Banjarmasin, KP – Buruh dan pekerja di Kalsel menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP), saat berunjukrasa di depan gedung DPRD Kalsel, Rabu (10/11/2021), di Banjarmasin.
Namun ketika berdialog dengan Komisi IV DPRD Kalsel, persoalan yang dituntut bukan hanya UMP, tetapi melebar hingga masalah kesejahteraan tenaga kerja. Dalam pertemuan tersebut terungkap masalah upah pekerja pada 2021 lalu, ada perusahaan yang tidak memenuhi UMP, bahkan ada yang menunggak.
Selain itu, masalah realisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak sesuai, padahal mereka ada pemotongan dari perusahaan.
“Apakah perusahaan tidak menyetorkan ke BPJS Kesehatan sehingga ketika ada pekerja yang mau berobat ke rumah sakit tak mendapatkan pelayanan,” ungkap pekerja saat dialog dengan Komisi IV DPRD Kalsel yang juga dihadiri perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel.
Mengenai tuntutan upah, dalam pertemuan dengan Komisi IV DPRD itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel, Yoeyoen menginginkan kenaik UMP sebesar 10 persen pada 2022 lalu.
“Pemprov Kalsel harus berani menaikan UMP 10 persen pada 2022. Karena tahun kemarin tanpa kenaikan dikarenakan pandemi Covid-19, kami waktu itu bisa memaklumi,” kata Yoeyoen.
“Masa provinsi lain berani menaikan UMP, kalau Kalsel tidak berani,” lanjut laki-laki yang sering memimpin unjuk rasa ke DPRD Kalsel terkait masalah perburuhan/ketenagakerjaan.
Ia juga mengharapkan, agar pemerintah mampu mengendalikan harga terutama bahan kebutuhan pokok supaya jangan naik pada 2022.
“Jangan seperti lalu, UMP tidak naik, tapi justru harga berbagai kebutuhan pokok naik. Jadi tidak seimbang dengan tingkat kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Menanggapi tuntutan dan permasalahan pekerja tersebut, Sekretaris Komisi IV DPRD Kalsel, Firman Yusi mengatakan, akan menindaklanjuti sesuai prosedur serta ketentuan yang berlaku.
“Kita akan tindaklanjuti sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (lyn/KPO-1)