaligus menyesatkan arah orientasi PT. Maka slogan Tri Dharma PT untuk melakukan pengabdian masyarakat telah berganti wajah menjadi pengabdian bagi kaum kapitalis dan industri.
Jika dicermati, program ini sejalan dengan arah hidup ideologi kapitalisme yang menitikberatkan pada materi. Mahasiswa diarahkan untuk bisa belajar berbagai bidang ilmu dalam waktu bersamaan, dengan harapan kelak bisa bekerja apa saja tanpa tergantung latar belakang keilmuannya. Dan ini justru berbahaya, saat profesionalisme akhirnya tak menjadi tujuan mahasiswa. Mereka telah diperalat hanya untuk menguntungkan para kapitalis. Dan PT hanya menjadi mesin pencetak tenaga terampil bagi kepentingan industri milik kapitalis.
Kebijakan “Merdeka Belajar” yang dikeluarkan Mendikbud ini sungguh semakin memperjelas sekulerisme di bidang pendidikan. Kebebasan menjadi bagian penting yang hendak dikokohkan. Sehingga akan terlahir generasi yang materialistis, individualis, pragmatis, permissive dan hedonis.
Padahal, Islam telah memberikan langkah yang terarah dalam sistem pendidikannya. Dari mulai usia dini hingga perguruan tinggi. Bahkan Islam pun telah memberikan pedoman tentang ilmu apa saja yang harus diperoleh masyarakat guna menjalani kehidupannya. Ilmu untuk amal merupakan kunci yang jadi pegangan dalam Islam. Dan aqidah Islam merupakan landasan mendasar dalam menjalankan semua program pendidikannya.
Allah SWT berfirman : “Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah : 11).
Rasulullah Saw bersabda : “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim”. (HR. Ibnu Adi, Baihaqi, Anas RA, Atthabrani dan Al Khatib dari Husain bin Ali).
Belajar adalah bagian terpenting dalam kehidupan. Islam telah mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Namun, tentu saja akidah Islam dijadikan landasan dalam belajar. Ada langkah praktis dan strategis yang ditetapkan dalam mengolah kurikulum pendidikan. Dan semua itu merupakan tugas negara untuk menetapkannya. Tujuannya jelas yaitu membentuk manusia yang berkepribadian Islam sesuai akidah Islam.
Konsekuensi keimanan seorang Muslim, yakni memegang identitasnya yang tampak pada cara berpikir (aqliyah) dan cara bersikapnya (nafsiyyah) yang senantiasa dilandaskan pada ajaran Islam. Ke sanalah pendidikan mesti diarahkan. Pendidikan harus mampu menanamkan akidah Islam, cara berpikir yang Islami dan kebiasaan berperilaku sesuai aturan Islam. Sehingga generasi akan bersungguh-sungguh mengisi pemikiran dengan Khilafah Islamiyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
Di masa kejayaan Islam, sejak abad 4 Hijriyah telah dibangun banyak sekolah Islam. Muhammad Athiyah Al Abrasi dalam buku Dasar-Dasar Pendidikan Islam, memaparkan usaha-usaha para khalifah untuk membangun sekolah-sekolah itu. Dalam perkembangannya, setiap khalifah berlomba-lomba membangun sekolah tinggi Islam dan berusaha melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Pengelolaan sistem pendidikan dalam Islam sepenuhnya dalam tanggungjawab negara. Baik dari sisi kurikulumnya maupun pembiayaannya. Tidak diserahkan pada individu atau swasta seperti realita pendidikan kapitalisme sekuler saat ini. Pelayanan pendidikan harus steril dari unsur komersial, apalagi demi memenuhi kepentingan bisnis para kapitalis.
Dalam hal output, sistem Islam telah terbukti melahirkan banyak sosok ilmuwan dan ulama yang taat lagi cerdas yang buah pemikiran mereka sangat berarti bagi peradaban masa kini. Sebab, Islam menetapkan menguasai ilmu diperlukan agar umat mampu mencapai kemajuan sehingga dapat menjalankan misi sebagai khalifah Allah SWT dengan baik di muka bumi.