Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Bersiap Menghadapi Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan

×

Bersiap Menghadapi Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dr H Kasypul anwar
Dosen Uniska

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan bangsa sebagaimana tertuang dalam pasal 31 UUD 1945, dimana negara wajib memenuhi hak rakyat atas pendidikan tersebut tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Pendidikan merupakan syarat mutlak majunya suatu bangsa dan merupakan instrumen penting untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam percaturan politik, ekonomi, hukum, budaya serta pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia secara global. Oleh karena itu pendidikan wajib diperhatikan oleh pemerintah baik dalam segi pendanaan maupun kurikulum agar tercipta pendidikan yang maju dan bermutu. Lantas bagaimana kabar pendidikan di Indonesia di era globalisasi saat ini?

Baca Koran

Pada era ini, nyatanya pendidikan Indonesia telah terjebak dalam komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. Liberalisasi yang telah diterapkan di Indonesia telah menggeret sektor-sektor penting yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk dikomersialisasi atau diperdagangkan, tak terkecuali dalam sektor pendidikan.Sektor publik yang seharusnya dijamin aksesnya secara luas dan terbuka ini,tak luput dari jeratan liberalisasi yang terikat dalam berbagai skema perdagangan dan jasa. Akibatnya, pendidikan terancam berorientasi pasar dan berlogika kuantitas semata.

Pendidikan sebagai ladang bisnis seakan menjadi trend tersendiri di dunia pendidikan. Tidak dapat dihindari lagi bahwa sekolah masih membebani dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Biaya pendidikan yang mahal sebenarnya mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas lembaga pendidikan di Indonesia, apalagi di era globalisasi saat ini segala sesuatu banyak dinilai dengan materi. Lembaga pendidikan saling bersaing dalam peningkatan mutu dan fasilitas untuk menarik peminat sehingga berakibat pada mahalnya biaya pendidikan. Namun sayangnya, individu yang berasal dari kelas bawah tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang berkualitas seperti individu yang berasal dari kelas atas. Hal ini mengubur impian mobilitas kelas sosial bawah untuk memperbaiki kelas sosialnya. Fenomena ini tentunya bukan hal yang sepele, pasalnya hal ini menyangkut keadilan dan hak warg
a negara untuk mendapat pendidikan yang bermutu dan berkualitas.

Baca Juga :  PALSU

Pendidikan di era ini layaknya sebuah barang yang dapat diperjualbelikan, seakan-akan pendidikan dapat dipesan menurut kemampuan modal ekonomi masing-masing individu. Wajar saja jika hal ini justru menimbulkan kelas-kelas sosial dan kesenjangan baru dalam masyarakat. Liberalisasi pendidikan berimplikasi pada visiologis pendidikan yang salah, visi yang berlogika untung-rugi, mahal-murah, dan hal-hal yang ditujukan untuk profit-oriented.

Adanya komersialisasi dan liberalisasi pendidikan menggambarkan bahwa praktik pendidikan layaknya mesin produksi yang siap mem-supplay pasar industri dan diukur secara ekonomis semata. Lulusan yang dihasilkan cenderung bermental robot yang patuh pada kualifikasi dunia kerja, sementara penanaman nilai-nilai kearifan lokal dan akhlak kurang diperhatikan. Praktik lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi transfomasi dan konservasi nilai-nilai budaya telah terpengaruh oleh kepentingan kaum pemodal.

Ya memang tak bisa dipungkiri, terdapat banyak peran swasta dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Peran swasta yang dimaksudkan ini berupa komersialisasi dan liberalisasi pendidikan untuk menciptakan keuntungan bagi para pemangku modal di swasta. Peranan swasta ini dapat dimungkinkan karena swasta memiliki kapabilitas dan modal yang besar untuk dapat menjalankan bisnisnya di ranah pasar pendidikan. Pihak swasta yang masuk dalam penyelenggaraan pendidikan menggandeng pemilik modal besar untuk mendirikan sekolah-sekolah atau perguruan tinggi bagi kalangan elite. Lagi-lagi indikasi profit-oriented muncul disini. Pihak swasta juga bermitra dengan sekolah atau perguruan tinggi asing untuk mendirikan lembaga yang sama di dalam negeri, dengan menerapkan berbagai model, seperti penggunaan tenaga pengajar dari luar negeri, alih kredit, hingga adopsi kurikulum. Lantas apa akibatnya?

Akibatnya, kemampuan SDM di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas standar yang telah ditentukan oleh pihak yang punya kepentingan. Pendidikan dan ilmu pengetahuan hanya dinilai sebagai jajaran angka-angka indeks prestasi untuk menunjang syarat terjun di dunia kerja yang semakin kompetitif dan liberal. Pendidikan tidak lagi ditempatkan sebagai alat membangun kepribadian dan intelektual bangsa, namun justru menjadikannya sebagai komoditi bisnis.Tingkat keberhasilan dan kualitas pendidikan hanya diukur pada besarnya jumlah lulusan sekolah yang dapat diserap oleh sektor industri. Ketika ini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan, maka kurikulum pendidikan juga akan turut disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.Sehingga bukan tidak mungkin lagi untuk mengadopsi sistem pendidikan yang sebenarnya berbeda dan jauh dari karakter bangsa Indonesia.

Baca Juga :  Hijrahnya Pustakawan

Gelombang globalisasi, yang juga membawa isu liberalisasi didalamnya, tidak bisa kita hindari. Secara umum, pandangan liberal menjunjung tinggi martabat manusia dan kemerdekaannya. Liberalisasi pendidikan memberikan peran yang luas kepada pihak swasta dan asing untuk dapat menjadi instrumenpeningkatan mutu pendidikan di Indonesia, karena adanya keleluasaan kepada pengelola/penyelenggara pendidikan untuk mengoptimalkan perannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika lepas orientasinya dengan filosofi dan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia, yang akibatnya justru menjebak pendidikan menjadi instrumenekonomi (bisnis).

Pemerintah dan masyarakat tentunya mengharapkan terwujudnya pendidikan yang ideal di Indonesia. Pendidikan Indonesia akan maju apabila bangsa Indonesia menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur dan karakter bangsa Indonesia. Pemerintah perlu memberikan batasan yang tegas agar masuknya pemodal asing, sebagai penyelenggara pendidikan luar negeri/asing, tidak mematikan penyelenggara pendidikan lokal. Hal ini dikarenakan liberalisasi pendidikan membuka peluang asing untuk mendikte sistem pendidikan nasional dan berubahnya lembaga pendidikan yang bernuansa sosial menjadi ajang bisnis. Dan inilah yang mejadi titik krusial penolakan sejumlah kalangan terhadap liberalisasi pendidikan. Kebijakan-kebijakan pemerintah juga harus mampu mengakomodir masyarakat kelas bawah untuk dapat mengakses pendidikan yang berkualitas. Konsentrasi untuk pengembangan pendidikan dan akomodasi intelektualitas pada masyarakat kelas bawah harus dikedepankan dan diutamakan, karena hal ini akan berimplikasi pada status sosial-ekonomi masyarakat kedepannya. Pembangunan sekolah maupun universitas negeri di Indonesia perlu dikedepankan baik dari segi mutu maupun sarana dan prasarana, sehingga mampu mengembangkan kualitas dan meningkatkan daya saingnya. Mari kita bangun sistem pendidikan yang mengakar pada kultur sendiri, namun tetap terbuka terhadap aus globalisasi yang konstruktif.

Iklan
Iklan