Oleh : Mariana, S.Pd
Guru MI Al Mujahidin II Banjarmasin
Menjadi bahan pembicaraan bahwa sekolah akan dibuka lagi dengan sistem normal life.Berbagaiupayapenanganan memang sudah banyak dilakukan. Namun solusi yang tak komprehensif ditambah dengan karakter virus yang unik, membuat wabah sangat sulit ditaklukkan. Kurva penambahan korban pun tak kunjung melandai. Bahkan gelombang kedua wabah siap-siap mengancam dunia termasuk Indonesia.
Mirisnya, di tengah suasana seperti ini, pemerintah negeri ini malah intens mempropagandakan kemestian seluruh rakyat menjalani kenormalan baru alias New Normal Life. Yakni sebuah tatanan hidup dimana seluruh rakyat diminta menjalani kehidupan normal di tengah virus yang siap memapar. Alasannya benar-benar pragmatis. Lima bulan wabah berjalan, perekonomian dunia memang nyaris collaps. Kebijakan lockdown atau semi lockdown yang diterapkan benar-benar telah memukul sektor ekonomi riil. Hingga gelombang PHK merebak di mana-mana dan penduduk miskin pun bertambah banyak. Di negeri ini penyebaran Covid-19 hingga hari ini masih mengkhawatirkan, menurut data per tanggal 2 Juni 2020, ada penambahan 609 kasus positif. Total kasus Covid-19 menjadi 27.549 orang. Total yang meninggal menjadi 1.663 orang. Ditengah situasi yang masih berbahaya ini, pemerintah malah berencana menyiapkan protokol untuk menghadapi New Normal atau situasi normal baru dan mengurangi PSBB dengan tujuan untuk memulihkan produktivitas.
Padahal WHO sendiri telah menetapkan syarat-syarat untuk bisa dilakukan prosedur new normal. Masih tingginya angka kasus Covid tersebut tidak aneh jika banyak ahli menilai kebijakan pelonggaran PSBB atau prosedur new normal itu terlalu terburu-buru dan ini sangat berbahaya. New normal istilah baru di tengah kita, memaksa manusia menghadapinya. Sudah saatnya tidak harus berdiam diri di rumah, memaksa manusia beraktifitas kembali seperti sedia kala di tengah pandemi corona. Lebih-lebih sektor pendidikan. Pendidikan ujung tombak dari sebuah bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang unggul dan memcetak SDM yang kreatif, inovatif dan berakhalaqul karimah.
Budaya salaman, berkerumun dengan jarak dekat, olahraga yang bersifat bersentuhan, tidak akan ditemui lagi di sistem pendidikan. Negara Korea Selatan adalah negara Asia yang pertama melakukan sekolah kembali setelah tiga bulan belajar di rumah. Lihatlah, bagaimana Korea Selatan sudah memulai babak baru model pendidikan di tengah Covid-19 pada hari Rabu, 20 Mei 2020. Salaman murid kepada guru dan cek suhu tubuh serta semprot hand sanitizer di Kyungbock High School, Kota Seoul. Meja yang berjarak, dan mejanya dibatasi dengan plastik di Gimhae High School, Kota Gimhae, dan begitu pula proses pembelajaran dengan membatasi meja kelasnya dengan plastik di Jionmin High School di Daejeon, Korea Selatan.
Beberapa negara lain yang sudah memulai sekolah, yaitu Belanda, sekolah di Jerman, Selandia Baru, Kanada, Vicroria Australia akan buka pada tanggal 27 Mei. Israel juga akan ikut membuka sekolah di bulan ini tapi masih ada penolakan. Di Shanghai siswa sudah mulai masuk. Potret pendidikan di Korea Selatan dan beberapa Negara lainnya akan terjadi di Indonesia. Segala teknis akan disiapkan guna menghadapi New Normal. Hidup yang baru, hidup dengan gaya yang sebelumnya belum pernah terjadi.
