Oleh : Mushofa
Pengasuh PP. Daarul Ishlah As-Syafi’iyah Batu Meranti
Jumat 21 Mei 2021, jam 20.00 WITA, Saya di undang rapat oleh Kepala Desa Batu Meranti Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu dalam rangka musyawarah rencana pemekaran wilayah desa. Hal ini dilakukan karena menurut data jumlah penduduk desa saya tercat terbanyak di wilayah kecamatan saya. Sehingga layak untuk dipecah menjadi dua wilayah. Disamping itu juga bertujuan mempercepat pembangunan.
Pada saat musyawarah itu disepakati empat poin penting, yaitu: pertama disepakati bahwa desa Batu Meranti layak untuk dilakukan pemekaran. Kedua disepakati pembagian wilayah. Ketiga disepakati pembentukan tim panitia 9, untuk menjadi panitia pemekaran. Dan keempat disepakati nama desa baru. Dalam musyawarah disepakati melalui voting bahwa nama desa baru adalah “Desa Widya Mandala”. Menurut beberapa sumber “widya” artinya sarjana. Sedangkan “mandala” artinya bangunan atau tempat. Jadi secara sederhana arti dari “Widya Mandala” adalah tempatnya ilmu pengetahuan. Secara filosofi maknanya sudah cukup bagus, artinya desa ini kedepan diharapkan menjadi desa yang akan menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Setelah rapat selesai, nampaknya banyak tokoh masyarakat dan sesepuh desa yang belum srek dengan penamaan itu. Karena masih berat meninggalkan nama desa “Batu Meranti” yang saat rapat ditetapkan menjadi nama desa Induk. Menurut mereka nama “Batu Meranti” disamping mempunyai makna filosofis juga mempunyai nilai-nilai historis yang sangat melekat dengan kearifan lokal. Jadi mereka menginginkan desa yang baru tetap mengunakan nama “Batu Meranti” namun diberi tambahan. Akhirnya tokoh-tokoh masyarakat berembug ulang untuk memantapkan nama desa barunya. Disepakatilah dengan nama “Batu Meranti Timur”. Karena wilayahnya berada di timur jalan poros.
Sepenggal cerita di atas menggambarkan bahwa penamaan itu teryata penting. Ada harapan besar yang terkandung di dalam sebuah nama. Ada yang bilang nama adalah do’a. Artinya harapan dan cita-cita seseorang itu terkumpul dalam rangkain kata sebuah nama.
Nama adalah identitas sesuatu. Jika Sesuatu itu belum bernama maka bisa dikatakan sesuatu itu tidak mempunyai identitas. Misalkan kita tidak mempunyai nama, maka orang lain akan kesulitan mengenali siapa kita. Oleh karenanya nama itu penting. Pengetahuan kita mengenali sesutu itupun diawali dengan mengenali namanya terlebih dahulu, mungkin pertanyaan yang sering muncul adalah “ini siapa” dan “ini apa”? dari sini kemudian kita mendapat jawaban atas pertanyaan kita itu.
Mengenalkan nama-nama kepada sesuatu, itu juga dilakukan oleh Allah Swt. kepada Adam as. ketika Allah ingin mengajarkan pengetahuan kepadanya. Allah berfirman: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah: 31). Seandainya Allah SWT tidak mengenalkan nama-nama benda kepada niscaya Adam akan mengalami kesulitan dalam menjalani hidup ini.
Di dalam Islam sendiri, masalah nama ini ada syariat dan tuntunannya sedemikan rupa. Sehingga umat Islam tidak boleh asal-asalan memberikan sebuah nama. Orang tua ketika memberikan nama anaknya tidak boleh asal comot saja. Harus benar-benar dikir kalau perlu menggunakan media istikhoroh baik secara dohir maupun batin. Secara dohir orang tua sebelum memberi nama anaknya bisa bertanya kepada orang-orang alim yang bijaknsana. Secara batin orang tua bisa bermunajah kepada Allah, meminta petunjuk nama yang terbaik.
Masalah memberi nama ini, Rasulullah SAW mewanti-wanti agar sebaik mungkin, beliau bersabda, “Kelak di hari Kiamat, kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Maka perbaikilah nama-nama kalian.” Tuntunan sunnah dalam memberikan nama diantaranya adalah menyandarkan kata “abdun” disandarkan dengan nama indah Allah, seperti Abdurrahman, Abdullah, Abdul Kholik, Abdul Jabbar dan lain sebagainya. Atau memberi nama dengan nama-nama para Nabi dan orang-orang sholih. Atau dengan bahasa apa saja yang terpenting mempunyai makna baik.
Ada nama yang tidak boleh dipakai bahkan hukumnya haram, seperti menyandarkan kata “Abdu” di selaian nama-nama Allah. Contoh “Abdul Ka’bah” artinya hambanya kakbah. Juga tidak diperkenankan dengan nama-nama tokoh jahat dan dolim dalam kehidupan. Serta tidak elok memberi nama dengan bahasa yang tidak mempunyai arti yang baik.
Walhasil, nama adalah harapan. Ada secercah harapan yang tersimpan dalam sebuah nama. Namun tidak sedikit dalam dunia nyata terkadang kelakukan seseorang tidak mencerminkan makna namanya, maaf semisal ada orang bernama “Budi Luhur” namun kelakuan sehari-hari tidak seindah namanya. Apakah kelakukan kita sudah sesuai dengan nama kita?