Banjarmasin, KP – Aliansi Pekerja Buruh Banua (PBB) Kalsel menyiapkan aksi demontrasi besar-besaran, dengan menurunkan 4.000 orang lebih untuk menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law.
“Kita rencanakan demo besar-besar pada 12 Agustus mendatang,” kata perwakilan Aliansi PBB Kalsel, Yoeyoen Indharto kepada wartawan, Kamis (6/8/2020), di Banjarmasin.
Aliansi PBB ini merupakan gabungan tiga organisasi buruh di Kalsel, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), yang merasakan dampak merugikan RUU ini terhadap pekerja.
Menurut Yoeyoen, penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini karena merugikan pekerja atau buruh, dengan menghilangkan upah minimum, hilangnya pesangon dan outsourching seumur hidup.
“Kontrak kerja seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif dan hilangnya jaminan sosial,” tegas Ketua FSPMI) Kalsel, didampingi Ketua KSPSI, H Sadin Sasau dan Ketua KSBSI Kalsel, Mesdi.
Selain itu, PHK dipermudah, hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha dan tenaga kerja asing unskill berpotenso bebas masuk ke Indonesia. “Ini jelas sangat merugikan kalangan pekerja atau buruh,” tambahnya.
Aksi demo besar-besaran ini juga menuntut mencabut Perpres Nomor 64 tahun 2020 tentang kenaikan BPJS Kesehatan, pencabutan PP Nomor 25 tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), penegakan peraturan per Undang-Undangan Tenaga Kerja dan mendukung semua pihak pada pencegahan penulara Covid-19 dan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
“Kita juga menginginkan Pergub yang mengatur pekerja/buruh ter PHK langsung masuk pada program penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan,” tegas Yoeyoen.
Yoeyoen menambahkan, aksi buruh juga menuntut agar pembahasan upah minimum provinsi (UMP) 2021 yang hingga kini belum dibahas, dan pandemic Covid-19 tidak dijadikan alasan untuk menunda kenaikan UMP ini.
“Buruh was-was jika UMP 2021 justru lebih rendah dibandingkan sebelumnya, bahkan kurang dari delapan persen, padahal biaya hidup mengalami peningkatan pesat,” tambahnya.
Untuk itu, Yoeyoen menginginkan adanya keberanian Gubernur Kalsel untuk menetapkan UMP 2021 jauh lebih tinggi dibandingkan UMP nasional, seperti halnya pada 2017 lalu, walaupun hanya 0,5 persen. “Kasihan buruh, jika UMP tidak mengalami kenaikan,” ujar Yoeyoen. (lyn/K-3)