Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Covid-19 Meluas, Apa yang Salah?

×

Covid-19 Meluas, Apa yang Salah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jariah
Pemerhati Sosial

Sudah hampir dua tahun pademi belum juga berakhir, hal ini dikarenakan bermula dari pemerintah pusat yang enggan melakukan lock down dalam penanganan pandemi Covid-19. Bahkan sebelum itu para pejabat yang asal bunyi tentang bahaya Covid-19 memberi penjelasan buruk pada masyarakat dan menyepelekan potensi penularannya. Melalui menteri kesehatan RI Budi Gunawan Sadikin (enbeindonesia.com,12/7/2021) berdalih bahwa mutasi virus menyebabkan berlanjutnya badai Covid-19.

Baca Koran

Selama ini belum pernah ada pengakuan salah dalam pengambilan kebijakan penanganan pandemi dari pihak pemerintah, dari pembatasan sosial berskala besar(PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Kebijakan yang jauh dari ideal, justru di klaim sebagai upaya maksimal yang telah sungguh-sungguh dilakukan pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah kembali mengambil kebijakan setengah hati dengan mengumumkan perpanjangan pemberlakuan PPKM di luar pulau Jawa dan Bali tanggal 10-23 Agustus, dengan diperpanjangnya PPKM ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki roadmap penanganan pandemi. Diketahui bahwa per 5 Agustus 2021 setidaknya ada 5 provinsi di luar Jawa-Bali yang mencatat kasus aktif Covid-19 tinggi, misalkan saja provinsi Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama dengan 22.529 kasus aktif, disusul Sumatra Utara dengan 21.876 kasus aktif, lalu Papua 14.989 kasus aktif, Sumatra Barat 14.496 kasus aktif dan Riau 13.958 kasus aktif. Sehari kemudian(6/8/2021) kasus aktif covid yang di Sumatra Utara naik jadi 22.892 kasus, Riau 14.993 kasus, Sumatra Barat 14.712 kasus (compas. com 8/8/2021). Berdasarkan data yang ada menteri perekonomian Air Langga Hartarto, daftar 7 provinsi dengan kasus aktif tertinggi tercatat hingga 8/8/2021 adalah Sumatra Utara menjadi provinsi di luar Jawa dan Bali, disusul Kalimantan Timur,

dan Sumatra Barat diurutan kedua dan ketiga (detik.com 9/8/2021).

Lapor Covid-19 menyebutkan peningkatan kasus Covid-19 tidak hanya terjadi di luar provinsi seperti yang dikatakan Presiden Jokowi, lonjakan kasus sudah merambat ke provinsi lain diantaranya Sumba Timur, Maumere di Nusa Tenggara Timur, Sumbawa dan Lombok di Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi Tengah. Epidemiolog dari Universitas Gajah Mada, Donie Riris Andono berkata, ledakan Covid-19 di luar Jawa-Bali merupakan peristiwa yang sudah terdeteksi lantaran pemerintah tidak bersungguh-sungguh menghentikan mobilitas masyarakat ketika Jawa dan Bali mengalami puncak Covid-19 pada Juli lalu, menurutnya juga bahwa ledakan Covid-19 di pulau-pulau lain akan terjadi secara beruntun dengan kondisi yang lebih buruk (bbc.com/Indonesia 9/8/2921).

Baca Juga :  KINERJA LEGISLATID DI DAERAH

Dikesempatan yang sama salah satu inisiator Lapor Covid 19 Ahmad Arif, memperkirakan gelombang ledakan Covid-19 di luar Jawa dan Bali akan terjadi hingga akhir tahun. Angka resmi kematian di rumah sakit akan lebih rendah dari pada di luar rumah sakit karena terlambat ditangani akibat termakan hoaks, takut di-covid-kan oleh rumah sakit. Kebijakan pemerintah yang memutuskan tak lagi menggunakan angka kematian pasien Covid-19 sebagai indikator penerapan wilayah PPKM menuai polemik. Pemerintah memang tidak menganggap penting angka kematian Covid-19, malah dianggap merusak citra pemerintah yang merasa berhasil dengan banyaknya angka kesembuhan, tetapi mengabaikan angka kematian.

Aib kapitalisme dan rezimnya kembali ditampakkan oleh mahluk super kecil savere acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS COV-2) atas ketakmampuan sistem mengatasi kemunculan pemberantasan varian yang lebih berbahaya. Betapa malang nasib masyarakat Indonesia memiliki negara dan pemerintah tetapi seperti tidak adanya “kosong” langkah antisipasi dari pemerintah yang tidak mau melakukan lockdown Jawa dan Bali, sudah hampir dipastikan potensi penyebaran Covid-19 di luar Jawa dan Bali sangat tinggi,ditambah lagi para tenaga kerja asing (TKA) yang bisa dengan leluasa keluar masuk Indonesia. Kalau sekedar PPKM dengan segala levelnya pasti Jawa dan Bali “jebol”.

Sungguh rezim dan sistem kapitalisme tak punya kapasitas yang memadai dalam mengurus urusan rakyat termasuk mengatasi pandemi. Dunia sudah nembuktikan sengkarut penanganan pandemi akibat sistem yang tidak mendukung, perlu sistem alternatif yang mampu menangani pandemi yaitu sistem Islam sebagai salah satu solusi.

Allah memerintahkan untuk berislam secara kaffah. Sebagaimana firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikut langkah-langkah setan, sungguh ia musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah :208). Dan juga dijelaskan, “Barang siapa tidak memutuskan perka menurut apa yang di tuntunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”. (QS. Al Maidah : 45).

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa solusi syariat Islam untuk mengatasi pandemi adalah dengan jalan lockdown yaitu memisahkan secara sempurna orang yang sakit dengan orang yang sehat. Isolasi atau karantina dilakukan secara terpusat di bawah tanggung jawab kepala negara (khalifah). Dampak ekonomi yang timbul akibat lockdown menjadi tanggung jawab kepala negara untuk meng-cover seluruh kebutuhan dasar mereka.

Selama pemerintah enggan mengambil solusi syariat kaffah, tidak akan ada solusi tuntas bagi setiap permasalahan, masyarakat baik di kota maupun di desa akan sekalu menjadi pihak yang menderita. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(QS. Thoha : 124).

Prioritas lain yang wajib dilakukan khalifah adalah pengadaan riset dan produksi obat-obatan atau vaksin yang sesuai dengan wabah penyakit yang ada. Khalifah tidak akan bergantung dan tunduk terhadap kebijakan kekuatan politik lain diluar khilafah. Sayangnya, Indonesia tidak mau mengadopsi solusi syariat Islam, lebih dari itu kebijakan penanganan pandemi yang sudah diambil pemerintah Indonesia telah melanggar syariat secara pasti.

Meski Indonesia saat ini bukan negara islam,tetapi pemerintah Indonesia adalah sekelompok pemimpin muslim yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk berhukum dengan hukum Islam secara kaffah. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang hamba yang Allah jadikan pemimpin untuk mengurus rakyat-mati pada hari dia menipu (menghianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim ). Wallahu a’lam bish-shawwab.

Iklan
Iklan