Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan

Space Iklan
Ekonomi

BI Gelar Webinar Peluang Investasi di Kalimantan

×

BI Gelar Webinar Peluang Investasi di Kalimantan

Sebarkan artikel ini
23 34 18 fa664bbc af3c 4787 86b1 9c432e8b5b98
Space Iklan

Banjarmasin, KP – Bank Indonesia menggelar webinar yang mengangkat tema “Ekonomi Kalimantan 2022: Menakar Peluang Investasi di Kalimantan“, Rabu (8/12).

GBK

Webinar yang dilaksanakan via zoom tersebut diikuti oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, Menteri PPN / Kepala Bappenas yang diwakili oleh Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti,
Gubernur Kalimantan Selatan yang diwakili oleh Sekretaris Daerah, Ir.Roy Rizali Anwar ST, MT, Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh Wakil Gubernur, Haji Hadi Mulyadi,
Deputi Bidang Perencanaan Infrastruktur, Kementerian Investasi, Moris Nuaimi,
Hendri Saparini dan Sutta Dharmasaputra, serta sejumlah stakeholder.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan (KPwBI Kalsel), Amanlison Sembiring dalam sambutannya menyampaikan bahwa investasi merupakan indikator paling akurat dan jangkar ekonomi tempat melabuhkan masa depan.

“Sektor yang mendapat investasi terbesar, adalah sektor yang niscaya akan tumbuh di masa depan. Saat ini adalah momentum bersejarah di mana akan terjadi perubahan lanskap ekonomi yang tidak mungkin dielakkan,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan iklim sudah di depan mata dan menjadi ancaman besar bagi setiap penduduk bumi. Kalimantan Selatan di awal tahun 2021 mendapat musibah banjir besar, untuk pertama kali selama 50 tahun terakhir, diikuti oleh provinsi lainnya di Kalimantan di bulan lalu.

Amanlison menambahkan, iklim yang tidak menentu akibat dari pemanasan global menyebabkan satu daerah mengalami krisis air, sedangkan di daerah lain mengalami curah hujan yang sangat tinggi.

“Oleh karena itu, semua bangsa, termasuk Indonesia, sudah bersepakat untuk berkolaborasi mencegah terjadinya bencana yang lebih besar. Untuk itu, sekarang adalah momentum yang tepat untuk membuat kebijakan investasi yang lebih bersahabat terhadap alam,” tandasnya.

Dikatakan Amanlison, ekonomi Kalimantan sudah tumbuh positif sejak triwulan II 2021 dan diprakirakan terus tumbuh sepanjang tahun 2021.

“Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh mobilitas dan aktivitas yang membaik pasca pelonggaran PPKM, kinerja ekspor yang membaik dibandingkan 2020, dan prospek investasi yang lebih baik seiring confidence level perusahaan atau korporasi yang mulai meningkat,” bebernya.

Selain itu, lanjutnya, perbaikan ekonomi Kalimantan ini juga didorong oleh aktivitas investasi yang meningkat. Kinerja investasi di Kalimantan masih melanjutkan tren perbaikan seiring dengan 
pemulihan ekonomi dan telah melebihi pertumbuhan sebelum pandemi. 

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh realisasi PMA yang meningkat, di tengah aktivitas PMDN yang masih tertahan.

“Secara spasial, Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan realisasi investasi tertinggi, baik PMA maupun PMDN, sejalan dengan proyek investasi multiyears yang terus berjalan, seperti RDMP V Balikpapan dan Proyek Coal to Methanol,” ungkapnya.

Kepala KPwBI Prov. Kalsel
Amanlison Sembiring, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan (KPwBI Kalsel),

Masih menurut Amanlison, perbaikan ekonomi Kalimantan diprakirakan terus berlanjut pada tahun 2022 seiring dengan prakiraan kegiatan usaha ke depan yang meningkat didorong pengendalian kasus COVID-19 yang semakin baik dan percepatan vaksinasi.

