Oleh : Nurul Setya Ariningsih, S.Psi
Penyuluh Narkoba
Siapa saya? Apa yang akan saya lakukan dalam hidup? Apa peran saya dalam hidup? Seberapa manfaat diri saya untuk orang lain? Bagaimana cara pandang orang lain terhadap saya? Baik atau buruk? Kemana tujuan hidup saya?
Pernahkah memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas? Jika ya, artinya anda sedang berproses untuk mengenali diri sendiri. Pengenalan terhadap diri sendiri inilah yang nantinya akan membentuk konsep diri, dan pembentukan konsep diri akan lebih mudah jika telah menemukan jawaban dari pertanyaan di atas.
Dalam kehidupan masyarakat, pasti pernah bertemu dan mengenal individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yang mampu membuat keputusan, mampu memposisikan diri, serta yakin dan sadar akan kemampuan diri. Akan tetapi di dunia sebaliknya ada sebagian individu yang tidak memiliki hal-hal tersebut di atas. Mengapa demikian dapat terjadi?
Jika ditarik ke belakang, perbedaan tersebut erat kaitannya dengan pola pengasuhan orang tua. Seperti teori dari John Locke, Tabula Rasa, bahwa anak lahir diibaratkan seperti kertas putih yang belum ditulis, dan lingkungan lah yang nantinya akan membentuk karakter serta kepribadiannya. Lingkungan disini termasuk keluarga, teman sebaya, atau lingkungan masyarakat dimana anak tinggal. Keluarga terutama orang tua memegang peranan yang cukup penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Pembentukan karakter anak dimulai dari mengenalkan anak pada konsep diri.
Konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya secara menyeluruh yang dibentuk dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri terbagi menjadi tiga komponen, yaitu (1) Self image, adalah cara melihat diri sendiri; (2) Self ideal, adalah gambaran sosok ideal yang diinginkan di masa depan; (3) Self esteem adalah harga diri dimana individu melihat diri sendiri berharga dan memiliki martabat.
Konsep diri juga terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Anak dengan konsep diri yang positif akan memiliki harga diri yang kuat, begitu juga sebaliknya, anak yang memiliki konsep diri yang negatif, cenderung tidak mengenal diri sendiri, tidak memiliki penerimaan diri, dan kurangnya harga diri. Oleh karena itu, sebelum membentuk konsep diri, alangkah baiknya jika orangtua membantu anak mengenali dirinya sendiri.
Sejak kecil, anak perlu diajarkan untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri sebagai individu yang utuh. Orang tua perlu membimbing anak untuk dapat mengenali siapa dirinya, apa yang disukai dan tidak disukai, apa kelebihan dan kekurangannya. Meskipun nantinya anak harus bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya untuk memperkuat konsep diri yang dimiliki. Mengenali diri sendiri merupakan perjalanan seumur hidup, mulai dari masa anak, hingga dewasa. Namun masa remajalah yang paling membentuk konsep diri. Anak yang beranjak remaja harus memiliki identitas diri yang kuat sehingga ia mampu mengenal dirinya sendiri secara lebih luas, tidak lagi sekedar mengenali siapa dirinya tetapi juga mampu bersikap percaya diri, memiliki kontrol atas diri sendiri, dan mampu menerima diri sendiri.
Remaja yang mengenal dirinya sendiri, akan lebih kecil kemungkinannya mengalami kegagalan pada saat krisis identitas. Krisis identitas adalah suatu kondisi yang pada umumnya dialami remaja, dimana remaja mengalami kebingungan terhadap identitas dirinya pada saat proses ekplorasi dan pencarian jati diri. Krisis identitas merupakan hal yang normal dialami remaja sebagai bagian dari tahap perkembangan. Remaja yang berhasil melewati masa krisis ini akan terbentuk konsep diri dan identitas diri yang matang, yang mampu mengenali diri dan posisi di dalam lingkungan masyarakat. Akan tetapi, remaja yang gagal melewati fase ini, akan menjadi remaja yang akan menarik diri dari lingkungan sosial, dan dapat terjerumus dalam perilaku negatif.
Remaja yang belum memiliki konsep diri yang matang akan lebih mudah terbawa arus pergaulan teman sebaya. Sesuai dengan teori konformitas dimana individu akan merubah tingkah, perilaku, dan karakternya menyesuaikan dengan kelompok teman sebaya agar dapat bergabung dan diterima dalam kelompok tersebut. Kabar baik jika pergaulan remaja tersebut menuju ke arah yang positif, akan tetapi sangat terbuka kemungkinan remaja terlibat pergaulan negatif karena gejolak remaja yang tidak menentu dan seringkali hilang arah, inilah yang perlu diwaspadai. Oleh karena itulah tugas orang tua dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal untuk mengawasi anak usia remaja agar tetap berada pada jalur yang tepat dan tidak menentang norma agama dan masyarakat.
Konsep diri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena lingkunganlah yang membentuk persepsi sehingga individu dapat membentuk konsep dirinya terhadap lingkungan. Lingkungan yang memberikan dukungan yang positif akan cenderung membentuk konsep diri yang positif. Remaja dengan konsep diri positif akan yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, sadar akan kelemahannya dan mampu mengatasinya sehingga tidak terpuruk dalam keputus-asaan. Konsep diri positif ini pada akhirnya akan membentuk harga diri yang kuat.
Sementara itu, lingkungan yang memberikan dukungan negatif akan membentuk seseorang dengan konsep diri yang negatif. Remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung mudah untuk menyalahkan diri sendiri dan orang lain atas keadaan yang dialaminya. Ia tidak mampu menyadari bahwa ia setiap individu memiliki kekurangan dan akan menemui kegagalan. Jika keluarga dan orang terdekat tidak segera menyadari masalah ini, remaja akan cenderung lari dari masalah dan mencari pembenaran dengan melakukan hal-hal negatif dan menyimpang dari norma masyarakat. Salah satu masalah yang sering menjerat remaja adalah narkoba.
Sifat remaja yang labil, mudah dipengaruhi, selalu ingin mencoba hal baru, menjadi salah satu alasan mengapa banyak kasus narkoba di usia remaja. Narkoba menjadi daya tarik remaja yang dengan berbagai alasan; ingin lari dari masalah, ingin memberontak dan terlihat menonjol di masyarakat, kurang percaya diri, dan ingin diterima oleh suatu kelompok tertentu. Alasan-alasan tersebut berasal dari konsep diri negatif yang pada akhirnya membentuk perilaku negatif pada remaja.
Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk membentuk konsep diri yang positif, diantaranya: (1) Cintai diri sendiri. Terima segala kekurangan dan kelebihanmu dengan cara positif, karena penerimaan diri adalah dasar dari konsep diri positif; (2) Sadari bahwa posisi manusia itu setara, milikilah harga diri dan jangan merasa rendah diri; (3) Kembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki, dan tetap rendah hati; (4) Aktif di kegiatan sosial akan membentuk citra diri dan hubungan antar sesama manusia yang positif.
Mengenali diri sendiri bukanlah tujuan akhir. Akan tetapi merupakan sebuah sarana untuk menentukan arah tujuan kemana akan berjalan, akan menjadi apa dan seperti apa nantinya, hanya bisa dijawab jika seseorang memiliki konsep diri yang matang dan positif.