Oleh : Dr H Noorbaity, M.Pd
Ketua GP2 Kosgoro 1957 Kalsel, Anggota DPW FORSILADI Kalsel dan Pengurus BKOW Kalsel
Kasih sayang ‘ibu sejati’ nilainya tidak dapat digantikan oleh apa pun dan siapa pun bagi seorang anak. Telah dikemukakan oleh Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW menjawab pertanyaan seseorang, kepada siapa seorang anak harus berbakti. Kita semua tentu tahu bahwa Nabi menjawab, seorang anak harus berbakti kepada ibunya. Orang tersebut mengajukan pertanyaan yang sama lagi, dan Nabi masih menjawab dengan jawaban yang sama pula, yaitu ‘ibu’. Begitu pula dengan pertanyaan ketiga, jawabannya tetap ibu. Barulah setelah pertanyaan keempat, kepada siapa seorang anak harus berbakti. Jawabannya adalah ayah (HR Bukhari Muslim).
Hal tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa begitu besarnya peran seorang ibu kepada anaknya, dan bagaimana pengabdian yang harus diberikan seorang anak kepada ibunya. Kita semua tentu tahu bagaimana perjuangan seorang ibu kepada anaknya, sejak ia mengandung, melahirkan hingga menyusui, bahkan selanjutnya mengasuh, melindungi dan mendidiknya.
Ibu Pendidik Pertama
Ketika sedang mengandung seorang ibu sudah harus berperan sebagai pendidik pertama untuk anak yang dikandugnya. Berkata-kata dan berbuat baik sudah merupakan contoh yang diberikan seorang ibu. Hubungan ibu dan anak tercipta sejak anak dalam kandungan. Jika hubungan baik terjalin, maka kasih sayang ibu sudah dirasakan anak secara alamiah. Naluri keibuan akan membimbing seorang perempuan yang sedang hamil untuk menanamkan ikatan tersebut.
Pada kenyataannya memang ada sebagian ibu yang belum menyadari betapa pentingnya ikatan batin dengan anaknya sejak dalam kandungan. Hal tersebut mungkin pula baru disadari setelah anaknya lahir. Padahal masa-masa kehamilan merupakan waktu yang sangat penting untuk membentuk komunikasi dengan anak. Hubungan tersebut akan terbawa oleh anak hingga ia dewasa. Usia kandungan sudah 120 hari (sekitar 4 bulan), ibu bisa menyapa anaknya dengan ucapan-ucapan lembut, memberi salam, memanggil namanya (bisa juga dengan kata sayang), mengajaknya bicara atau menyanyikannya lagu-lagu mendidik bahkan membunyikan musik-musik lembut. Ibu-ibu muslimah lebih bagus lagi sering bersalawat, zikir atau membaca Al Qur’an. Janin dalam kandungan cenderung menyukai suara ibunya, termasuk detak jantung sang ibu. Semua itu dapat mengasah otak janin untuk mengingat suara ibunya. Penelitian Effecs of Experience on Fetal Voice Recognition terhadap 60 ibu hamil dengan cara memperdengarkan suara ibunya yang sedang membacakan puisi.
Selama rekaman diputar, bayi mendengarkan suara ibunya dan ritme jantungnya sangat aktif. Ia memperhatikan penuh suara ibunya. Ketika diganti dengan rekaman suara orang lain, ritme jantungnya melambat (kurang aktif). Dunia kedokteran membuktikan kebenaran pernyataan Nabi Muhammad, bahwa usia bayi dalam kandungan 120 hari sudah diberi ruh dan dapat berkomunikasi dengan ibunya. Ibu bahagia akan membuat bayi merasakan hal yang sama. Kebahagiaan keduanya membuat ikatan semakin kuat pula. Bercerita singkat atau membacakan cerita menarik, sang bayi akan mendengarkannya. Begitu pula setelah anak lahir, menyusui, merawat dan menjaganya yang dihiasi dengan kasih sayang, merupakan bentuk pendidikan pada anak. Ibu hamil bisa pula menenangkan diri dengan fokus perhatian pada detak jantung bayi yang dikandungnya dan merasakan gerakan-gerakanya, sambil dengan sentuhan/belaian pada perut perlahan. Yoga untuk ibu hamil juga ada, termasuk relaksasi secara rutin seperti facial atau massage yang sesuai. Janin juga mendapat makanan dan oksigen dari ibunya melalui plasenta dan tali pusat. Plasenta juga berperan dalam respirasi janin, yaitu CO2 yang dibawa oleh sel-sel darah melalui tali pusat dan akan dibersihkan lalu dikembalikan ke badan ibu.
