Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

BLT Berbelit Turunkan Kepercayaan Publik

×

BLT Berbelit Turunkan Kepercayaan Publik

Sebarkan artikel ini

Oleh : Noriah
Aktivis Mahasiswa, Palangka Raya

Penanganan epidemi Corona yang dilakukan pemerintah sepertinya terus menjadi sorotan warganet yang saat ini banyak berselancar di dunia maya ketimbang dunia nyata semenjak #dirumah aja akibat Covid-19 melanda. Kebijakan pemerintah yang digullirkan pun seolah tak menunjukkan adanya titik terang dalam menangkal virus. Dimulai dari social dan pysical distancing, darurat sipil, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB), namun kasus positif Covid-19 masih terus saja meningkat tak menunjukkan adanya penurunan yang signifikan. Hingga Jumat (01/05/20) Indonesia mengkonfirmasi bahwa jumlah pasien posisitf telah mencapai angka 10551 kasus dengan 800 orang meninggal dunia (Kompas.com 01/05/20).

Android

Bantuan sosial pun semakin gencar dilakukan di sejumlah daerah, mulai dari bansos sembako hingga bansos tunai. Meski begitu, banyak masyarakat miskin yang belum tersentuh. Bahkan, tak jarang bantuan sosial atau bansos dari pemerintah daerah malah tak tepat sasaran. Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Karena hal ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos.

Dilansir dari laman vivanews.com (24/04/20), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih.

Perspektif publik terkait program pemberian bantuan sosial (bansos) untuk menanggulangi dampak negatif pandemi Covid-19 ini pun berubah dari positif menjadi negatif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang-orang yang berkomentar dan mengkritik terkait pelaksanaan pemberian bansos tersebut. Seperti dilansir dari laman katadata.co.id (26/04/20) Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, melalui pemantauan media sosial Twitter awalnya terlihat publik menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos, namun kemudian keluhan di tingkat daerah cukup banyak terkait pelaksanaannya, sehingga persepsi publik pun turun.

Jangankan rakyat, pemerintah daerahpun pusing dibuatnya. Pasalnya, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana desa kepada masyarakat yang diatur dalam surat No 1261 Kemendes-PDT dinilai prosedurnya cukup panjang dan berbelit yakni tertib administrasi dan punya rekening bank sebagai syarat utama BLT.

Hal ini disampaikan oleh Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar yang video kritikannya voral di media sosial. Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian BLT dari pemerintah pusat dianggap sulit. Dikatakannya mekanisme pemberian BLT tersebut terbilang menyulitkan warga. Warga, menurutnya, tak bisa harus menunggu lama untuk mendapatkan bantuan itu. (detik.com 26/04/20)

“Iya, masalahnya sampai saat ini BLT nya belum ada, musti (harus) lengkap administrasi, dan buka rekening bank, sementara perutnya perlu diisi sekarang,” ujarnya.

Implementasi penyaluran bansos yang tidak terarah tumpang tindih dan berbelit-belit ini akhirnya dianggap menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program bansos secara positif. Kebijakan pemerintah yang menggiring bergesernya persepsi masyarakat ini tentu menjadi kondisi buruk dan berpengaruh pada lemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Hal ini wajar terjadi karena tatanan kapitalisme yang diadopsi pemimpin saat ini membuat negara mengabaikan urgensi pengurusan rakyat. Rakyat harus miskin dahulu sehingga mereka layak mendapat bantuan serta jaminan. Mirisnya rakyatpun harus melewati serangkaian prosedur hanya untuk membuktikan bahwa mereka layak mendapat bantuan. Inilah kedzaliman yang luar biasa, rezim hasil sistem kapitalis.

Padahal dalam sistem Islam, sekalipun tidak terjadi wabah. Pemimpin wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, baik muslim ataupun non muslim, yang kaya maupun yang miskin. Semua biaya kebutuhan hidup rakyat berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negara tanpa intervensi asing maupun aseng. Hasil dari SDA yang diatur dalam sistem hukum Islam wajib dikembalikan kepada rakyat dalm bentuk langsung yaitu jaminan terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan, pembangunan infrastuktur, dan hajat publik lainnya. Maka bukan hal aneh jika dalam sistem Islam rakyat mendapat fasilitas publik terbaik bahkan diperoleh secara gratis oleh pemerintah. Hal ini berdasarkan tupoksi pemimpin dalam sistem Islam yaitu sebagai pe-ri’ayah (pengurus) umat. Sehingga mereka akan bertanggung jawab menjamin, dan melayani kebutuhan semua keperluan rakyat. Bukan hanya sebatas regulator seperti pemimpin kapitalis saat ini.

Apabila terjadi wabah, pemimpin akan menetapkan kebijakan lockdown dengan segera di daerah sumber wabah. Masyarakat yang berada di dalamnya dilarang keluar wilayah, sedangkan yang di luar wilayah dilarang memasuki wilayah yang terkena wabah. Dengan mekanisme lockdown ini, wilayah diluar wabah tetap bisa melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya, sehingga mereka bisa ikut mensuplai kebutuhan pangan di wilayah terdampak wabah, mensuplai masker, APD dll. Dengan demikian negara bisa fokus dalam menyelamatkan pasien terdampak di wilayah wabah dengan konsentrasi penuh.

Adapun kebutuhan setiap individu rakyat terdampak wabah, baik berupa kebutuhan logistik ataupun medis dan keperluan lainnya akan otomatis ditanggung oleh pemimpin. Masyarakatpun akan mendapat edukasi penanganan dan pencegahan wabah sehingga meminimalisir penularan di wilayah wabah. Selain itu, pemimpin pun tidak akan membedakan miskin dan kaya, muslim ataupun non muslim, hanya sekedar agar mendapat “bantuan” dari pemerintah. Tentu dengan kebijakan dengan mekanisme seperti inilah yang akan membuat rakyat merasa aman dan percaya terhadap pemerintah. Maka sudah saatnya kita campakkan sistem kapiltalisme yang dzalim ini dan beralih pada sistem yang mensejahterakan rakyat yakni sistem Islam. Wallau a’lam

Iklan
Iklan