
Anggota Komisi III DPRD Banjarmasin, Sukhrowardi mengingatkan pendekatan persuasif bisa diterapkan dalam pembebasan lahan di Jembatan HKSN seperti pendekatan pembangunan Jembatan Pasar Lama
BANJARMASIN, KP – Proyek pembangunan jembatan HKSN yang semestinya selesai pada akhir tahun 2021 mendatang terancam meleset dari target yang sudah ditetapkan.
Pasalnya, kontrak yang sudah terjalin dengan pihak ketiga dalam pembangunan jembatan yang bakal jadi sarana penghubung antara wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara dengan Banjarmasin Barat berakhir pada 27 Desember 2021.
Hal itu diketahui lantaran masih terkendala dengan tiga persil bangunan warga belum dibebaskan. Tepatnya di bagian Kelurahan Kuin Cerucuk.
Fakta itu terungkap pada hasil Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPRD Kota Banjarmasin dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) terkait penyelesaian jembatan HKSN, Rabu (10/11) pagi.
Kepala Bidang (Kabid) Jembatan Dinas PUPR Kota Banjarmasin, Thomas Sigit Mugiarto mengaku, sebenarnya pihaknya diperintahkan untuk menyelesaikan proyek tersebut secepat.
Bukan tanpa alasan, hal tersebut diungkapkannya agar pengerjaan tersebut tidak terbawa lagi pada tahun anggaran berikutnya.”Tapi karena ada permasalahan lahan yang belum selesai, jadi kemungkinan tidak bisa selesai tahun ini,” ucapnya saat ditemui usai rapat dengan pendapat.
Ia menerangkan, akibat tidak terpenuhinya target pengerjaan itu, pihak pelaksana diberi kesempatan untuk menyelesaikan pembangunan jembatan 50 hari kalender, setelah kontrak berakhir.
Lantas bagaimana dengan sisa nilai kontrak yang belum dibayar?
Terkait hal itu, pria dengan sapaan Sigit itu berjanji, bahwa pihaknya akan dipenuhi pada APBD Perubahan 2022.”Sehingga diharapkan proyek Jembatan HKSN selesai pada awal 2022 nanti,” ungkapnya.
Ia berharap, dengan adanya pendekatan dengan pemilik lahan yang masih belum dibebaskan, pengerjaan jembatan HKSN bisa selesai pada tahun 2022.”Kita akan tetap mencoba semaksimal mungkin. Sesuai kemampuan dan kewenangan yang kita miliki,” harapnya.
Sebelumnya diketahui, negosiasi yang berlangsung alot membuat Pemko Banjarmasin membawa masalah pembebasan lahan ini ke Pengadilan Negeri melalui proses konsinyasi.
Kabid Pertanahan Disperkim Banjarmasin, Rusni membeberkan, bahwa cara ini ditempuh untuk mencari keputusan yang adil.
Walaupun misalnya diputuskan Pemko harus membayar lebih uang ganti dari perhitungan tim appraisal, maka akan dipenuhi.”Pengadilan juga belum tentu memenangkan Pemko. Intinya pembangunan jembatan tidak boleh terhenti,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat.
Disisi lain, Ketua Komisi III DPRD Banjarmasin, Isnaini menganggap, bahwa kejadian ini adalah jadi suatu preseden yang harus diperhatikan Pemko untuk rencana pembangunan kedepannya.
“Masalah lahan ini sesuatu yang menjadi awal suatu pembangunan. Kalau status lahan tidak clear and clean kami dari dewan tidak akan lagi mau menganggarkan. Karena ini akan menjadi masalah yang menyita waktu,” tuntasnya.
Sedangkan Anggota Komisi III DPRD Banjarmasin, Sukhrowardi pun mengingatkan pendekatan persuasif sebenarnya bisa diterapkan dalam pembebasan lahan di Jembatan HKSN.
Ia bercerita pengalaman turut membantu memediasi para pemilik bangunan dan lahan untuk jalur dari Jembatan Sulawesi.
“Waktu itu, kita meminta bantuan Guru Zuhdi (KH Ahmad Zuhdianoor), sehingga para pemilik lahan akhirnya mau bangunannya dibongkar untuk akses jalan dari Jembatan Sulawesi ke Jalan Masjid Jami,” ucap politisi Golkar ini.
Dia mengingatkan melesetnya durasi waktu pengerjaan Jembatan HKSN ini tak boleh lagi terulang di proyek yang lain. Sukhrowardi bilang harusnya sebelum menggarap proyek, sudah disusun perencanaan secara matang dan terukur dalam DED. Misalkan, berapa lahan dan biaya yang dibutuhkan baik keperluan pembebasan lahan hingga konstruksi bangunan.
“Padahal, kalau dilihat di lapangan, progress konstruksi Jembatan HKSN sebenarnya sudah bisa mendekati 100 persen. Hanya kendala pembebasan lahan yang jadi melesetnya target sesuai kontrak kerja,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, masih ada dua pemilik bangunan yang tetap belum bisa menerima penawaran harga ganti lahan. Mereka sempat diundang dan dikumpulkan di aula kantor Dinas PUPR, untuk menerima biaya ganti rugi pembebasan lahan yang terdampak pembangunan.
Namun dalam pertemuan itu, Dinas PUPR selaku penyelenggara proyek tidak melakukan mediasi terkait besaran ganti rugi kepada pemilik bersangkutan.Melainkan, tetap meminta pemilik untuk menerima nilai ganti rugi yang ditawarkan.
“Bukan mediasi. Tapi kami tetap diminta menerima harga yang sudah mereka (Pemko) tetapkan,” ucap Eddy, Salah Seorang Pemilik lahan.
Eddy bersama warga lain pun kukuh menolak. Terlebih lelaki 35 tahun itu sudah mensurvei harga di pasaran. Namun, tak ada harga yang didapat sesuai dengan apa yang ditawarkan pemko melalui dinas terkait.
“Rata-rata, harga ditawarkan jauh dari yang ditawarkan Pemko. Harga yang ditawarkan Rp550 juta. Sedangkan hitungan kami bisa paling tidak bisa sampai Rp900 juta, karena ada tempat usaha,” ungkapnya.
“Kami minta bisa dipertemukan langsung dengan Sekda dan tim appraisal. Biar kami bisa langsung mendengar penjelasan dari mereka. Kenapa ganti rugi tempat kami harganya seperti itu. Dari mana hitungannya,” tutupnya.
Hal senada juga diungkapkan Jamilah, pemilik lahan lainnya yang juga belum bisa menerima besaran ganti rugi yang ditawarkan.”Belum ada titik temu. Tunggu kabar selanjutnya saja. Kita cuma dihargai sekitar Rp460 juta. Padahal ada bedakan 4 pintu. Itu saja setahun kita terima Rp25 juta dari bedakan itu,” ujarnya singkat. (Zak/K-3)