Banjarmasin, KP – Sedikit-demi sedikit dugaan korupsi dana desa dengan terdakwa Muslim, Kepala Desa (Kades) Binjai Pemangkih Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), mulai terkuak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.
Pada sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, terungkap kalau terdakwa meminta kelebihan uang pembayaran. Bahkan, terdakwa belum melunasi uang pembelian bahan material.
Muhamad Yusuf salah satu dari tiga saksi mengakui, kalau pembayaran yang dilakukan terdakwa punya kelebihan yang dikembalikan kepada terdakwa.
“Pengembalian tersebut sesuai dengan pembicaraan dengan terdakwa, tetapi berapa dana yang dikembalikan tersebut saya tidak ingat,” kata dia dihadapan majelis hakim dengan ketua Sutisna Suwasti didampingi Fauzai dan Dana Hanura, Senin (12/10/2020).
Bahkan, ia juga menyatakan, sampai saat ini belum dilunasi oleh terdakwa yang membeli batu kerikil, pasir, batu gunung dan bahan lainnya senilai Rp30 juta.
“Setiap pembelian barang yang dilakukan terdakwa, selalu lebih dari harga yang kami tetapkan dan selalu kelebihan tersebut diambil terdakwa,’’ ujar saksi.
Diakuinya juga, dalam hal pembelian bahan bangunan tersebut, dirinya dan terdakwa termuat dalam akta perjanjian. “Sedangkan masalah administasi keuangan pada tokonya selalu diurus oleh sang istri,” ujarnya.
Kesaksian ini dibantah terdakwa dalam sidang secara virtual tersebut. “Uang lebih pengembalian dari saksi adalah untuk pembayaran pajak,” ungkapnya.
Pada perkara ini, Muslim didakwa pasal 2 UU RI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU RI No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan primair, kemudian untuk dakwaan subsidair pasal 3 UU yang sama.
“Dalam dakwaan, kades tersebut sejak 2017 tidak dapat mempertanggungjawabkan dana desa yang dikelolanya sebesar Rp215.325.000, yang merupakan unsur kerugian negara,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sahidanoor, pada sidang perdana, beberapa waktu lalu.
Kemudian terdakwa melakukan penarikan uang di rekening kas desa tanpa sepengetahuan sekretaris dan bendahara. Penarikan sebesar
Rp215.325.000 dilakukannya terdakwa dengan cara membuat 20 dokumen penarikan dana yang didukung Surat Permintaan Pembayaran (SPP) atas kegiatan yang tidak dianggarkan dan kegiatan fiktif yang sebenarnya tidak dilaksanakan di 2017.
Bahwa dalam pembuatan 20 SPP tersebut terdakwa membuatnya melalui komputer kantor desa yang didalamnya terdapat file pembuatan SPP dari tahun sebelumnya.
Kemudian seluruh tandatangan yang terdapat di SPP tersebut ditandatangani sendiri oleh terdakwa tanpa sepengetahuan saksi Syahruli (sekretaris desa) dan Abdul Kadir (bendahara desa).
Uangnya digunakan terdakwa untuk bayar hutang, menebus rumah yang digadaikan, membayar hutang upah tukang rumah dan untuk keperluan pribadi lainnya. (hid/K-4)