Oleh : Ummu Fahreza
Berbicara tentang kondisi perempuan, tidak sedikit hasil dari kajian yang menyebutkan bahwa perempuan dan anak masih tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti kemiskinan, kekerasan, konflik, bahkan perdagangan manusia (trafficking). Mirisnya lagi hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga negara-negara lain di seluruh dunia.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan mewaspadai isu perdagangan orang atau ‘human trafficking’ yang sempat merebak belakangan ini.
Kepala DPPPA Hj Gusti Iskandariah di Amuntai, Rabu mengatakan, kasus ‘human trafficking’ di Kabupaten HSU sempat merebak lagi ketika seorang ibu muda nekat meninggalkan keluarga tergiur ajakan seseorang untuk bekerja di daerah lain.
“Seorang Ibu muda karena faktor ekonomi, permasalahan keluarga di masa pandemi seperti sekarang ini tergiur ajakan seseorang sehingga sempat meninggalkan keluarganya,” ujar Gusti di Amuntai belum lama ini.
Gusti mengatakan, dibantu pihak kepolisian akhirnya DPPPA dapat memulangkan ibu muda tersebut kembali ke keluarganya.
Berlatar belakang kasus tersebut, DPPPA melaksanakan kegiatan sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan mengundang aparat desa, kelurahan, Bhabinkamtibmas, Bhabinsa dan dinas instansi terkait guna mengantisipasi dan penanganan di wilayahnya masing-masing.
Ia juga mengharapkan, melalui kegiatan ini dapat memperkuat peran orangtua, tokoh masyarakat dan aparat di sekitar lingkungan masyarakat untuk dapat mengantisipasi terkait persoalan TPPO atau human trafficking.
“Melalui kegiatan ini, kami mencoba menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dilingkungan kita masing-masing,” kata Gusti Iskandariah.
Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diselenggarakan di Aula Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, (Banjarmasin.tribunnews.com, Minggu, 10/08/2021)
Kapitalisme Pemicu Trafficking
Perdagangan orang khususnya bagi kaum perempuan dan anak, bukan merupakan masalah yang baru di Indonesia serta bagi negara-negara lain di dunia. Diantara penyebab maraknya praktik trafficking adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan terlebih di masa pandemi telah mendorong perempuan untuk mencari nafkah ke luar daerah bahkan hingga ke luar negeri. Kondisi keterpaksaan ini membuat perempuan rentan masuk dalam jalur trafficking.
Pembangunan dengan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang tidak berpihak pada rakyat termasuk perempuan gagal memberi kesejahteraan dan malah menciptakan kemiskinan global.
Tren kasus trafficking yang meningkat menjadi alarm bagi masyarakat global, betapa nilai-nilai kapitalisme dan tuntutan pertumbuhan ekonomi global telah menciptakan tragedi kemanusiaan akut yakni eksploitasi dan perdagangan perempuan yang mengarah pada perbudakan modern.
Trafficking memang harus dilenyapkan. Berbagai upaya telah dilakukan negara sampai lembaga internasional. Sejumlah UU dari tingkat negara hingga konvensi internasional sudah disahkan. Kerja terkoordinasi di tingkat kampung hingga kementerian, dari tingkat negara hingga lembaga-lembaga global PBB dan didukung ribuan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal hingga internasional yang membangun jaringan untuk menyelesaikan kejahatan trafficking.
Semua upaya melenyapkan perdagangan orang mengalami kegagalan. UNODC dalam Global Overview Report 2020 melaporkan tren global dan regional dalam tingkat hukuman menunjukkan tren jumlah korban yang terdeteksi per 100.000 penduduk.
Secara global, pada 2018, setiap negara rata-rata melaporkan sekitar 13 korban perdagangan manusia per 100.000 penduduk, lebih dari tiga kali lipat dari korban yang tercatat pada 2003.
Kegagalan ini karena semua upaya tidak menyentuh akar persoalan trafficking. Penyelesaian berputar pada penanganan kasus, tapi membiarkan sebab utama tatanan kapitalisme global.
Masyarakat global butuh tatanan baru yang bisa menyejahterakan manusia dan memuliakannya khususnya perempuan. Tatanan Baru untuk dunia itu adalah Islam di bawah naungan Khilafah.
Khilafah akan Melenyapkan Trafficking
Dunia di bawah tatanan Islam akan menghapus trafficking, bahkan tidak memberi celah siapa pun untuk memperdagangkan orang untuk tujuan apa pun.
Politik Ekonomi Islam akan menjamin terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer tiap individu warga negara. Kebutuhan sekunder juga terpenuhi sesuai kadar kemampuannya yang dituntut kehidupan yang layak. Ini akan mewujudkan jaminan kesejahteraan sekaligus menyelesaikan kemiskinan secara sistemis.
Tatanan Islam akan menjamin perempuan tidak menjadi korban ekspolitasi dan perdagangan orang melalui dua hukum yakni nafkah perempuan dalam tanggunggan wali dan keharaman perempuan memanfaatkan aspek feminitas dalam bidang pekerjaan.
Peradilan daulah akan hadir untuk memberi hak gugat bagi perempuan atas nafkah, menghukum pihak-pihak yang wajib memberi nafkah bagi perempuan, dan menutup celah semua lapangan kerja yang memanfaatkan sisi feminitas perempuan.
Allah telah mewajibkan negara untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, laki-laki dan perempuan, sepanjang masa, dalam kondisi aman maupun krisis.
Islam memandang laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama sebagai manusia dan menjadikan ketakwaan sebagai ukuran kemuliaan manusia. Islam juga memperhatikan kodrat masing-masing, sehingga memberikan peran sesuai dengan kodratnya.
Hanya Khilfah Islamiyah yang menjamin hak-hak perempuan dapat melindunginya serta memuliakan perannya sepanjang masa, bahkan juga umat manusia secara keseluruhan, hanyalah Khilafah Islamiah, yang dengan penegakannya akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu alam bis showab.