Banjarmasin, KP – Siapa yang tidak kenal dengan kerupuk? Sejak dulu, camilan renyah ini begitu populer. Kerupuk sering menjadi salah satu makanan pendamping, yang menemani saat menyantap makanan utama.
Dengan rasa yang gurih dan tekstur renyah, menjadikan kerupuk sebagai pelengkap setiap hidangan, yang harus selalu tersedia di meja makan.
Sekitar tahun 2000-an, fenomena itu, dianggap Syaiful Hidayat, warga jalan Belitung Darat, Banjarmasin Barat, sebagai sebuah peluang usaha yang menjanjikan untuk digeluti.
Ia pun mulai merintis usaha kerupuk dengan keyakinan dan ketekunan.
Dua dasawarsa berlalu, tak sedikit kerikil-kerikil tajam yang menghadang. Namun, berkat keuletannya, bisnis kerupuk Pak Dayat, sapaan akrabnya, kini mulai berbuah manis. Dari usahanya ini, ia mampu menghidupi keluarga, dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. Bahkan, anak pertama dan keduanya berhasil ia hantarkan menjadi sarjana.
Meski hanya usaha rumahan, namun kerupuk yang diberinya cap ‘Tiga Saudara’ ini memiliki pelanggan tetap yang tersebar di beberapa pasar tradisional di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Batola. Selain itu, ada pula pedagang-pedagang kerupuk keliling yang langsung datang ke rumah untuk mengambil.
“Pelanggan tetap kami ada dari Pasar Lama, Pasar Kalindo, Pasar Teluk Tiram, Pasar HKSN dan Pasar Berangas. Sisanya adalah penjual kerupuk keliling yang biasanya menjual eceran menggunakan sepeda dan sepeda motor,” tutur Pak Dayat, saat disambangi di rumahnya, Rabu (16/9).
Usaha mandiri kerupuk Tiga Saudara yang dikelolanya bersama keluarga ini, mempekerjakan 8 orang karyawan, yang rata-rata didominasi ibu rumah tangga. Beroperasi mulai pukul 7.30 wita hingga pukul 16.00 wita. “Semua dikerjakan secara manual, mulai menggoreng hingga pada pengemasannya,” tutur pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat ini.
Untuk bahan baku, Pak Dayat mengaku sudah ada yang memasoknya dalam bentuk kerupuk mentah. Dimana, bahannya semua didatangkan dari daerah Jawa Timur.
“Ada beberapa jenis kerupuk yang kami kemas, seperti kerupuk siput yang ukurannya agak kecil, kerupuk mawar dan kerupuk bawang yang ukurannya sedikit lebih besar,” ujar Pak Dayat sambil menunjuk kerupuk yang berwarna putih.
Selain itu, lanjutnya, ada juga jenis kerupuk semprong, kerupuk tempe, kerupuk tahu, kerupuk acan (terasi) dan kerupuk ketumbar, yang kesemuanya dibungkus manual dengan kemasan plastik.
“Harganya bervariasi tergantung jenis kerupuk. Pelanggan saya semuanya pedagang dan penjual kerupuk keliling. Tentu, ada harga khusus bagi mereka, agar ada untung saat dijual lagi. Yah, bagi-bagi keuntungan lah,” imbuh ayah tiga anak ini.
Ditanya dampak wabah Corona terhadap usahanya, pria berusia 54 tahun ini mengaku, Covid-19 tak mempengaruhi bisnis yang dijalankannya. Grafik omzetnya cenderung naik. Kerupuk yang renyah, justru bergeming di tengah pandemi.
“Alhamdulillah, selama pandemi Covid-19, permintaan kerupuk cukup stabil, tidak turun, bahkan ada kenaikan permintaan. Mungkin, karena kerupuk ini dikonsumsi oleh semua kalangan, disukai anak-anak hingga orang dewasa, dan harganya yang murah. Bahkan, kerupuk bisa menjadi pengganti ikan di saat harga-harga lauk melambung tinggi. Orang bisa makan nasi hanya dengan kerupuk saja,” sebutnya, sambil tersenyum. (opq/K-1)