Kondisi ini lebih lanjut akan mendorong target investasi yang lebih tinggi di tahun 2022, yaitu sebesar Rp82,18 triliun atau meningkat 8,25% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sampai dengan triwulan III 2021, peta realisasi investasi nasional masih terfokus di Jawa, terutama untuk sektor sekunder. Realisasi investasi nasional cenderung fluktuatif, bahkan sempat menurun signifikan karena PSBB.

Realisasi investasi masih didominasi oleh PMA terutama dari Singapura, Hongkong, dan Tiongkok. Sementara itu, posisi investasi Kalimantan berada di urutan ketiga nasional untuk PMA dengan pangsa sebesar 12,4% dan urutan ke-5 untuk PMDN dengan pangsa sebesar 5,0%.

“Menelisik pergerakan investasi bagi pertumbuhan ekonomi Kalimantan, kami melihat bagaimana investasi selalu mendahului terjadinya pertumbuhan. Berdasarkan 
pola historis selama 2016 sampai 2021, aktivitas investasi selalu bergerak searah dengan pertumbuhan ekonomi atau dikenal sebagai procyclical,” terangnya.

Sebagai contoh, kata Amanlison, investasi bangunan besar-besaran di Kalimantan pada periode 2018, mendahului tingginya pertumbuhan ekonomi di periode berikutnya.

Baca Juga :  XL Axiata Berhasil Raih Penghargaan Tertinggi di Stellar Workplace Award 2024

Dalam jangka panjang investasi berperan penting dalam pembangunan infrastruktur, menumbuhkan iklim bisnis yang kondusif dan memperluas lapangan kerja di masyarakat.

“Kami mendapati bahwa reformasi struktural dan transformasi industri adalah kunci utama untuk masa depan Kalimantan dan Indonesia,” ujar Amanlison.

Reformasi struktural harus dapat menaikkan sekaligus memperbaiki profil ekspor Indonesia, dari sektor primer yang ekstraktif ke sektor sekunder yang berbasis industri manufaktur, untuk menurunkan current account deficit (CAD) yang selama ini menjadi kendala bagi perekonomian Indonesia untuk dapat tumbuh lebih tinggi dan berkelanjutan.

“Upaya ini strategis dan penting dilakukan, agar Indonesia dapat terlepas dari masalah ‘middle income trap’ dan bertransformasi menjadi negara maju berpendapatan tinggi (high income country),” paparnya.

Amanlison melanjutkan, ekonomi pasca commodity boom (2009 – 2011) di mana hanya Jawa (sebagai pusat industri) dan Sulampua yang masih berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekspor karena ditopang ekspor produk manufaktur.

Ekonomi Jawa tumbuh karena dukungan sektor sekunder atau industri manufaktur, dan sektor tersier atau jasa, sementara ekonomi Kalimantan tumbuh hanya karena dukungan sektor primer, dalam hal ini pertambangan.

“Tanpa industri yang kuat, niscaya ekonomi Kalimantan akan tetap rentan terhadap pergerakan harga komoditas global & permintaan negara mitra dagang,” imbuhnya.

Dalam upaya mewujudkan transformasi ekonomi Kalimantan, maka dibutuhkan peningkatan hilirisasi SDA seiring produk turunan yang dikembangkan masih sedikit dan sederhana, serta bersifat low-tech.

Berbagai peluang investasi yang dapat dimanfaatkan antara lain hilirisasi batubara melalui upgrading dan gasifikasi, perluasan produk turunan sawit menjadi oleokimia dan oleofood, serta pengembangan industri ban untuk mendukung hilirisasi karet.

“Transformasi Manufaktur tentu saja tidak mudah dan menghadapi beberapa tantangan. Daya saing Kalimantan yang masih dalam kategori sedang menjadi salah satu tantangan pengembangan hilirisasi CPO,” ucap Amanlison.

Untuk itu, diperlukan dukungan perbaikan infrastruktur yang terintegrasi dengan pembangunan KEK/KI. Namun, pengembangan KEK/KI di Kalimantan juga masih menghadapi beberapa tantangan antara lain konektivitas kawasan yang terbatas, pembiayaan daerah masih kurang, persiapan SDM yang kompeten, harga sewa lahan masih tinggi, dan kendala kedalaman sungai untuk mendukung jalur logistik.