Ibu Pendidik Utama
Pendidik pertama telah berada di tangan seorang ibu, karena dia ditakdirkan sebagai orang pertama yang kontak secara langsung dengan anaknya sejak dalam kandungan. Begitu pula sebagai pendidik utama, tak lain adalah ibu. Sangatlah keliru kalau orang berpendapat bahwa pendidik itu hanya pada guru. Guru adalah pendidik nomor kesekian setelah ibunya.
Seorang ibu, jadilah ‘ibu pintar’ untuk anaknya. Membuka wawasan sangatlah penting sebagai sebagai ibu di masa milenial ini, atau tidaklah salah kalau disebut sebagai ibu kekinian. Semua bisa didapat tentang pentingnya pendidikan, atau hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan anak. Saat ini ibu-ibu kebanyakan sudah melek hurup atau mayoritas sudah tidak tuna aksara lagi. Apakah itu tentang gizi atau nutrisi untuk anak, tumbuh kembang dan kesehatannya, pendidikan, pergaulan dan lain-lain. Orang tua wajib memperhatikan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak-anaknya, tentu saja selain makanan yang sehat juga halal, agar menjadi generasi terbaik.
Sebagai ibu kekinian memang perlu pula kehati-hatian untuk anak. Gadget saat ini memang banyak manfaat dan nilai positifnya, namun di balik itu tentu ada pula nilai negatifnya. Pada sisi negatif inilah peran seorang ibu sangat diharapkan dan perlu kewaspadaan. Seorang ibu jangan merasa PW (posisi woeenak) kalau melihat anaknya aman, tentram dengan gadgetnya berjam-jam apalagi berhari-hari. Hal ini perlu perhatian dan pemantauan. Sedang sibuk dengan apa anak itu, apakah game, tiktok, film, atau apa saja yang sekiranya tidak menguntungkan. Semua itu perlu arahan yang tentu saja memerlukan peran ibu, ayah, atau siapa saja yang terkait dalam keluarga.
Upaya ‘tarik ulur’ patut sekali dilakukan untuk anak, karena kasih sayang bukan berarti orang tua selalu menuruti apa yang anak inginkan. Apabila pada anak terlihat hal-hal yang kurang menguntungkan, orang tua perlu perhatian dan mengarahkan pada hal-hal positif. Seorang ibu ataupun ayah janganlah ‘pubbing’, sibuk dengan gadgetnya tanpa peduli sekitar saat bersama keluarga. Kebersamaan perlu dibentuk dan bernilai bagi anak sebagai generasi yang dapat diharapkan. Obrolan ringan, senda gurau, keakraban dalam keluarga merupakan sesuatu yang mahal sekali dan tak ternilai harganya. Harta dan kekayaan masih kalah dengan sebuah ‘kebersamaan’ disertai rasa bahagia dalam keluarga.
Selanjutnya di masa pandemi seperti sekarang ini bermunculan berbagai kasus fenomenal tentang para ibu yang bingung, repot, sibuk bahkan stress menghadapi pembelajaran anaknya secara online ini. Mereka mendapat pengalaman baru, menjadi guru anaknya sendiri, terutama ibu-ibu yang anaknya sekolah di SD atau SMP. Ada pula ibu-ibu yang mendatangkan guru les untuk anak-anaknya. Berbagai hal lucu, unik, menarik, selama ini terjadi sebagai imbas dari suasana pandemi ini. Bagi ‘ibu-ibu pintar’ semua itu tentulah dapat teratasi dengan berbagai solusi. Di balik semua itu terdapat pula hal memilukan yang dihadapi oleh anak-anak yang tidak ada orang tua, belum mampu memiliki fasilitas belajar, berada di daerah yang belum ada jaringan internet, dan lain-lain.