Bisa dibayangkan, bagaimana permainan anak SD nantinya, lebih-lebih anak TK. Butuh kesiapaan dan program terstruktur dan terencana. Negara tidak ingin, ketika sekolah dibuka semakin menambah kasus positif Corona. Seperti yang terjadi di Perancis, setelah sekolah dibuka 70 siswa TK dan SD terjangkit virus Corona. Sehingga pemerintah menutup sekolah kembali. Kebijakan berubah di tengah Covid-19 itu hal yang wajar. Namun, agar tidak menjadi bahan ejekan dan cibiran perlu disiapkan secara matang baik dari sisi positif dan negatifnya. Sehingga nantinya ketika sekolah benar-benar masuk, siswa mampu beradaptasi dengan New normal. Tentu dalam implementasinya di sekolah nanti dibutuhkan kedisplinan yang sangat tinggi, sekali lagi kedisplinan yang sangat tinggi. Budayamencucitangan, sekolah menyiapkan diberbagai sudut dan tempat. Budaya menjaga jarak, saat pekerjaan kelompok di kelas ataupun saat istirahat. Budaya antri yang berjarak, antri saja masih sulit apalagi berjarak. Makanya, butuh edukasi bagi guru dan pengelo
la sekolah nantinya.
Ada yang perlu disiapkan hidup New Normal dalam pendidikan. Diantaranya adalah pertama, kesiapan guru dalam merubah tradisi yang mengakar kuat. Mulai dari salaman, karena takdzimnya siswa kepada guru, sampai-sampai tangan guru dicium. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini nantinya akan pudar. Bukan menghilangkan, tapi karena menjauhi dari teman baru kita bernama Covid-19 atau Corona. Berkerumun bersama teman dan kebiasaan lainnya. Kedua, kesiapan guru dalam mengedukasi peserta didik. Tidak lantas baru pertama masuk langsung pelajaran, butuh orientasi baru kepeserta didik tentang bagaimana hidup di New Normal. Terus disuarakan, di kelas, di kantin, di dinding sekolah bahkan di toilet sekalipun. Pendoktrinan hidup dengan kebiasaan baru terus dibiasakan. Dan guru adalah garda terdepan dalam menjadi panutan.
Ketiga, kesiapan sarana sekolah untuk mengantisipasi virus Corona harus memadai. Siswa mulai masuk pintu gerbang sudah mengantri cek suhu badan, telapak tangan disemprot hand sanitizer, meja yang sudah terbatasi dengan plastik. Hand sanitizer di beberapa sudut sekolah yang tanpa disentuh (model diinjak dengan kaki). Poster dan spanduk tentang budaya hidup new normal menghiasi tembok sekolah. Kelas yang awalnya diisi maksimal 40 berubah jadi 20 dengan posisi duduk berjarak.
Keempat, merubah sikap pola hidup bersih. Ini bisa dilihat dari toilet sekolah, jika toilet sekolah bersih ruangan lain dipastikan juga bersih. Walaupun tertulisan nadhofatuminaliman, namun tidak dijalankan maka penyakit akan datang.
Kelima, perubahan kurikulum dalam beberapa mata pelajaran. Tidak lagi gambar dalam buku yang bergerombol, gambar yang bersentuhan antar anak, gambar salaman antara guru dan murid. Kok sampai ke situ? Untuk merubah kebiasaan disamping dari tauladan dan arahan guru juga buku dan informasi kepada siswa dipertimbangkan.
Butuh keseriusan dan budaya baru jika benar-benar nantinya sekolah, kampus dan pondok pesantren dibuka. Dengan selalu mengikuti protokol pemerintah dan mengedepankan keselamatan. Ini adalah fakta di sistem kapitalis berbagai cara yang dilakukan akan tetapi pemerintah tidak pernah menawarkan solusi kembali ke Islam karena di sistem Islam tidak ada konsep New normal karena menurut ajaran Islam yang namanya kehidupan normal adalah ketika kehidupan masyarakat bernafaskan Islam. Aturan yang menjadi kiblat manusia adalah aturan agama Islam. Memakan kelelawar adalah haram, utang piutang dengan riba adalah haram, apalagi mengorbankan nyawa manusia demi lancarnya usaha para pebisnis adalah haram.
Sudah saatnya umat kembali ke pangkuan sistem Islam. Yang Negara dan penguasanya siap menjalankan amanah sebagai pengurus dan perisai umat dengan akidah dan syariat. Hingga kehidupan akan kembali dilingkupi keberkahan dankemuliaan, sebagaimana Allah SWT telah memberi mereka predikat bergengsi, sebagai sebaik-baik umat. Waalahu ‘alambishawab