Oleh : Rina Dewi Astuti, M.Pd
Guru SMPN 4 Banjarmasin
Masih lekat diingatan kita, bukan euforia yang kami rasakan di pembuka awal tahun, belum musnah si virus corona dari negeri ini sudah disambut bencana alam yang terjadi di Banua tercinta ini pada awal tahun 2021. Bencana alam yang terjadi adalah bencana banjir yang menimpa beberapa kota dan Kabupaten di Kalimantan Selatan. Menurut informasi Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 10 Kabupaten/Kota terdampak banjir di Provinsi Kalimantan Selatan, antara lain Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola .
Sepanjang tahun 2018-2020, Kalimantan Selatan telah mengalami 73 kali banjir. Jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2018, banjir melanda 15 kali, tahun 2019 sebanyak 20 kali dan tahun 2020 menjadi 38 kali dan terparah terjadi pada tahun 2021. Ratusan ribu warga yang mengungsi dari berbagai pelosok di wilayah yang terdampak banjir, bahkan ada yang meninggal. Banyak rumah dan jalanan yang rusak akibat derasnya arus banjir. Adapun infrastruktur yang terdampak akibat bencana ini meliputi 18.294 meter jalan terendam, 21 jembatan rusak dan 66.768 rumah terendam. Tak hanya itu, banjir ini juga menyebabkan 18.356 hektar lahan pertanian di 11 kabupaten/kota di Kalimantan gagal panen, karena banyaknya benih warga yang terendam air.
Banjir yang terparah pada tahun ini terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tanah Laut. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah aliran listrik dan PDAM sempat lumpuh total sehingga sulitnya komunikasi dengan para pengungsi terutama di daerah yang berada di pelosok. Derasnya aliran air bah saat terjadinya banjir membuat para relawan kewalahan dalam evakuasi para pengungsi serta untuk membagikan makanan karena keterbatasan alat yang digunakan. Sehingga banyak para pengungsi yang kelaparan karena tidak makan berhari-hari, akibat dari tidak sampainya bantuan kepada para pengungsi. Sementara itu, banjir yang menerjang Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, menyebabkan tanah longsor hingga menewaskan lima orang. Tanah longsor terjadi di Desa Guntung Besar dan Gunung Keramaian Desa Panggung Baru, Kecamatan Pelaihari.
Tim gabungan terus bergotong royong dalam melakukan penanganan bencana yang terjadi. BNPB dalam hal ini juga telah menyalurkan bantuan terhadap 10 Kabupaten yang terdampak bencana banjir mulai dari material maupun non material seperti sandang, pangan, terpal, matras, selimut dan peralatan dasar kebencanaan. Sulitnya medan kadang membuat para relawan tergopoh mencapai titik pengungsian. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat para relawan baik dari masyarakat maupun dari instansi pemerintahan. Tak pandang kaya atau miskin mereka saling bahu membahu membantu untuk sampai ke tangan para korban. Sumbangan terus berdatangan baik secara materi maupun tenaga yang tak kenal lelah hingga di pelosok-pelosok daerah juga turut merasakan.
Banjir diduga disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi sehingga memicu luapan air sungai. Pada bulan Januari lalu tingginya intensitas curah hujan memang sangat besar ditambah banyaknya alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan dan pertambangan menambah faktor ekstrim terjadinya banjir. Menurut para pakar lingkungan untuk luas hutan sebagai tutupan air hujan di Kalimantan sudah sangat berkurang. Hal ini menjelaskan bahwa DAS merupakan wilayah yang seharusnya menampung air hujan di Kalimantan Selatan. Namun karena tutupan hutannya berkurang drastis, kemampuan menampung air jadi berkurang yang berakibat meluapnya air di Sungai yang menyebabkan banjir.
Kota Banjarmasin juga tidak luput ikut merasakan kebanjiran. Banyak warga Banjarmasin mengungsi dari rumah mereka. Musibah ini terjadi hingga dua pekan lamanya. Banjir yang melanda Kota Banjarmasin menetapkan menjadi wilayah ini status tanggap darurat penanganan banjir oleh Pemerintah Kota sebab lebih dari 100 ribu jiwa yang terdampak. Tidak hanya akibat curah hujan yang tinggi yang menyebabkan kota Banjarmasin merasakan banjir, namun terjadinya pasang air laut yang tinggi dan ditambah kiriman air dari daerah hulu Sungai Martapura. Banyak didirikan posko dan dapur umum untuk para pengungsi. Kiriman logistik bahan makanan dan pakaian terus berdatangan dari berbagai sumber. Salah satu tempat pengungsian yang menampung banyak pengungsi yaitu di Terminal induk KM 6.
Berbagai upaya sudah dilakukan demi mengatasi banjir oleh Pemkot Banjarmasin, mulai dari menjebol median jalan di kawasan Jalan A Yani, membongkar pos polisi di sekitar aliran Sungai Veteran, melakukan penyedotan air di beberapa titik yang masih menggenang dengan menggunakan mesin pompa. Air disedot menggunakan pompa kemudian dialirkan ke aliran sungai, dengan harapan air yang menggenang pun lekas surut.
Memakan waktu berminggu-minggu baru air mengalami penurunan. Hingga para pengungsi kembali ke rumah mereka kembali sampai melakukan aktivitas kembali semua. Hingga kini masih kita lihat dan rasakan dampak dari banjir Januari lalu, banyaknya rumah, jembatan yang rusak. Jalan-jalan pun banyak berlubang. Membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang lama untuk memulihkan kembali. Semoga bencana ini tidak terulang kembali.
Ayo kita semua bahu membahu dalam mengantasipasi terjadinya bencana di Banua kita. Sayangi alam dan lingkungan kita untuk bekal anak cucu kita agar dapat menikmatinya dikemudian hari. Berhenti saling menyalahkan namun bersama saling mencari solusi. Buang ego dan pikiran sempit kalau ini merupakan tugas pemerintah saja namun ini tugas kita semua sebagai manusia yang diciptakan untuk menjaga dan melindungi alam.