Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Membangun Ketahanan Keluarga di Tengah Wabah Corona

×

Membangun Ketahanan Keluarga di Tengah Wabah Corona

Sebarkan artikel ini
WhatsApp Image 2020 06 16 at 09.56.59

Oleh : Anton Kuswoyo, S.Si, MT
Ketua DPD LDII Kabupaten Tanah Laut

Adanya pandemi Corona yang belum tahu kapan berakhirnya, kita berada di garis patahan, yaitu berada di titik transformasi dari era sebelum Corona menuju era pasca Corona. Ini adalah titik penentuan, apakah kita mampu beradaptasi dalam kesulitan atau menyerah dan pasrah menerima keadaan.

Baca Koran

Hampir semua profesi maupun bidang pekerjaan harus beradaptasi di masa pandemi ini. Bagi pelajar, mahasiswa, guru, dan dosen, beradaptasi dengan sistem belajar mengajar secara online. Menggunakan berbagai aplikasi seperti Zoom, Google Classroom, Google Met, dan lain-lain. Meski dengan tergagap-gagap, tapi mau tidak mau harus bisa menguasai teknologi tersebut. Awalnya memang terasa canggung, namun harus diakui bahwa dengan memanfaatkan teknologi tersebut, belajar mengajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dosen dan mahasiswa tidak harus bertemu secara langsung, masing-masing berdiam diri di rumah, namun transfer knowledge tetap bisa dilakukan. Hemat waktu, hemat biaya, dan tentu saja hemat infrastruktur.

Bagi para wirausaha kuliner maupun jual beli barang/jasa, juga tidak harus membuka toko atau pergi ke pasar membawa dagangan. Cukup dari rumah dengan aplikasi marketplace, sudah bisa memasarkan dagangannya secara online. Pembeli pun tidak perlu repot-repot pergi ke toko atau pasar. Cukup dari rumah, melalui smartphone sudah bisa memesan barang yang diinginkan. Pembayaran juga tidak menggunakan uang secara fisik, tapi transfer melalui aplikasi internet banking. Mudah, hemat dan cepat. Pasar tradisional pun mulai ditinggalkan. Mau tidak mau para pedagang harus belajar jualan online menggunakan teknologi digital. Hal ini pun dibuktikan pada bulan puasa tahun ini. Saat tidak ada pasar wadai (kue) seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak orang-orang rumahan yang tetap berjualan wadai secara online, sistem delivery. Bahkan diantaranya juga memanfaatkan grup-grup whatsapp untuk menawarkan dagangannya.

Petani dan peternak juga tak luput dari dampak Corona. Penjualan hasil panen menurun drastis. Bukan karena tidak diperlukan konsumen, tapi karena konsumen takut pergi ke pasar. Pasar sepi, penjualan otomatis menurun. Petani dan peternak juga harus memutar otak, agar bagaimana hasil panennya tetap sampai di tangan konsumen meski tidak melalui pasar. Lagi-lagi solusinya adalah memanfaatkan teknologi digital. Pasar online. Baik melalui media sosial (facebook, instagram, grup whatsapp) maupun melalui markeplace yang sudah ada. Dengan demikian sebenarnya justru menguntungkan petani/peternak dan konsumen. Selama ini biasanya tengkulak membeli dari petani dengan harga serendah-rendahnya dan menjual kepada konsumen dengan harga setinggi-tingginya. Dengan tidak adanya tengkulak, maka petani dapat untung yang layak, konsumen pun dapat harga yang terjangkau.

Baca Juga :  Kekuasaan dan Kekayaan Menopang Dakwah

Wabah Corona juga telah memaksa semua orang berkumpul di rumah. Bersama keluarganya masing-masing. Selama ini sebagian besar kita disibukkan dengan pekerjaan. Bahkan tidak sedikit diantaranya yang pergi kerja saat anak-anak masih terlelap tidur, begitu pulang malam anak pun sudah tidur kembali. Sehingga sangat jarang bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak-anaknya.

