Banjarmasin, KP – Peringatan Hari Raya Waisak 2565 BE Tahun 2021 di Vihara Dhammasoka Banjarmasin, digelar cukup sederhana. Masih digelar secara daring seperti tahun sebelumnya, Rabu (26/05) pagi.
Kendati masih dalam kondisi pandemi, Kepala Vihara Dhammasoka Banjarmasin, Saddhaviro Mahathera mengatakan, tahun ini pihak vihara yang terletak di Jalan Piere Tendean itu memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan umat mengikuti peringatan secara luring.
Tapi, tentu menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat. Misalnya, ruang ibadah yang hanya boleh diisi 30 persen dari kapasitas semestinya.
Misalnya ketika hendak memasuki ruangan ibadah, umat wajib mencuci tangan kemudian memakai hand sanitizer. Dan selama mengikuti proses ibadah, tak boleh melepas masker.
Disamping itu, Pandita di Vihara Dhammasoka, Sarwadharma, menjelaskan bahwa pelaksanaan peringatan Waisak kali ini dihelat dalam tiga sesi.
Yakni sesi pagi, untuk anak-anak. Sesi siang, untuk remaja dan sesi sore hingga puncak peringatan, untuk orang dewasa.
“Keseluruhan ibadah puja bakti Waisak, dipimpin langsung oleh biksu Saddhaviro Mahathera. Dan pendampingnya yakni biksu muda, Samanera Viriyaviro,” jelasnya.
Meski diberikan kelonggaran, alias bisa datang langsung ke vihara, pelaksanaan peringatan Hari Raya Waisak tak sesemarak tahun-tahun sebelum pandemi.
Tak tampak ada jejalan umat Buddha yang melakukan ibadah yang juga diisi dengan ceramah agama itu. Umat yang berhadir pun, masih bisa dihitung dengan jari.
Pandita Sarwadharma mengatakan, pihaknya memang tidak menyarankan agar umat datang langsung ke vihara. Sekali lagi, lantaran masih dalam kondisi pandemi.
Ia menilai. Meski merayakan Hari Raya Waisak, seluruh umat Buddha mesti tetap harus menjaga diri sendiri dan juga orang lain.
“Kedisiplinan sangat diperlukan menghadapi pandemi. Penerapan prokes ketat tidak hanya untuk diri sendiri. Tapi juga untuk orang lain. Apabila kita lalai, musibah bisa saja menghampiri,” pesannya.
“Yang penting, inti dari peringatan Waisak itu sendiri tersampaikan. Karena pada dasarnya Hari Raya Waisak itu sendiri bukanlah pesta ataupun keramaian, melainkan renungan,” tambahnya.
Seperti diketahui, Waisak merupakan momen yang pas bagi umat Buddha untuk merenung tentang kehidupan yang telah dilalui.
Selain menggelar ibadah puja bakti Waisak. Umat Buddha juga melakukan meditasi. Yang puncaknya, dilakukan pada sore hari hingga menjelang detik-detik Waisak.
Namun sebelum itu dilakukan, umat Buddha melakukan Pradaksina. Atau kegiatan penghormatan, dengan berjalan mengelilingi objek pemujaan misalnya patung Buddha sebanyak tiga kali. Sambil membawa bunga, dupa hingga lilin di tangan.
Di sisi lain. Bila dilihat dari penanggalan serta momen-momen tertentu. Peringatan Hari Raya Waisak tahun ini bersamaan dengan momen gerhana bulan merah super.
Hal ini, tentu menjadi pertanyaan. Apakah gerhana bulan tahun ini memang menjadi sesuatu yang khusus dalam agama Buddha?
Terkait hal itu, Pandita Sarwadharma menjelaskan bahwa bagi pihaknya fenomena gerhana bulan merah super yang terjadi adalah hal yang biasa.
“Hal seperti ini sudah sering terjadi. Kejadian ini merupakan bagian dari hukum Dharma,” tutupnya, kemudian tersenyum.
Sementara itu, salah seorang umat yang mengikuti peringatan Waisak di vihara, Linda mengatakan bahwa memang ada suasana yang jauh berbeda bila dibandingkan peringatan Waisak sebelum pandemi.
“Tapi meski begitu, tak mengurangi kekhidmatan sehala prosesi peringatan Waisak yang berlangsung,” ujarnya singkat. (Zak/KPO-1)