Oleh : Paulus Mujiran
Pemerhati Anak
Pada momen peringatan hari anak nasional 2021 dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan Tagline #AnakPedulidiMasaPAndemi sudah saatya fokus pada perlindungan anak dari Covid-19. Anak-anak berada pada rentan tertular Covid-19. Saatnya semua bertindak mengatasi dampak pandemi pada anak-anak, karena Covid-19 akan secara permanen merusak masa depan mereka. Secara global 2,34 miliar anak-anak di bawah usia 18 tahun di seluruh dunia atau 99 persen tinggal di negara dengan beberapa pembatasan sosial. Enam puluh persen tinggal di salah satu negara dari 82 negara dengan lockdown penuh (7 persen) sebagian (53 persen yang jumlahnya mencapai 1,4 miliar anak.
Kementerian Kesehatan mencatat hingga Juni 2020 mencatat 1.851 anak usia kurang dari 18 tahun terpapar Covid-19. Kasus tertinggi di DKI Jakarta 333 kasus, Jawa Timur 306 kasus, Sumatera Selatan 181 kasus, Sulawesi Selatan 151 kasus, Jawa Tengah 100 kasus dan Nusa Tenggara Barat 84 kasus. Jumlah kasus Covid-19 pada anak diperkirakan lebih tinggi seperti fenomena gunung es yang di permukaan tampak lebih sedikit dari fakta sesungguhnya.
Meskipun anak sebagian besar tinggal di rumah, orang tua atau orang terdekatnya kerap tidak peduli dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat sementara mereka banyak beraktivitas di luar rumah. Potensi penularan kian besar ketika orang tua membawa virus dari luar rumah dan langsung melakukan kontak dengan anak tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.
Penularan kepada anak disebabkan rendahnya kesadaran orang di sekitar anak. Apalagi tidak ada pengawasan terhadap aktivitas anak. Banyak anak bermain di luar rumah tanpa dilindungi masker. Kerap terjadi, terdapat informasi yang salah dari media sosial bahwa anak memiliki imunitas yang tinggi sehingga kebal dan tidak rentan tertular. Kerapkali orang tua mengajak anakya keluar rumah tidak dilindungi dengan masker karena anggapan anak tidak akan tertular.
Padahal, anak-anak memiliki kerentanan yang sama dengan orang dewasa. Bahkan sebagian anak memiliki komorbid seperti kurang gizi, penyakit bawaan, stunting, disabilitas sehingga rentan untuk tertular. Lagipula konsep perlindungan anak masih berkutat pada konsep kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah dan belun memasukkan dampak pandemi pada anak sebagai ancaman serius pada anak. Padahal ketika anak-anak tinggal di tengah keluarga yang berstatus orang tanpa gejala bahkan terkonformasi positif anak berada dalam ancaman.
Di tengah pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir, semua pihak harus bekerjasama untuk melindungi anak dari penularan. Oleh karena itu cara-cara pencegahan yang efektif terutama dari lingkungan terdekat harus dilakukan. Dalam lingkup terdekat anak dapat dimulai dengan cara menjaga anak-anak tetap sehat, menjangkau anak-anak yang rentan dengan air, sanitasi dan kebersihan. Membiasakan anak mencuci tangan dan memakai masker menjadi keharusan.
Orang tua yang selalu berada di lingkungan terdekat anak mestinya secara ketat menerapkan protokol kesehatan. Faktor kemiskinan kerap mengabaikan perlindungan anak dari ancaman virus Covid-19. Karena orang tua sibuk bekerja anak tidak mendapat pengawasan yang cukup. Padahal ketika anak menjadi orang tanpa gejala resiko penularan kepada sesama anak jauh lebih besar. Jika anak tidak dilindungi masker potensi melakukan drophlet kepada sesama anak kian besar.
Selain fungsi keluarga harus didukung dengan membuat anak-anak tetap belajar, keluarga mampu memenuhi kebutuhan pengasuhan untuk anak-anak mereka, melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi dan pelecehan. Tanpa tindakan segera krisis kesehatan ini akan menjadi krisis hak-hak anak yang mengancam kelangsungan hidup anak. Hanya dengan bekerja bersama kita dapat menjaga jutaan anak perempuan dan laki-laki sehat, aman dari penularan. Di sisi ini Covid-19 memiliki potensi membanjiri sistem kesehatan dan merusak pencapaian dalam kelangsungan hidup anak.
Di pihak lain Covid-19 memaksa anak-anak dengan layanan khusus tidak terpenuhi seperti gangguan pelayanan imunisasi, mengancam berjangkitnya penyakit yang sudah ada vaksinnya seperti polio, campak, kolera. Program gizi dan deteksi dini anak-anak yang memerlukan gizi terganggu yang berdampak pada tumbuh kembang anak. Mungkin saja Covid-19 berkontribusi pada buruknya pendidikan kesehatan reproduksi yang meningkatkan kehamilan tidak diinginkan dan pernikahan usia anak.
Pendek kata, Covid-19 harus dipandang juga ancaman nyata bagi anak. Anak-anak karena usia dan kerentanannya tidak dapat dibiarkan mencari perlindungan sendiri. Harus diciptakan sistem dan mekanisme yang membantu anak-anak ini tetap aman dan terlindungi. Kesadaran itu harus dibangun termasuk memberikan akses rapid test bagi anak-anak secara mudah.
Di beberapa tempat dimana terdapat kesulitan memenuhi protokol dasar praktik cuci tangan dan kebersihan karena air bersih tidak tersedia dengan mudah harus tetap diupayakan aksesnya yang mudah bagi anak. Harus dipastikan semua pihak punya komitmen yang sama melindungi anak saat pandemi. Dan lebih dari itu penularan kepada anak dapat mengancam kelangsungan satu generasi.