Oleh : Mariana, S.Pd
Guru MI Al Mujahidin II Banjarmasin
Sekarang ini sudah memasuki musim kemarau dan di Kalsel sangat rentan terhadap kebakaran, sudah muncul titik api meskipun sebagian daerah sudah ada diguyur hujan dan masih belum dipastikan apakah titik api tersebut berasal dari lahan atau berasal dari yang lain. Peningkatan kewaspadaan sangat perlu terhadap terjadinya kebakaran hutan seiring datangnya musim kemarau.
Meski pemerintah saat ini tengah fokus pada upaya percepatan penanganan pandemi Covid-19, namun ancaman kebakaran hutan tak diabaikan atau tetap menjadi perhatian. Bahkan Presiden Joko Widodo telah melakukan antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan memang masih terjadi namun dalam skala yang lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
Karhutla biasanya dimulai dengan terjadinya jeda hujan atau Hari Tanpa Hujan (HTH). Jika HTH terus berlanjut maka titik panas berpotensi berkembang menjadi titik api yang pemicu kebakaran. Setiap tahun masalah karhutla ini pasti ada dan tidak ada penanggulangan yang signifikan dari Pemerintahan Daerah.
Sekarang untuk meantisipasi dan meminimalisir karhutla tahun ini, Pemprov kalsel telah membentuk satuan tugas (satgas) pencegahan Karhutla yang melibatkan personil gabungan dari Polda Kalsel dan Korem 101 Antasari dan Gubernur pun Sahbirin Noor mengatakan terbentuknya Satgas Pencegahan Karhutla, maka dirinya tak segan-segan menindak tegas para pembakar lahan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Penanggulangan Karhutla ini banyak diadakan simulasi tujuannya agar meningkatkan kerjasama dan sinergitas dalam rangka penanggulangan Karhutla secara proposional dan professional. Gabungan penanggulangan karhutla tentang petunjuk teknis penanggulangan kebakaran lahan, juga menghimbau untuk menggunakan aplikasi pencegahan karhutla berbasis IT milik Direktorat Reserse Kriminal khusus (Diteskriminasi) Polda Kalsel yang diberi nama aplikasi Bekantan sekaligus mendata relawan yang tergabung. Banyak bencana penyebabnya adalah ulah manusia, seperti kerusakan lingkungan dan kebakaran yang telah mengancam ditengah kehidupan masyarakat.
Hilangnya vegetasi tutupan muka bumi terjadi karena dibukanya perkebunan sawit dan eksplorasi tambang secara besar-besaran. Semua dilakukan oleh para korporasi besar, tanpa mengindahkan perbaikan lahan sekitarnya. setiap kemarau kekeringan bakal melanda beberapa daerah di Indonesia termasuk Kalsel sebab mayoritas lahan yang harusnya menjadi penjaga simpanan air tanah tandus akibat penggundulan hutan.
Kejadian kebakaran terhitung dari 25 Agustus kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kalsel paling banyak di daerah Banjarbaru yang tercatat sebanyak 22 kali. Itu semua adalah kejadian kebakaran lahan semua yang mengakibatkan areal seluas 13,34 hektar terbakar, kemudian disusul tanah laut 8 kali kejadian dengan lahan terbakar seluas 13,2 hektar, kemudian daerah ke tiga terbanyaknya lahan terbakar yakni di Balangan sudah 7 kali kejadian melahap 4,53 hektar yang suduah terbakar.
Seperti yang terjadi di kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan (Kalsel) dikepung kabut oleh asap hingga jarak pandang hanya radius 1 meter. Kejadian seperti ini membuat kesulitan untuk pengendara karena dihalangi oleh kabut asap dan banyak pengendara hanya menepi saat mengendara kendaraannya, ini baru kawasan daerah Batola belum lagi dikawasan daerah lain yang sangat membahayakan adanya Karhutla ini. Asap yang tebal membuat bahaya bagi masyarakat selain itu banyaknya penyakit yang bermunculan salah satunya adalah penyakit sesak pernafasan atau dalam medis dikatakan penyakit ISPA dan dimasa pandemi ini sangat erat hubungannya dengan covid 19 karena gejala dari covid 19 salah satunya juga sesak nafas.
Jika di areal hutan, yang paling sering adalah di daerah Balangan lima kali kejadian dengan areal hutan sudah 8,5 hektar yang terbakar, kemudian Kabupaten banjar satu kali kejadian melahap 0,02 hektar hutan terbakar. Plt kepala BPBD Kalsel Roy Rizalli Anwar melalui Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Benacana pada BPBD Kalsel. Ini lah data yang benar Sahruddin mengatakan hal tersebut dan sementara paling banyak untuk lahan terbakar itu Banjarbaru dan Tanah laut.
Setiap tahun selalu terjadi, tidak ada solusi atau penanganan terhadap Karhutla ini yang seharusnya Pemerintah membuat program atau pemetaan daerah yang rawan akan terjadinya Karhutla ini, sehingga tidak seharusnya selalu terulang.
Inilah bukti kapitalisme yang telah mengahancurkan lingkungan dan sekaligus membuat rakyat menderita, seharusnya dikembalikan seluruh SDA ke tangan rakyat sesuai syariat Islam lalu pengelolaannya boleh diatur oleh Negara demi kemaslahatan rakyat.
Di sistem rezim ini permasalahan dan solusi tidak sampai ke akarnya karena ini lah sistem yang tidak akan pernah terselesaikan, beda dengan sistem islam yang pernah diterapkan setiap masalah akan dipikirkan dan diberikan solusi sampai ke akarnya apalagi masalah ini selalu terulang.
Kewajiban Negara lah yang akan menyelesaikan masalah seperti ini bukan diserahkan kepada rakyat itu sendiri. Bukti kegagalan rezim sangat terlihat dan tidak seharusnya untuk diterapkan lagi, maka pantaslah untuk diganti dan kembali hanya kepada Islam. Rakusnya kapitalisme yang mengekploitasi alam yang hanya menimbang dari segi nilai ekonomi tanpa memperdulikan dampak pada alam dan lingkungan. Waalahu ‘alam bishawab.