Tujuan pemasangan alat ini untuk mengetahui data real penghasilan para pengusaha serta meminimalisir adanya kebocoran storan pajak yang disampaikan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
BANJARMASIN, KP – Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin mulai melakukan pemasangan alat perekam data transaksi, alias Tapping Box di sejumlah pelaku usaha sejak 2019. Hingga saat ini sudah ada sekitar 400 Tapping Box yang sudah terpasang.
Tujuan pemasangan alat ini untuk mengetahui data real penghasilan para pengusaha serta meminimalisir adanya kebocoran storan pajak yang disampaikan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun rupanya, tak semua pemasangan alat ini mendapat dukungan dari pelaku usaha. Ada saja dari mereka yang merasa keberatan. Alasanya, akibat adanya pemasangan itu omset mereka jadi menurun lantaran harus menaikkan harga jual.
Seperti yang diutarakan Bagus Iriawa, salah satu pengurus rumah makan di Kota Banjarmasin ini. Ia mengaku, sejak mereka menaiki harga akibat adanya pengenaan pajak sebesar 10 persen kepada pembeli, omset mereka sejak Januari-Februari 2020 menurun.
“Kalau saya hitung Januari sekitar 18 persen. Lalu Februari itu 12 persen. Kalau dibiarkan terus bisa habis itu,’’ ucapnya usai melakukan pertemuan dengan Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Banjarmasin, Rabu (11/3/20).
Selain itu, Bagus juga menolak terkait pemasang Tapping Box yang belum merata. Sehingga mereka merasa iri terhadap penguasa yang tak dipasang alat tersebut. “Penjelasan mereka (Bekauda) bertahap, tapi kan kita tak tau kapan rentang waktunya,’’ katanya.
Lebih lanjut Bagus juga menyampaikan, mereka ada mengajukan untuk pembuatan regulasi baru yang tak memberatkan. Juga agar jangan melakukan pemungutan pajak ke costumer sebelum adanya uji petik.
“Kami mengajukan dibuat Perda. Kami juga mengajukan jangan dipasang pajak dulu ke customer. Nanti dilakukan uji petik. Tidak ada yang melenceng, kami cuma menyampaikan keluhan bahwa ada penurunan,’’ imbuhnya.
Adapun Kepala Badan Keuangan Daerah Banjarmasin, Subhan Nor Yaumil mengatakan, akan mencoba mengakomodir aspirasi para pengusaha ini dan bersedia mencarikan solusinya.
“Kami mencari solusi bagaimana kedepannya. Sebenarnya kami berencana di 2020 ini merevisi pajak restoran ini. Setelah direvisi baru di klaster pajak karena pengusaha restoran di Banjarmasin ini kan juga ada yang masuk kategori UMKM,’’ jelasnya.
Salah satu caranya yakni dengan melakukan klasifikasi terhadap pelaku usaha tersebut. Untuk kemudian disesuaikan beban pajak yang ditarik nantinya.
“Nah dari penghasilan itulah kita klaster, kalau Rp5 juta pajaknya tiga persen, Rp5 juta ke atas itu mungkin lima persen. Nah selebihnya mungkin sepuluh persen,’’ jelasnya.
Menanggapi terkait usaha milik Bagus, menurut Subhan, potensi pajak dari usaha itu itu cukup tinggi. Sehingga tempat usaha yang merupakan masuk dalam kategori rumah makan dikenakan pajak sebesar sepuluh persen.
Subhan membeberkan, usaha milik Bagus tersebar sebanyak 22 gray di Kota Banjarmasin. Dengan potensi pajak mencapai Rp300 juta perbulan. Alasan inilah mengapa pihaknya mengenakan pajak sebesar sepuluh persen.
“Hanya saja mereka menganggap bahwa roket chicken ini UMKM yang pajaknya di bawah 10 persen. Juga banyak merekrut tenaga kerja dan membantu pemanfaatan SDM,’’ bebernya.
Alasan masuk UMKM itu juga akan ditampung, ujar Subhan. Untuk kedepan dicarikan solusi yang terbaik. “Ini kita tampung. Jadi kita cari solusi bagaimana maunya, tapi tak bertentangan dengan aturan,’’ pungkasnya. (sah/K-5)