Kini kita punya waktu selama berbulan-bulan tinggal bersama keluarga di rumah (stay at home). Maka ini kesempatan yang sangat baik untuk membangun kedekatan emosi dengan seluruh anggota keluarga. Saling bertukar cerita, berbagi pengalaman, dan memberikan nasihat-nasihat kebaikan. Sehingga hubungan dengan antar anggota keluarga pun jadi lebih intens lagi.

Stay at home dalam waktu lama memaksa istri atau suami untuk masak sendiri. Bagi yang selama ini terbiasa selalu makan di luar (warung makan atau restoran), akhirnya mau tidak mau harus belajar berbagai resep masakan. Dan ternyata dengan masak sendiri di rumah, jauh lebih hemat daripada makan di luar. Penghematan bisa mencapai 30-50 persen.

Agar tidak jenuh seharian berada di rumah setiap hari, bisa diisi dengan bersih-bersih halaman. Jika ada halaman yang kosong bisa dimanfaatkan untuk bertanam sayur-sayuran, atau beternak (misalnya ikan, kelinci, ayam, atau burung puyuh). Lumayan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dapur sendiri.

Maka setelah Corona berakhir, semoga kita mempunyai keahlian baru, yaitu : menggunakan teknologi digital, memasak, bercocok tanam, beternak, maupun keahlian yang lainnya. Dengan memiliki keahlian baru, akan mengurangi ketergantungan pada orang lain. Kita bisa lebih mandiri, bahkan membantu orang lain.

Misalnya petani yang menguasai teknologi digital, ia tidak hanya berprofesi sebagai petani tapi juga sekaligus pengusaha. Karena selain menghasilkan hasil panen juga dapat memasarkan langsung kepada konsumen menggunakan teknologi digital. Ia tidak lagi tergantung pada tengkulak yang sering memainkan harga sesuka hati.

Baca Juga :  Menjadi Muslim Maksimalis dan Minimalis

Bagi yang ahli memasak, juga bisa memasarkan masakannya secara online. Ia bisa sekaligus menjadi pengusaha kuliner. Tidak tergantung pada orang lain untuk memasarkan hasil masakannya. Yang bisa masak minimal bisa mengurangi makan di luar sehingga dapat menghemat pengeluaran keluarga.

Termasuk juga yang bisa memanfaatkan halaman pekarangannya yang kosong untuk bercocok tanam atau beternak. Ia tidak lagi sepenuhnya tergantung pada penjual sayur keliling. Tapi ia sudah bisa menghasilkan sayur mayur dan lauk pauk secara mandiri. Kalau hasil panennya banyak justru malah bisa sekalian dijual secara online. Sehingga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi keluarga.

Yang tidak kalah pentingnya, pasca Corona kita harus punya pola pikir baru. Hidup lebih hemat, mengutamakan fungsi, hilangkan gengsi. Gaya hidup sesuai dengan penghasilan, agar tidak besar pasak daripada tiang. Karena sekecil apapun uangnya akan cukup bila digunakan untuk hidup, tapi sebanyak apapun uangnya tak akan pernah cukup jika untuk memenuhi gaya hidup.

Harus cerdas mengelola keuangan keluarga. Cerdas secara finansial itu sangat penting, agar penghasilan yang diperoleh tidak habis begitu saja. Apalagi terjerat hutang, gali lubang tutup lubang. Dari penghasilan yang ada harus diusahakan bagaimana caranya agar mampu menciptakan sumber penghasilan baru.

Pada akhirnya dengan mengoptimalkan kemampuan diri sendiri, menerapkan pola pikir baru yang lebih maju, akan mampu menopang ketahanan keluarga, terutama dari sisi ekonomi. Ketahanan ekonomi keluarga ini merupakan genset bagi ekonomi nasional. Kita masih ingat saat krisis tahun 1998, banyak perusahaan besar ambruk, ekonomi nasional porak poranda, tapi justru UMKM yang basisnya adalah ekonomi keluarga yang menjadi penyelamat krisis moneter saat itu. Semoga pasca Corona, kita menjadi manusia baru yang lebih baik.

Iklan
Iklan