Banjarmasin, KP – Adanya mural kritikan terhadap penanganan pandemi Covid-19 yang dihapus oleh aparat Satpol PP Kota Banjarmasin menjadi perhatian khusus di masyarakat.
Alhasil, tak sedikit warga yang keputusan Pemerintah Kota Banjarmasin itu menuai banyak tanggapan miring dari masyarakat. Terbaru, kritikan datang dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Banjarmasin.
Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin melalui Menteri Advokasi DEMA Kabinet Sinergi Milenial, Fahriannor pun angkat suara.
Menurutnya Mural dan graffiti menjadi media komunikasi dalam menyampaikan pesan, harapan maupun kritik kepada pihak-pihak dengan privilege atau kekuasaan tertentu, termasuk pemerintah.
“Artinya, hal wajar kemudian masyarakat memanfaatkan seni ini untuk menyampaikan pesan sindiran atau kritikan kepada pemerintah mengenai kondisi sosial yang sedang terjadi. Di sisi lain, hak atas kebebasan berekspresi telah dijamin konstitusi internasional maupun konstitusi Indonesia,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Menurut hemat Fahriannor, penghapusan mural tersebut telah melabrak konstitusi ini. Selain itu, apa yang ditunjukkan pemerintah sekarang, termasuk pemerintah kota Banjarmasin terhadap mural kritik itu, menunjukkan adanya indikasi kemunduran demokrasi.
Di mana kebebasan berekspresi dan berpendapat terus dipersempit, sehingga menunjukkan dugaan pemerintah anti kritik dan dugaan upaya represi dan pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi masyarakat.
“Di sisi lain, penghapusan mural dan adanya ancaman penindakan, hanya karena mengekspresikan pendapatnya secara damai berpotensi menciptakan efek gentar, yang
membuat orang enggan untuk mengungkapkan pendapat yang kritis. Ini akan semakin menggerus ruang kebebasan berekspresi di Bumi Kayuh Baimbai,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mengaku dirinya tak anti kritik. Baginya kritik seperti apapun tak jadi masalah. Termasuk kritik yang dituangkan di permukaan tembok melalui mural atau grafiti.
“Mural bernada kritik atau segala macam tidak masalah. Asalkan bagus saja tidak masalah. Saya tidak anti kritik. Orang demo yang teriak-teriak di sini saja kita layani,” ucapnya, Rabu (25/8) siang di Balai Kota.
Ia mengaku bahwa Pemko pernah menggelar lomba penulisan mural yang diklaimnya sebagai bentuk kebebasan berekspresi dimuka publik.
“Pemko Banjarmasin, dahulu pernah menggelar lomba mural. Jadi sebenarnya, pemerintah justru memberikan space atau ruang,” ungkapnya.
Ia pun lantas menekankan. Bahwa soal kritik hingga masukan, pihaknya bahkan membuka kanal resmi. Salah satunya melalui kanal pengaduan di aplikasi e lapor.
Lantas, apakah kini ruang untuk para seniman mural atau grafiti itu tersedia? Menanggapi hal itu, ia berharap seniman mural atau grafiti bisa bekerja sama dengan penyedia tempat-tempat tertentu.
Misalnya pemilik usaha kecil menengah, restoran, hingga rumah makan yang bisa menyediakan ruang untuk seniman mural. Misalnya di dinding halaman parkirnya.
“Ruang ekspresinya bisa dituangkan di situ. Termasuk berisi pesan-pesan positif, membangun, juga optimis. Dan saya kira itu bisa dilakukan. Secara umum, kalau muralnya membangun, orang pasti aman-aman saja. Tak masalah,” ucapnya.
Lantas, bagaimana dengan flyover yang dahulu, pernah dikabarkan bakal diisi dengan mural atau grafiti?
Terkait hal itu, menurut Ibnu rencana tersebut masih menjadi perdebatan lantaran banyak pertimbangan dan masukan. Sebagai contoh, masukan bahwa jembatan jangan dicat warna-warni. Jembatan jangan dijadikan ruang untuk mural atau grafiti.
“Maka, ketika tempat itu diberikan dan dijadikan ruang untuk mural atau grafiti, yang mengkritik mural atau grafiti sebagai vandalisme itu akan bereaksi. Jadi saya kira, ya seperti itulah, di kota ini ada pihak yang pro maupun kontra,” jelasnya.
Menilik panjang lebar pernyataan orang nomor satu di Pemko Banjarmasin, itu tak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan.
Sebelumnya pada Rabu 18 Agustus lalu, sebuah mural yang menyentil penanganan pandemi COVID-19, yang bertuliskan “WABAH SEBENARNYA ADALAH KELAPARAN” justru dihapus dan ditimpa cat hijau oleh petugas Satpol PP Kota Banjarmasin.
Padahal, mural yang terpampang di dinding beton di kawasan Jalan RE Martadinata, itu baru terpampang beberapa hari.
Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin, beberapa waktu lalu membeberkan alasan mengapa pihaknya menghapus mural itu.
“Nada mural itu mudah ditafsirkan ke mana-mana,” ujarnya. (Zak/KPO-1)