Oleh : Abdul Halim
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya
Indonesia negara yang toleran, kalimat ini sering dibaca dan dengar dari berbagai media. Di luar negeri, Indonesia digambarkan sebagai sebuah bangsa dan negara yang sangat multikultur dan masyarakatnya yang sangat toleran terhadap perbedaan. Namun, seiring berjalannya waktu, keraguan atas klaim tersebut muncul dari dalam rakyat Indonesia itu sendiri. Rasa ragu ini muncul dengan banyaknya kejadian-kejadian yang tidak menggambarkan kondisi sebuah bangsa dan negara yang toleran, seolah-olah perbedaan adalah hal yang tabu dan merupakan budaya baru di masyarakat. Bangsa yang dulunya dikenal sebagai bangsa yang sangat toleran terhadap perbedaan berubah menjadi sebuah bangsa yang kental akan kejadian-kejadian intoleran yang sering terjadi saat ini. Semakin banyak kontestasi politik identitas beberapa waktu lalu menguatkan pernyataan bahwa bangsa Indonesia berkembang ke arah bangsa yang intoleran. Lalu, timbul sebuah pertanyaan, apakah ada sebuah cara yang mampu mengembalikan jati diri bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang toleran?
Ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan nilai-nilai budaya damai. Berbicara mengenai budaya damai, secara umum budaya damai memiliki pengertian sebagai sekumpulan nilai yang menolak kekerasan serta melakukan pencegahan sebuah konflik sebelum konflik tersebut membesar mulai dari akar permasalahannya. Budaya bersifat kontradiksi, ini berarti bahwa masyarakat mungkin memiliki “budaya perdamaian” pada suatu waktu dan “budaya perang” di tempat lain, dan bahkan ada kemungkinan suatu masyarakat dapat memiliki kedua budaya tersebut secara bersamaan. (Fernández-Dols et al., 2004) Di Indonesia, kita mengenal istilah musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat sejatinya merupakan sebuah kesepahaman atau kata sepakat antara pihak-pihak yang berbeda pendapat atau berkonflik. (Christyawaty & Susilowati, 2018) Musyawarah sendiri merupakan salah satu cara yang bisa dilaksanakan guna mencari solusi dalam pemecahan sebuah konflik. Melalui musyawarah akan terumuskan cara untuk mempersatukan manusia,
mempersatukan golongan-golongan dengan berbagai atribut di tengah bergejolaknya problema-problema umum, dan dengan musyawarah pula dikembangkan tukar pikiran dan pendapat. (Hanafi, 2016). Tujuan utama dari dilaksanakannya sebuah musyawarah adalah menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi atau bisa dikatakan mencapai sebuah kesepakatan bersama. Istilah musyawarah inilah yang menjadi budaya damai yang berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta melihat musyawarah mufakat sebagai nilai kolektivisme, Ia berpendapat bahwa tanda-tanda kolektivisme itu tampak pertama kali pada sifat “tolong-menolong”… Kolektivisme artinya milik bersama dan usaha bersama.(Muzaqqi, 2015) Sifat kolektivitas ini merupakan sebuah kebiasaan yang menjadi budaya bangsa Indonesia hingga saat ini. Kita sering menjumpai orang yang saling tolong menolong pada saat salah satunya sedang mengalami kesusahan.
Budaya damai dalam bentuk musyawarah mufakat sudah diterapkan oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu kala, musyawarah mufakat juga berfungsi sebagai pembeda dari bangsa dan negara lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Sayangnya budaya damai Indonesia tersebut perlahan nampaknya mulai terkikis atau bahkan dilupakan. Sekarang sering kita temui kejadian saling lapor karena sebuah perkara, tanpa melalui proses mediasi terlebih dahulu sebagai upaya bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Masyarakat tidak boleh melupakan bahwa nilai musyawarah untuk mufakat merupakan cerminan dari sebuah proses mediasi. Pendidikan karakter memainkan peranan penting dalam upaya untuk “merestorasi” pemahaman masyarakat akan nilai toleransi serta budaya damai di Indonesia. Semenjak dini seorang anak-anak usia belajar harus mendapatkan pemahaman mendasar yang memberikan mereka gambaran tentang apa itu perbedaan dan bagaimana seharusnya menyikapi perbedaan tersebut. Pendidikan budaya damai yang dimiliki Indonesia sudah seharusnya
menjadi salah satu poin utama peta pendidikan yang dijalankan oleh sekolah di seluruh indonesia. Hal ini juga sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang bercita-cita untuk menjaga perdamaian dunia, tentu untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan sebuah dasar penanaman yang kuat di dunia pendidikan.
Generasi penerus yang sadar akan pentingnya pemahaman budaya damai memainkan peran penting arah yang akan diambil bangsa Indonesia kedepannya, apakah akan tetap mempertahankan budaya multikulturnya yang toleran? Ataukah menjadi bangsa yang semakin intoleran? Tentu saja kita mengharapkan perkembangan ke arah yang lebih baik. Menyelesaikan sebuah konflik akan lebih mudah jika masyarakatnya sadar akan eksistensi budaya damai. Dengan masyarakat yang sadar, maka akan tercipta lingkungan yang toleran dan mendorong lingkungan yang damai. Diharapkan kedepannya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang toleran akan seluruh perbedaan yang ada, karena pada dasarnya berbeda itu indah.