Banjarmasin, KP – Wakil Ketua APINDO Kalimantan Selatan, Salim Fahri, mewanti-wanti agar para buruh di Banua tak ikut-ikutan aksi unjuk rasa terkait penolakan Undang-undang Omnibus Law.
Dia menegaskan bahwa, sesuai kesepakatan seluruh para pengusaha di Kalsel tak ada perusahaan yang mengizinkan para pekerjanya untuk mogok kerja apalagi sampai turut menggelar aksi demo.
“Tidak ada aksi di perusahaan, termasuk ke DPRD. Tidak ada. Ini sudah kesepakatan, Kalsel kondusif,” ujar Salim Fahri saat dihubungi melalui telepon, Rabu (07/10/2020).
Salim mengatakan, kesepakatan ini sesuai hasil rapat koordinasi antara pengusaha, serikat buruh, dan Kepolisian Daerah (Polda) Kalsel yang diadakan sejak Jumat (02/10/2020) hingga hari ini tadi.
“Kita sudah koordinasi dengan Polda. Sejak Jumat sampai hari ini. Isinya koordinasi pengusaha dan serikat pekerja untuk tidak turun,” tegasnya.
Lantas bagaimana jika ada perusahaan atau buruh yang melanggar? Jika itu terjadi ujar Salim, tentu bakal peringatan.
Bahkan, jika sampai ada buruh yang menggelar aksi demo hingga bersikap anarkis, dengan melakukan pengrusakan aset perusahaan maka bisa saja disanksi berat, bahkan dipecat.
“Kalau tidak kami terapkan undang-undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Kalau melawan masih mau unjuk rasa, kalau sampai merusak diberhentikan,” tegasnya.
Hingga saat ini tanda-tanda adanya aksi demonstrasi para buruh untuk turun berbarengan dengan aksi para Mahasiswa yang rencananya digelar di depan Kantor DPRD Kalsel, Kamis (08/10/2020) belum terlihat.
Terlebih, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FPSMI) Kalsel, Yoeyoen Indharto, sebagai Presidium Alias Persatuan Buruh Banua (PBB) masih berada di Jakarta.
Yoeyoen bersama satu rekannya sengaja berangkat ke pusat sejak Jumat pekan lalu dalam rangka membicarakan tindak lanjut terkait penolakan Undang-undang Omnibus Law.
“Kalau tidak ada pimpinannya ya susah juga, khususnya pada kami ya,” ucap Yoeyoen di Jakarta, saat dihubungi melalui sambungan telepon. (sah/K-3)