Banjarmasin, KP – Segelas air teh manis di SMPN 12 Banjarmasin, senilai Rp7 ribu, tanpa ada makanan kecil tersedia bila dilakukan rapat di sekolah tersebut.
Hal ini diungkapkan salah satu guru SMPN 12 Banjarmasin bernama M Noor, saat menjadi saksi pada sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dana BOS di SMPN 12 Banjarmasin dengan terdakwa mantan Kepala SMPN Banjarmasin 12 Drs hairani dan Bendahara dana BOS Agustina Wahidah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (26/8/2020).
Menurutnya, dana BOS yang digunakan untuk makan kecil dan segelas teh setiap hari senilai Rp7 ribu. Tetapi setiap hari hanya dapat teh segelas tanpa ada kuenya.
“Kalaupun ada kuenya itu kadang-kadang saja. Pastinya saat ada rapat baru ada kue. Tapi intensitas rapat sangat jarang,” ujarnya.
Setahu dia lagi, dari dana BOS tiap kelas pada satu semester selalu mendapatkan ATK berupa kertas, spidol, penghapus, komoceng, sapu, dan tempat sampah. “Kalau habis seperti spidol bisa minta ke sarana dan prasana, kalau ada dikasih kalau tidak ada ya kita beli sendiri,” paparnya.
Saksi yang diajukan JU yang dikomandoi Arif Ronaldi tersebut juga mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam rapat pembahasan dana BOS. Sehingga ketika ketua majelis hakim Jamser Simanjuntak SH MH menanyakan besaran dana BOS yang didapat untuk SMPN 12 Banjarmasin, saksi dengan tegas mengatakan tidak tahu.
“Padahal kalau menurut saya pribadi, harusnya ada tim, supaya dana tersebut terarah, sehingga keiinginan pemerintah agar proses belajar mengajar berjalan baik bisa terlaksana,” ucap saksi ketika ditanya majelis hakim apakah menurut saksi perlu ada tim dana BOS.
Saksi lainnya Latifah yang juga berprofesi sebagai guru di SMPN 12 mengaku tidak pernah diundang dalam pembahasan dana BOS. Ia juga mengatakan tidak tahu berapa besar sekolah ditempat dia mengajar tersebut mendapat dana BOS setiap tahunnya khususnya tahun 2016-2018.
Senada Kepala TU SMPN 12 juga mengatakan, tidak tahu berapa sekolah mendapatkan dana BOS, sebab tidak pernah ada koordinasi soal dana BOS dengan pihak TU.
“Saya tidak berani tanya, soalnya ibu bendahara ini orangnya pemarah,’ ucap saksi.
Diektahui, hedua terdakwa yakni Drs Hairan bersama bendahara Agustina Wahidah didakwa telah menyelewengkan dana BOS dengan kerugian negara sebesar Rp500 juta.
Keduanya tidak dapat pertanggungjawaban sesuai peruntukan sejak tahun 2016-2019.
JPU Arif Ronaldi SH mendakwa keduanya melanggar pasal 2 dan 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH. (hid/K-4)