DPRD Kota Banjarmasin mengusulkan agar regulasi pasar modern di evualasi agar keberadaan tidak menjamur dan mengancam keberadaan pasar tradisional.
BANJARMASIN, KP – Keberadaan pasar modern seperti minimarket, mall, plaza, swalayan kembali mendapat sorotan, karena di dalam transaksi jual beli tidak ada tawar menawar.
Hal ini akibat penerapan regulasi atau aturan pasar modern dan pasar tradisional masih lemah.
“Jadi perlu dievaluasi kembali peraturan daerah (Perda) yang terkait pengaturan pendirian pasar modern, khususnya perizinan,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, HM Yamin kepada KP, kemarin, di Banjarmasin.
Menurutnya, maraknya pendirian minimarket atau pasar modern terkesan terjadi persaingan tidak sehat, karena jaraknya sudah saling berdekatan, bahkan hanya beberapa puluh meter.
“Kondisi ini dikhawatirkan mengancam terhadap kelangsungan usaha warungan, kelontongan maupun pasar tradisional. Sehingga regulasi pendirian pasar modern perlu dievaluasi,” ujar politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.
Dijelaskan Yamin, pemberian izin pasar modern harus merujuk pada dua Perda, yaitu Perda Nomor 20 tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, dan Perda Nomor 6 tahun 2009 tentang Kemitraan Antara Pasar Modern dan Toko Modern dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) .
Ketentuan lainnya diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M.Dag/Per/12/2008.
Selain itu, terkait pendirian toko modern harus memperhatikan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kini tengah direvisi.
Lebih jauh dingatkan, bahwa lahirnya Perda Nomor 20 tahun 2012, pasal 10 sebenarnya bertujuan agar antara keberadaan antara pasar modern dan pasar tradisional diharapkan mampu menjalin kemitraan. Salah satunya pasar modern wajib menyediakan tempat khusus bagi pedagang usaha kecil dan menengah (UKM). (nid/K-3)