Banjarmasin, KP – Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaedi Abdullah menyebut, sejumlah faktor yang menghambat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Satu di antaranya lantaran masyarakat berpenghasilan rendah rata-rata merupakan para pekerja sektor informal, sehingga mereka memiliki penghasilan yang tidak tetap.
Hal ini yang menjadi kendala bagi mereka dalam memperoleh rumah bersubsidi, karena perbankan tidak bisa mengakomodasinya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI, didampingi seluruh Ketua DPD Apersi seluruh Indonesia termasuk juga Aspersi Kalsel.
Ia juga menyebut bahwa fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan MBR memang sulit mendapatkan KPR karena terganjal aturan hingga kekurangan pasok (backlog).
“ Masih ada sederet kendala yang dihadapi MBR dalam upaya mendapatkan rumah bersubsidi mulai dari tingginya biaya perizinan dan sertifikasi hingga keterbatasan anggaran subsidi perumahan yang tergolong kecil,” sebutnya Junaedi melalui Ketua DPD Apersi Kalsel.
“Ini biaya yang nggak tercatat, perubahan aturan tidak ada masa transisi, menimbulkan ketidak pastian perusahaan,” katanya.
Sementara Ketua DPD Apersi Kalimantan Selatan H Mukhtar kepada wartawan menyampaikan, tindak lanjut hasil RDPU dan DPP Apersi serta DPD Apersi se-Indonesia di Komisi V DPR RI yakni, pertama Apersi meminta aplikasi sikasep dan sikumbang di hapus, karena memberatkan dengan pengembang dan konsumen yang tak bisa menggunakan aplikasi itu.
Kemudian, Apersi meminta agar aturan subsidi yang memberatkan untuk dicabut karena itu sangat menyulitkan pengembang di lapangan.
Dikatakan Mukhtar, Apersi Kalsel meminta kuota rumah untuk FLPP ditambah lagi dan agar TAPERA bisa segera jalan tidak usah menunggu 7 tahun.
Apersi jugas meminta para Bank penyalur agar tak tebang pilih dalam menentukan konsumen MBR, karena program pemerintah dan aturan di perbankan untuk konsumen MBR lebih disederhanakan.
“ Kita juga meminta pihak Kementerian ada kepastian kuota, sehingga tidak terjadi seperti sekarang ini dimana kuota bisa habis secara mendadak sehingga tak bisa dilakukan akad yang merugikan pengembang dan konsumen banua tegasnya.
“Alhamdulillah dari hasil RDP itu didapatkan kesimpulan Komisi V DPR RI akan melakukan RDP pada Kamis 16 Juli 2020 dengan memanggil Dirut semua bank penyalur rumah subsidi (MBR) serta Kementerian PUPR serta PPDPP agar ada solusi mengenai hal tersebut,” tegas H Mukhtar.
Perlu diketahui, dari data yang dimiliki Apersi, sepanjang 2019, realisasi terkait penyediaan rumah hanya mencapai 89.190 unit, jumlah tersebut dibangun oleh 2.700 pengembang (developer) aktif.
“Apersi pun menargetkan penyediaan 221.180 unit rumah MBR pada tahun 2020 ini,” tutup pengembang senior Tanbu ini. (hif/K-1)