Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Menjadi Manusia Pembelajar

×

Menjadi Manusia Pembelajar

Sebarkan artikel ini

Oleh : MHD. Natsir Yunas
Dosen Jurusan PLS FIP UNP Padang

Manusia diciptakan Tuhan begitu sempurna. Selain fisiknya bagus, manusia juga dibekali dengan akal yang bisa digunakan untuk berfikir. Akal ini haruslah diasah agar bisa memberikan manfaat bagi seluruh alam. Kemampuan manusia untuk mengasah akal akan menentukan kualitasnya sebagai manusia. Jika berhasil, maka kedudukannya menjadi lebih mulia dibandingkan makhluk lainnya. Namun jika gagal maka manusia menjadi lebih hina dibandingkan hewan.

Kalimantan Post

Begitu banyak manusia yang gagal mengelola akalnya. Pintar tetapi kemampuan akal tersebut tidak bisa digunakan untuk kemaslahatan lingkungannya. Bahkan sebaliknya, akal yang dimiliki hanya untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan manusia lainnya. Berulang-ulangnya tindakan korupsi dan pembabatan hutan hanyalah salah satu contoh manusia-manusia yang gagal mengelola akalnya dengan baik.

Sejatinya setiap manusia mampu mendayagunakan akalnya untuk tidak melakukan korupsi. Begitu banyak masyarakat yang terdampak dari tindakan tersebut. Begitu juga pembabatan hutan yang menyebabkan banjir, dengan korban jiwa dan harta yang tidak terhitung banyaknya. Sungguh banyak peristiwa di alam ini yang dapat merangsang fungsi akal bekerja, namun sebagian manusia hanya melewatkan begitu saja. Dalam al-Mu’jam al-Wasith (p. 616-617), juga dijelaskan bahwa kata al-‘Aql merupakan salah satu bentuk derivasi dari akar kata “aqala’ yang berarti memikirkan hakekat di balik suatu kejadian. Sehingga sangatlah wajar Allah SWT mengingatkan manusia sampai 13 kali dalam Al Qur’an agar mengunakan akalnya untuk memikirkan dari setiap peristiwa yang terjadi di dunia ini.

Oleh sebab itu, agar kemampuan akal yang diberikan Allah SWT dapat berkembang dengan baik, maka seharusnya manusia menjalani proses belajar selama hidupnya. Karena sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah dituntut untuk belajar. Belajar untuk makan, merangkak, duduk, berdiri, berjalan dan berlari, sehingga dia bisa meraih apa yang diinginkan. Belajar sepanjang hayat, mulai dari ayunan sampai ke liang lahat. Belajar di mana saja dengan menjadikan alam sebagai sumber belajar dan guru terbaik. Memahami belajar sebagai salah satu tugas yang diberikan Allah SWT kepada manusia di dunia ini. Sehingga dengan belajar manusia tidak hanya menegaskan statusnya lebih tinggi dari hewan, tetapi juga mulia di sisi Tuhan dan masyarakatnya.

Baca Juga :  Sebuah Seni dari Limbah Plastik untuk Jaga Bumi

Belajar itu tidaklah berat, karena belajar sebenarnya hanyalah kemampuan setiap individu mengambil nilai-nilai dari satu sumber belajar yang ada di alam ini. Dunia seisinya begitu luas terhampar sebagai sumber belajar. Hanya manusia yang bisa menggunakan akalnya untuk berfikir dan mendapatkan pelajaran dari setiap peristiwa yang ada di dunia ini. Sedangkan hewan tidak pernah mendapat peluang untuk bisa belajar seperti halnya manusia. Karena tidak memiliki akal yang bisa digunakan untuk hidup lebih baik.

Seekor kambing di saat melihat hamparan padang rumput hijau yang terbayang olehnya adalah makan dan tidak akan pernah peduli lagi siapa pemiliknya. Berbeda dengan manusia yang tidak hanya berfikir urusan perut tetapi berfikir bagaimana mengelola hamparan rumput tersebut untuk kepentingan masyarakatnya. Memuji Tuhan yang menciptakannya, karena tidak ada satupun kejadian dan penciptaan makhluk di dunia ini yang sia-sia. Banyak hikmah yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk menjadi manusia yang lebih baik. Sehingga kemampuan akalnya berkembang dengan baik dan menjadi ilmu yang bisa memberikan manfaat kepada semua. Tidak sekedar teoritis, tetapi lebih aplikatif.

Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian setiap manusia saat menjalani proses belajarnya dalam kehidupan ini. Pertama memahami cara belajar yang paling membuatnya nyaman. Setiap orang punya gaya belajar, maka gaya belajar yang paling membuatnya nyaman merupakan cara terbaik untuk menjadi pembelajar yang sukses. Tidak perlu memaksakan diri agar sama dengan cara belajar orang lain. Karena bisa jadi sesuatu yang kelihatan mudah dilakukan oleh orang lain tetapi bagi kita terasa sulit, begitu juga sebaliknya. Jadi memahami cara belajar yang paling nyaman akan memudahkan seseorang dalam menyerap ilmu dengan baik.

Baca Juga :  Hari Quds Internasional dan gerakan rakyat bela Palestina

Kedua adalah menyusun rencana belajar dengan baik. Rencana dan jadwal belajar yang disusun tidak boleh monoton. Karena menentukan jadwal yang baik si pembelajar sendiri yang menentukan dan menjalaninya. Jadwal belajar yang disusun haruslah fleksibel, dan tidak terbuai dengan satu kegiatan saja. Pembelajar tidak boleh bergantung pada orang lain, karena sebagian besar proses pembelajaran justru terjadi di luar kelas formal. Jadi rencana dan jadwal belajar hanyalah rambu-rambu yang memandu seorang pembelajar untuk terus belajar. Sekecil apapun pelajaran yang didapatkan pada satu waktu akan sangat berarti bagi pengembangan pengetahuan manusia pembelajar di tahap berikutnya.

Ketiga, berbagi pengetahuan yang sudah didapatkan. Cara terbaik menguatkan pengetahuan adalah dengan mengajarkannya. Sekecil apapun ilmu yang diajarkan bagi orang lain akan semakin menguatkan pengetahuan si pembelajar itu sendiri. Berbagi ilmu dengan sesama ibarat cahaya matahari yang tidak akan pernah padam. Pembelajar berbagi cahaya tetapi cahayanya tidak berkurang dan bahkan semakin terang benderang.

Keempat, menguatkan tekad dan komitmen untuk selalu belajar di mana saja dan kapan saja. Semangat belajar tidak akan dibatasi waktu dan tempat. Belajar dan belajar adalah cara terbaik menjalani proses ini. Di mana saja dan kapan saja si pembelajar tetap bisa memaknai proses belajar dengan baik. Karenanya manusia yang sedang menjalani proses belajar harus menjaga tekad dan komitmennya untuk tetap fokus pada tujuan. Tidak goyah dengan berbagai godaan yang melunturkan semangat belajar.

Pandemi Covid-19 yang belum berakhir sampai saat ini telah menguji kemampuan kita sebagai manusia pembelajar. Manusia yang matang dalam berpikir dalam segala hal dan kondisi. Sehingga kemampuan akal yang dimiliki tidak hanya memuliakan diri sebagai manusia. Lebih dari itu juga bisa memberikan manfaat bagi kemaslahatan makhluk Tuhan di sekitarnya.

Iklan
Iklan