Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Maknai Takwa dengan Menjadi Umat Tebaik

×

Maknai Takwa dengan Menjadi Umat Tebaik

Sebarkan artikel ini

Oleh : Agustina, S.Pd
Praktisi Pendidikan

Kita pasti menginginkan menjadi manusia atau umat terbaik, terbaik di hadapan sesama manusia maupun terbaik di hadapan Allah SWT. Akan tetapi, ketika manusia berlomba ingin menjadi yang terbaik, Allah SWT sudah menentukan kata terbaik ini untuk umat Islam bukan umat yang lain. Allah SWT berfirman, “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran : 110).

Baca Koran

Allah SWT menyebutkan bahwa umat terbaik adalah umat yang menyuruh pada kebaikan, dan mencegah pada keburukan, dan beriman kepada Allah. Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa yang disebutkan dalam ayat tersebut merupakan syarat untuk menjadi umat terbaik di atas muka bumi. Karena umat terbaik itu sudah semestinya memenuhi ketiga persyaratan tersebut.

Beberapa mufasir menafsirkan ayat tersebut dengan membacanya dari akhir. Jika diurutkan, syarat untuk menjadi umat terbaik adalah : 1. Beriman kepada Allah: 2. Mencegah pada keburukan, dan; 3. Menyuruh pada kebaikan.

Allah SWT telah menunjuk umat Islam sebagai “umat yang terbaik”, artinya umat terdepan, unggul dan utama. Untuk itu seharusnya dari segi perkataan, perbuatan dan tingkah laku sebagai umat Islam harus diikuti dengan kata terbaik tersebut. Yaitu bagaimana umat terbaik tersebut bisa mengajak, mengarahkan, menyeru dan memotivasi pada kegiatan, aktifitas dan tingkah laku yang ma’ruf atau baik, yang hanya diperintahkan dan diatur oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah.

Pada kesempatan yang baik ini, dimana hati menjadi bersih, segala dosa di ampuni dan ketakwaan yang merupakan buah dari ibadah puasa bisa didapatkan, menjadi tonggak awal mewujudkan diri menjadi umat terbaik sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. Takwa adalah predikat yang paling mulia di sisi Allah, bekal hidup yang paling baik yang diperlukan oleh setiap manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. “Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa”, demikian kutipan arti surah al-Baqarah ayat 197.

Baca Juga :  Surga Dunia

Ketika seorang sahabat Rasulullah meminta pesan singkat yang akan dijadikan sebagai pegangan hidupnya sehari-hari, Rasulullah mewariskannya dengan pesan, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada.”

Dengan bekal takwa, segala urusan dan problem yang kita hadapi akan teratasi (65: 2). Krisis multidimensi yang seluruh pakar bingung mengatasinya dapat diselesaikan dengan takwa.

Dengan bekal takwa, Allah akan memudahkan rezeki kita (65: 4). Dengan bekal takwa pula, amal ibadah kita akan diterima Allah SWT (5: 27) dan insya Allah kelak kita akan dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan (52: 17).

Dalam dialog Umar bin Khattab dengan Ubai bin Ka’ab tentang takwa dapat kita pahami bahwa takwa adalah sikap waspada, hati-hati yang penuh dengan kesungguhan dalam meniti kehidupan, tak ubahnya seperti orang yang ingin selamat ke tempat tujuan dalam melintasi jalan yang penuh onak dan duri, jalan yang penuh rintangan.

Takwa, menurut sebagian ulama, adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagian ulama yang lain mengatakan, takwa adalah sikap yang tidak pernah absen dalam setiap perintah Allah dan tidak pernah hadir dalam setiap larangan-Nya. Sebagian lagi mengatakan, takwa adalah melindungi diri dari siksa neraka dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Ali bin Abi Thalib menjelaskan, “Takwa adalah takut kepada Allah, mengamalkan Alquran, mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dan tawakal penuh kepada Allah.”

Takwa pada hakikatnya adalah keyakinan yang mantap kepada Allah SWT, rasa takut yang mendalam, dan perasaan muraqabah yang terus-menerus. Orang yang takwa menyadari dan meyakini bahwa dirinya senantiasa dilihat, didengar, dan diketahui oleh Allah yang maha-melihat, maha-mendengar dan maha-mengetahui. Perasaan tersebut dapat membangkitkan kesadaran yang tinggi untuk selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Baca Juga :  Anak Hanya Aman dalam Naungan Syariat Islam

Puasa Ramadan mewajibkan orang-orang beriman mencapai tingkat takwa yang lebih sempurna (QS 2:183). Takwa yang memberikan jaminan kepada siapa pun mampu memiliki fasilitas; memperoleh pengajaran langsung dari Allah (QS 2:282), membedakan mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah) (QS 8:29), solusi dari setiap masalah (QS 65:2), kemudahan dalam menjalankan solusi (QS 65:4), rizki dari arah yang tidak terduga (QS 65:3), ampunan Allah (QS 8:29) dan dimasukkanNya ke dalam surga.

Hari raya Idul Fitri 1442 Hijriyah ini adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan ketakwaan diri, melalui keterikatan pada hukum-hukum Allah Swt. Bahkan kita berdoa agar Alah SWT memaafkan seluruh kesalahan kita dan semua kesalahan orang-orang yang mungkin bersalah kepada kita. Serta menjadikan umat ini menjadi umat terbaik.

Terbayang keadaan damai menyelimuti kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Kehidupan yang taat pada aturan Allah SWT, kehidupan damai buah takwa puasa.

Taqabbal Allaahu minnaa wa minkum taqabbal yaa al-Kariim. Semoga Allah SWT menerima puasa dan seluruh ibadah kita, mengabulkan doa-doa kita dan menjadikan negara ini berhukum hanya pada hukumNya, aamiin.

Iklan
Iklan