Dari audit, PDAM Bandarmasih masih bisa mempertahankan perolehan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang tercatat sudah sepuluh kali berturut turut sejak 2011.
BANJARMASIN, KP – Meski sejarah mencatat PDAM Bandarmasih mampu mempertahankan WTP yang ke 10 kalinya, tetapi perusahaan yang bergerak di pengolahan air bersih ini, tahun 2020 pendapatan laba cukup merosot hingga Rp6 M.
Penurunan laba yang terjun bebas, selain dikarena kebijakan pencabutan tarif minimum 10 Kubik, juga kali ini PDAM Bandarmasih terkena dampak pandemi, dimana para pelanggan bisnis dari hotel dan retoran penggunaan airnya menurun.
Akibatnya dari hasil audit neraca Komparatip per 31 Desember 2020 dan 31 Desember 2019, keuntungannya yang didapatkan sekitar Rp 17 miliar dan tahun 2020 PDAM meraup laba sebesar Rp 11.118.506.734 miliar, sehingga turun dratis Rp 6 miliar.
Direktur Utama PDAM Bandarmasih Ir H Yudha Ahmady yang didampingi Ir Endang Waryono dan Suryani bagian Keuangan, kepada awak media, Rabu (08/09/2021) mengakui bahwa biaya operasional dan minimnya tambahan modal menjadi dampak menurunnya laba tersebut.
Dihadapan awak media, Yudha mengakui PDAM meski tidak merugi, namun lambat laun akan mengancam kemunduran yang signifikan dari perusahaan plat merah ini yang kini masih untung. Namun pihaknya mengalami penurunan hingga Rp 6 miliar lebih yang tahun sebelumnya mengalami penurunan yang mencapai Rp 5 miliar.
“Setidaknya dalam segi keuangan, PDAM Bandarmasih masih bisa mempertahankan keuangan dengan perolehan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang tercatat sudah sepuluh kali berturut turut sejak 2011. Adapun nilai hasil auditnya berpredikat sehat dan baik,’’papar Yudha.
Dipaparkan, bahwa situasi tersebut merupakan dampak penurunan pendapatan PDAM Bandarmasih. Terhitung 2020 hanya meraih pendapatan Rp 340 miliar. Sedangkan 2019 lalu, sekitar Rp 348 miliar.
Begitu juga selama pandemi Covid-19, pemasukan dari penjualan air melalui sektor bisnis menurun sekitar 3-4 persen. Misalnya Duta Mall Banjarmasin yang hampir tidak memakai pelayanan air bersih.
Sedangkan sektor komersil seperti rumah tangga meningkat dratis lantaran masyarakat dominan beraktivitas di rumah. Karyawan dipaksa Work For Home (WFH). Namun sektor tersebut tidak bisa menutupi pendapatan karena harga tarif air yang dibayar telah disubsidi.
“Kendati airnya naik, uang yang kita dapat itu menurun. Idealnya itu harus seimbang antara pelanggan bisnis dengan rumah tangga, seperti subsidi silang seperti itu,” ucapnya.
Bahkan, penurunan pendapatan ini wajar dalam posisi pandemi Covid-19. PDAM Bandarmasih pun memilih untuk bertahan hidup atau survive dengan merasionalisasi hampir seluruh kegiatan sehingga efesiensi anggaran tidak terlalu banyak.
Upaya tersebut berbuah hasil dengan menyetorkan sekitar Rp 5 miliar ke pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah tahun 2020.
Jadi, setoran PAD ini alami penurunan yang sebelumnya tahun 2019 sekitar Rp 9 miliar.“Tahun 2020 hanya Rp 5 miliar setor PAD karena laba kita turun. Adapun laporan keuangan 2020 di audit oleh kantor akuntan publik sehingga mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Penghargaan dengan kategori baik dan sehat ini diperoleh PDAM Bandarmasih setiap tahunnya. “Mudahan tahun depan dan seterusnya agar perusahaan tidak rugi,” demikian Direktur Utama PDAM Bandarmasih Ir H Yudha Ahmady.(KPO-1)