Oleh : Denissa Adistyama Putri
Mahasiswa
Idealnya sebuah pernikahan yang tercatat dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bagi sepasang kekasih berada pada umur 21 Tahun untuk perempuan dan 25 Tahun untuk laki-laki. Sebuah umur mungkin sangatlah penting dalam sebuah pernikahan karena jika selisih umur sepasang kekasih terlalu jauh pasti akan menjadi bahan perbincangan serta menjadi konsumsi masyarakat banyak. Dan sedikit banyaknya dampak dari itu akan mengakibatkan ketidaknyamanan dari pasangan tersebut. Namun pada masa kini sangatlah banyak pasangan yang sangat muda melakukan pernikahan.
Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) ada beberapa faktor yang mengakibatkan terlangsungnya pernikahan dini. Banyaknya perempuan yang tinggal di daerah pedesaan melakukan pernikahan dini yang rata rata masih berusia di bawah 18 tahun, sedangkan dikota lebih sedikit munculnya pernikahan dini apalagi jika masih berusia dibawah 18 tahun. Mungkin banyaknya hal tersebut berangsung di pedesaan karena adanya perjanjian antara orang tua atau tentang permasalahan ekonomi.
Maraknya pernikahan dini yang terjadi dibawah umur 18 tahun (untuk perempuan) sangat banyak berdampak pada diri perempuan tersebut serta keluarga. Karena dibawah usia 18 tahun masih sangatlah minim pengetahuan tentang bagaimana sebuah “pernikahan” yang seharusnya. Bisa dilihat dari mental yang belum siap, cara mengatur keuangan, menyatukan dua keluarga, emosi yang belum bisa diolah dengan baik, saling mengerti, berkompromi dan bertoleransi, serta hal hal lainnya yang seharusnya seseorang itu mengetahui bagaimana pernikahan yang baik.
Pernikahan usia anak di bawah 18 tahun dinilai bentuk pengingkaran negara terhadap, sekaligus pengabaian terhadap hak perlindungan bagi anak dari segala bentuk diskriminasi. Pasalnya, ketika negara membuka peluang terjadinya pernikahan anak, hal yang bertentangan dengan upaya negara melakukan pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia (HAM). Sehingga, pernikahan anak bentuk pelanggaran hak-hak anak.
Setidaknya, hak-hak yang dilanggar dalam pernikahan anak yaitu hak tumbuh kembang, hak pendidikan, hak atas sumber penghidupan, hak sosial-politik, hak bebas dari kekerasan.
Pernikahan di bawah 18 tahun juga bentuk pemaksaan bagi anak perempuan untuk memikul tanggung jawab secara fisik atau psikologis dimana kondisi mereka sesungguhnya tidak siap. Jika membiarkan anak menikah dibawah usia 18 tahun sama dengan menghilangkan jaminan bagi anak perempuan untuk terbebas dari dari kekerasan dan diskriminasi. Ini sama saja memperluas jumlah perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik berupa kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran ekonomi.
Pernikahan di bawah usia 18 tahun bagi perempuan harus diartikan pernikahannya tidak sah. Sebab, pernikahan itu telah mengandung pelanggaran hak-hak anak yang dijamin Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dimana pasal itu berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Adapun peraturan yang telah ditetapkan oleh undang undang dasar tahun 1945 yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun” (Pasal 7 ayat 1 Tahun 1974). Dari pengalaman serta banyaknya cerita yang saya dapatkan bahwasanya mungkin tepat pada umur 19 tahun tidak bisa juga menjamin jika pasangan itu sudah cukup siap untuk menjalankan sebuah pernikahan. Karena menurut saya hal yang membuat seseorang dianggap dewasa atau siap untuk menjalankan pernikahan bukan diukur dari umur, tetapi mungkin bisa diukur dari kesiapan mental, fisik, serta ekonomi dari pasangan tersebut.
Saya bisa mengeluarkan pendapat tersebut dikarenakan fakta yang ada di lingkungan sekitar serta dalam masyarakat banyak yang sebenarnya sangat belum siap untuk menjalankan sebuah pernikahan. Serta banyak orang pasti mengingkan pernikahan hanya satu kali seumur hidup, hal itu dapat diwujudkan dengan cara bahwa pasangan tersebut harus memiliki kesiapan yang sangat matang serta pegetahuan yang cukup untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis.
Jadi, jikalau menginginkan sebuah pernikahan yang baik maka sangatlah harus didukung oleh kesiapan yang menyeluruh karena hal itu akan sangat berdampak dalam sebuah hubungan pernikahan. Mungkin baiknya menurut saya kita harus memberikan contoh pernikahan yang bahagia kepada anak cucu kita dimasa yang akan datang, karena sepertinya pernikahan yang bahagia juga merupakan sebuah warisan.