Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Ramadhan, Bulan Pertaubatan dan Ketaatan

×

Ramadhan, Bulan Pertaubatan dan Ketaatan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Marhaban Yaa Ramadhan. Sya’ban telah berlalu dan Ramadhan bulan penuh kemuliaan pun kini datang. Semoga bukan hanya sebatas rasa suka cita saat menjumpainya, namun semoga juga ketaatan kita pada-Nya akan mengiringi senantiasa.

Baca Koran

Bulan Ramadhan menjdi anugerah terindah kehidupan bagi kaum Muslim. Allah SWT berfirman: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al-Baqarah: 185)

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima (pondasi), yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan”. (HR Al-Bukhari).

Sebagai umat Islam yang telah Allah SWT muliakan dengan Alquran kita harus mewujudkan kepedulian terhadap Alquran untuk merealisasikan secara nyata Alquran sebagai dustur al-hayah (peraturan hidup). Yakni, dengan cara menerapkan hukum-hukum Alquran dalam segala aspek kehidupan kita.

Kita dapati hari ini sekularisme atau cara pandang yang memisahkan agama dari kehidupan telah merasuk jauh akibat penerapan sistem Kapitalisme khususnya di negeri ini. Keshalihan hanya terlihat dalam aspek pribadi dan ibadah saja. Adapun dalam sosial-kemasyarakatan, seperti kepedulian terhadap nasib urusan umat atau rakyat secara keseluruhan masih belum terlihat.

Sebagai bagian dari keimanan, sebagai Muslim percaya bahwa seluruh peristiwa termasuk pandemi atau wabah penyakit tidak mungkin terjadi tanpa kehendak Allah SWT. Selain harus sabar dalam menghadapi, kita juga mesti berusaha mengatasi wabah penyakit tersebut sesuai dengan tuntunan syariah. Dari sisi rakyat dan penguasa.

Akan tetapi, bila kita amati hari ini, penguasa masih setengah hati dalam menyesaikan wabah ini, kurangnya APD bagi tenaga medis, dan layanan kesehatan yang tak memadai, serta bantuan terhadap masyarakat yang tidak mencukupi. Akhirnya rakyat menjadi semakin sulit. Harusnya dalam pandangan Islam, penguasa mesti serius untuk menyelesaikan wabah ini. Seorang Khalifah wajib hadir dengan tanggungjawab yang sempurna dalam menuntaskan masalah ini. Dan juga penting adanya kesadaran dari individu, juga masyarakat untuk saling menjaga kesehatan dan keselamatan seluruh umat.

Baca Juga :  Hijrah "Disconnect" Momentum Tahun Baru Islam 1447 H

Sudah semestinya hal ini menjadi pelajaran penting dan berharga bagi kita. Berbagai musibah, juga banyaknya persoalan yang menimpa bertubi-tubi terhadap negeri ini, selain harus kita lihat dari ujian Allah yang membuat kita semua harus bersabar, juga terjadi karena syari’ah Islam masih tidak diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak pula perkara-perkara yang diharamkan Allah SWT dilanggar. Bahkan perkara-perkara yang Allah perintahkan masih diabaikan. Semua itu, berpangkal dari penerapan sistem Kapitalisme liberal di negeri kita. Sistem inilah yang telah menjerumuskan negeri ini pada berbagai persoalan yang seakan tak kunjung usai.

Oleh karena itu, momentum Ramadhan haruslah menjadi titik tolak taubat kolektif atas kemaksiatan mengabaikan hukum Allah SWT. Mendorong menjadi insan dan bangsa yang taat sempurna pada syariat-Nya. Ingatlah, ketaatan bukan hanya sekadar dalam masalah shalat, shaum (puasa), haji atau zakat saja. Tapi, juga dalam persoalan-persoalan mu’amalah seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial termasuk kenegaraan atau pemerintahan (Lihat: QS. al-Hasyr [59]: 7).

Kita harus pula menanamkan keyakinan bahwa taubat dan taat akan menghantar pada solusi tuntas problem dunia dan membawa obat bagi pandemi Covid-19. Demikian pula, kita juga harus membangkitkan keinginan dan tekad untuk terus mengemban dakwah Islam dan menerapkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Pasalnya, Allah SWT telah mewajibkan kita untuk berhukum pada hukum Allah, yang bersumber dari Alquran dan Sunnah.

Kita sadari bahwa taat sempurna hanya bisa terwujud dengan tegaknya khilafah Islamiyah. Khilafah Islamiyah adalah thariqah syar’iyyah (metode syar’i) untuk menerapkan syariah Islam secara sempurna, sekaligus melangsungkan kepemimpinan kaum Muslim di seluruh penjuru dunia. Kaum Muslim sudah semestinya bangkit dari keterpurukan. Maka, bersungguh-sungguh mewujudkan janji dari Allah dan kabar gembira Rasulullah tersebut dengan rasa optimis sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT dan dan Rasul-Nya.

Baca Juga :  Ekologi Emosional, Ketika Merawat Bumi Sama dengan Merawat Diri Sendiri

Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana pahala dilipatgandakan. Bulan dimana terdapat malamnya yang lebih baik dari seribu bulan. Akankah masih saja melewatkan? Jangan sampai kita terlena. Dalam beribadah dan berdakwah pun saatnya kita maksimalkan. Meski tengah terbelit kesulitan, kita harus optimis untuk bangkit dan berusaha melakukan perubahan akan keadaan umat ini. Kaum Muslim tidak boleh abai dengan kewajiban syariah dan harus berupaya memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.

Terakhir, mari kita berlomba meraih sebanyak-banyaknya pahala pada bulan Ramadhan, karena belum tentu di tahun berikutnya kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan. Mungkin bukan karena Ramadhan yang tak datang, tetapi mungkin kita yang telah pergi meninggalkannya dan tiada lagi di dunia ini. Semoga di bulan suci Ramadhan tahun ini Allah SWT mudahkan kita mendapatkan predikat takwa, dan senantiasa semangat dalam menjalankan amal ibadah serta perjuangan dakwah Islam secara totalitas (kaffah).

Rasulullah SAW bersabda : “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Bulan yang Allah jadikan puasa di dalamnya fardhu (kewajiban). Pada bulan itu, pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dibelenggu pemimpin setan, dan di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang diharamkan dari kebaikannya maka sungguh dia telah-benar-benar diharamkan kebaikan”. (HR. al-Nasai dan al-Baihaqi, Shahih al-Targhib, no. 985).

Iklan
Iklan