Banjarmasin, KP – Guna mendorong pemulihan ekonomi, perbankan dibolehkan memberikan kredit pembiayaan baru terhadap debitur yang terdampak COVID-19. Namun penetapan kualitas atas kredit yang baru tersebut dapat dipisahkan dari penilaian kualitas kredit sebelumnya (tidak berlaku prinsip uniform classification).
Hal itu terungkap dalam jumpa pers melalui zoom meeting yang langsung dipimpin Ketua DK OJK Wimboh Santoso, anggotanya Heru Kristiyana dan Direktur Pembelaan Hukum Anto Prabowo dalam daring, Rabu (08/09/2021).
Dipaparkan, fasilitas restru kepada debitur-debitur terdampak Covid-19 baik perorangan, UMKM dan korporasi yang secara historis berkinerja harus baik, tanpa memperhatikan jumlah plafon.
Demikian juga selama masa restru (selama-lamanya1 tahun atau sampai dengan31 Maret 2021), debitur-debitur tersebut tetap dapat dikategorikan lancar tanpa perlu tambahan CKPN.
Jadi, katanya, relaksasi Penetapan Kualitas Kredit atau pembiayaan dan atau penyediaan dana lain dengan plafon Rp10 M dapat hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga margin bagi hasil, hingga 31 Maret 2021.
Khusus dalam kondisi normal penilaian 1 pilar ini hanya berlaku untuk kredit dengan plafon sampai dengan Rp 5M Penetapan Kualitas Lancar bagi Kredit Yang direstrukturisasi.
Ditambahkan, fasilitas penyediaan dana skema restru sepenuhnya diserahkan kepada Bank disesuaikan dengan profil debitur dan kemampuan Bank sehingga dapat bervariasi antar bank dan antar debitur.
{{Restrukturisasi}}.
Adapun penerapan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah berlaku sampai dengan 31 Maret2023.
Sedangan penerapan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap BUK, BUS atau UUS sebagai dampak penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) terkait, yakni dana pendidikan berlaku untuk tahun2020, 2021 dan 2022, kemudian kualitas AYDA berlaku sampai dengan 31Maret 2023, LCR dan NSFR serta CCB berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Mengenai Bank Digital adalah Bank BHI yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Sedangkan pendirian Bank Digital harus sebagai Bank Digital, Transformasi Bank Existing menjadi Bank Digital, dan tidak ada pembedaan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank).
Mengenai sinergi perbankan meliputi Bank yang tergabung dalam kelompok usaha bank (KUB), sinergi Bank sebagai PSP dengan Bank BHI, serta Bank sebagai perusahaan induk dengan LJK non bank sebagai sebagai perusahaan anak.
“Mempertegas pengertian Bank Digital yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), transformasi, atau melalui pendirian bank baru yang langsung berstatusfull digital banking,” katanya.
Mengenai modal pengelompokan Bank Umum dari BUKU menjadi KBMI (KelompokBank berdasarkanModal Inti),
KBMI 1: s.dRp6 T, KBMI 2: >Rp6 T s.dRp14 T, KBMI 3: >Rp14 T s.dRp70 T, KBMI 4: >Rp70 T. Dan KBMI tidak dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) dan jaringan kantor Bank yang digunakan untuk kepentingan pengaturan prudensial, keperluan statistic dan ketepatan pengelompokkan bank sesuai peer-nya. (KPO-1)