Seorang ibu sebenarnya dapat berperan sebagai guru untuk anaknya, bahkan lebih menyenangkan, karena ada kasih sayang yang tulus di antara keduanya. Pada masa balita merupakan saat istimewa bagi seorang anak yang diasuh ibunya. Hal-hal sederhana namun sangat bermakna, misalnya ibu mengajarkan warna-warna benda, menghitung sebatas jumlah jari tangan, memberi tahu atau memperkenalkan bintang dan namanya, mengenalkan alam sekitar, termasuk yang lebih jauh seperti awan, bulan, matahari, dan lain-lain. Bentuk awan yang bagus dan menarik bisa diberi tahukan pada anak, misalnya mirip binatang atau benda yang lain. Binatang yang mudah dilihat seperti semut, nyamuk, lalat, kupu-kupu merupakan benda yang menarik untuk diperkenalkan pada anak. Apalagi kalau ada binatang seperti ayam, bebek, kucing, burung, dan lain-lain. Ada pelajaran yang lebih bermanfaat seperti yang diberikan saat bayi masih dalam kandunan, tutur kata dan perilaku yang baik, salawat, zikir dan membaca Al Qur an.
Lulusan SD, seorang ibu sudah bisa menjadi guru untuk anaknya. Ajari anak membaca, menulis dan berhitung (calistung) tingkat rendah. Begitu pula lulusan SMP atau SMA/SMK, sah-sah saja mengajari anaknya kelas 1 sampai kelas 6. Apalagi ibu yang sudah sarjana, tentu semua itu bisa diatasi. Anak yang sudah SMP atau SMA yang lebih diharapkan adalah pengawasan dan pengarahan ibu dan juga bapak. Saat ini pengawasan dan pengarahan sangat diperlukan oleh anak sebagai generasi muda yang penuh dengan tantangan.
Pendidikan tidak hanya berada di tangan para guru. Orang tua apalagi ibu sangatlah penting dan harus berperan untuk masalah ini. Waktu lebih banyak ada pada orang tua untuk anaknya. Kebersamaan orang tua dan guru dalam mendidik generasi sekarang sangatlah diharapkan. Orang tua harus pro aktif memantau perkembangan anaknya di sekolah. Misalnya mengecek rapor yang telah dibagikan tiap smester, mengontrol hasil ulangan atau tugas-tugas yang diberikan oleh guru, bahkan orang tua perlu tahu ekstra kurikuler yang dipilih anak, dan lain-lain.
Hal yang tidak kalah penting adalah kejelian orang tua memantau penggunaan alat komunikasi canggih sekarang ini yang telah banyak membawa pembaharuan kehidupan masyarakat. Generasi sekarang ada yang mengatakan sebagian sebagai silent generation, yaitu generasi yang lebih asyik dengan telepon pintarnya daripada berinteraksi sosial dengan orang (masyarakat sekitar). Game online sudah banyak membawa siswa gagal sekolahnya. Oleh karena itu pada malam hari orang tua jangan membiarkan anaknya sibuk dengan benda canggih tersebut sampai tengah malam untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Besok harinya anak mengantuk dan tidak konsentrasi belajar. Apalagi si anak tidak sarapan karena terburu-buru ke sekolah. Bagaimana pun bagusnya kemampuan seorang siswa, kalau dalam keadaan demikian, tentulah terganggu belajarnya. Mungkin juga terlambat masuk atau membolos karena tidak dapat hadir ke sekolah.
Beruntunglah anak-anak yang masih memiliki orang tua, terutama ibu. Ibu sejati nilainya tak dapat digantikan oleh siapa pun. Memang telah lama sekali petuah pendahulu kita yang mengatakan, ‘Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang badan’. Semoga tidak demikian adanya, namun kedua kasih itu berada pada tempat yang sama. Kita jangan pernah lupa dengan jawaban Nabi Muhammad SAW, untuk pertanyaan kepada siapa seorang anak harus mengabdi.