Banjarmasin, KP – Beberapa hari yang lalu, Dinkes Kota Banjarmasin baru saja mensosialisasikan program vaksinasi Cobid-19 yang saat ini juga tengah gencar dijalankan oleh masing-masing Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.
Sosialisasi tersebut juga memberitahukan bahwa adanya sanksi bagi warga yang menolak untuk divaksin. Hal itu menjadi perhatian oleh anggota Tim Pakar Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, dari Bidang Antropologi Budaya, Nasrullah.
Dosen di Program Studi (Prodi) Pendidikan Sosiologi dan Antropologi (Sos-Antro) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM Banjarmasin itu menekankan bahwa ancaman atau penjatuhan sanksi bukanlah bahan utama untuk disosialisasikan.
Ia menilai, tantangan penting adalah bagaimana cara menjalankan sosialisasi yang persuasif dan humanis, agar mampu menyadarkan agar masyarakat mau divaksin.
“Maka sembari vaksinasi berlangsung, kita harus terus menggencarkan sosialisasi melalui media massa dan media sosial,” tulisnya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Kalimantan Post, Minggu (7/3) siang.
Kemudian, pria dengan sapaan Inas itu menambahkan, Orang-orang yang telah divaksin dinilai mampu menjadi agen perubah mindset warga, bahwa suntik vaksin itu hanya perlu waktu sekian detik saja.
“Terlebih lagi jika yang divaksin dari kalangan tokoh agama, ulama, pendeta. Sehingga mereka bisa menyampaikan kepada jamaah masing-masing berdasarkan pengalaman yang dialaminya usai bervaksin,” tambahnya.
Tidak hanya itu, mantan Jurnalis di salah satu media cetak di Kalimantan Selatan itu menegaskan, bahwa perlunya vaksinator atau petugas yang menyuntikkan vaksin memang benar-benar menguasai teknik injeksi.
“Khususnya secara performance, agar tidak menimbulkan rasa takut, tapi justru membuat perasaan menjadi nyaman,” imbuhnya.
Kendati demikian, Nasrullah tak menampik bahwa proses mengajak seseorang untuk ikut menjalani vaksin Covid-19 itu tidaklah mudah.
“Bisa jadi sebagian warga ada yang melakukan penolakan, justru tantangan kita adalah bagaimana masyarakat rela untuk divaksin,” tulisnya.
Menurutnya, penolakan vaksinasi tersebut sebenarnya bisa dilihat dari berbagai penyebab. Pertama, bukan karena vaksinasi, tapi warga memang takut disuntik. Maka tanpa divaksin pun, mendengar akan disuntik yang bersangkutan bisa jadi ketakutan.
“Sebenarnya, faktor mindset yang jauh ditanam dalam benak kita sejak lama. Dokter dalam wujud orang berkacamata apalagi membawa tas tenteng, ada stetoskop melingkar di leher, jadilah ia sebagai sosok yang ditakuti,” bebernya.
“Apalagi ditambah adanya orangtua yang menakut-nakuti anak nakal diucapkan kalimat untuk menakut-nakuti dengan kalimat awas ada dokter, nanti kamu disuntik! Ini akan menambah rasa takut,” tukasnya.
Kedua, adanya orang yang tidak mau divaksin dikarenakan karena lebih dahulu mendapatkan informasi yang tidak berimbang. Biasanya dikarenakan kabar hoaks yang juga berisi kecurigaan, rasa takut berlebih dan dampak buruk vaksin.
“Kebanyakan ini dikarenakan kemampuan literasi yang masih rendah sehingga daya saring dan daya serap informasi yang akurat menjadi lemah,” tuturnya.
Hal Ketiga yang menjadi faktor adanya penolakan vaksin di masyarakat dikarenakan informasi jangan sampai tidak konsisten.
Seperti informasi saat awal terjadinya pandemi Covid-19, penggunaan masker hanya bagi yang sakit, kemudian masker wajib untuk semua.
“Informasi seperti ini akan membingungkan dan yang dipahami publik ada ketidakkonsistenan informasi,” tegasnya.
Karena itu, Nasrullah berharap instansi yang bersangkutan harus mampu menyampaikan informasi tentang manfaatnya atau uji coba dari vaksin yang telah dilakukan tersampaikan dengan benar.”Sehingga layak untuk digunakan harus mampu meyakinkan masyarakat luas,” tuturnya.
Selain itu, Informasi terkait prosedur vaksinasi juga penting, sebab ada juga warga yang sebaliknya yang “kahandakan” (ingin segera) divaksin. Ia menilai, bahwa kelompok tersebut perlu diakomodasi, setidaknya mendapatkan kepastian jadwal divaksin.”Yang jelas, kita harus sukseskan vaksinasi anti Covid-19 secara humanis kepada masyarakat,” tutupnya. (Zak/K-3)