Seiring dengan pemulihan ekonomi, berbagai proyek investasi di Kalimantan kembali berlanjut baik untuk proyek eksisting maupun proyek investasi baru.

“RDMP V Balikpapan, Citra Borneo Indah Offices, dan pembangunan Hotel Mercure merupakan beberapa proyek eksisting yang telah berlangsung sejak tahun 2019. Adapun beberapa proyek besar yang memulai pengerjaan di 2021 didominasi oleh investasi sektor pertambangan dan plant,” terang Amanlison.

Dikatakannya, di sektor energi, prospek Green Fuel sangat besar. Kehadiran green fuel yang merupakan bisnis masa depan yang banyak dinantikan pasar dunia. Indonesia memiliki sumber green energy yang besar utamanya minyak sawit. 

Investasi di bidang ini akan memberikan dampak positif bagi Indonesia, terutama untuk capaian bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025.

“Inilah tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk terus menyediakan bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri. Sementara di sektor transportasi, sektor investasi potensial ada pada pengembangan kendaraan listrik,” ujarnya.

Oleh karena itu, tren green financing yang mulai marak perlu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menarik investor potensial dan mengembangkan green industry dalam negeri.

Berbagai proyek yang termasuk dalam green industry berpeluang untuk mendapatkan pendanaan yang bersumber dari green financing, baik dari perbankan, institusi pembiayaan, lembaga asuransi, maupun green bond, yang fokus untuk membiayai proyek yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dalam upaya mewujudkan ekonomi hijau di Indonesia, diperlukan peningkatan modal melalui investasi untuk mendukung terciptanya iklim yang kondusif.

Baca Juga :  SuperApp BYOND by BSI Siap Meluncur, Layanan Makin Lengkap, Lebih User Friendly, Semakin Aman

“Kebutuhan investasi tersebut diprakirakan mencapai Rp308 Triliun per tahun, terutama untuk sektor konstruksi. Kondisi tersebut relatif masih jauh dibandingkan realisasi investasi hijau yang hanya sebesar USD21,08 M atau 9,18% dari total investasi pada tahun 2014-2018,” ungkapnya lagi.

Di tengah Target Paris Agreement dan kesepakatan G7 yang menghentikan pembiayaan proyek eksplorasi Batu Bara di akhir tahun 2021, serta kesepakatan G20 untuk menghentikan pembiayaan internasional terhadap proyek Batu Bara pada tahun 2025, Presiden Jokowi menjawabnya dengan komitmen untuk melakukan hilirisasi Batu Bara.

Bahkan secara khusus, hilirisasi Batu Bara dan energi hijau menjadi dua dari tiga strategi ekonomi presiden Jokowi yang dipaparkan pada tanggal 26 Agustus di depan 100 ekonom.

Tekad hati dan kebijakan yang mengedepankan ekonomi hijau dijawab dengan pengembangan Green Industrial Park di Kalimantan.

Pembangunan kawasan industri di Kaltara yang akan memanfaatkan potensi sumber daya listrik yang sangat besar dari PLTA Kayan dan akan diintegrasikan dengan KI Tanah Kuning untuk memenuhi kebutuhan industri dan pelabuhan.

Proyek investasi seluas 30 ribu hektar di Kaltara tersebut akan menjadi kawasan industri hijau terbesar di dunia. Hal ini membuat KI Tanah Kuning berpotensi dalam pengembangan kawasan industri yang mengusung konsep hijau.

Lebih lanjut, pengembangan industri di KI Tanah Kuning akan difokuskan untuk metal based industry dengan konsep integrated economic.

“Pentingnya investasi dan dukungan pembiayaan di sektor energi hijau mendorong Bank Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam mendorong penawaran investasi ke investor dalam dan luar negeri,” kata Amanlison.

Upaya tersebut dilakukan dengan pembentukan Regional Investor Relation Unit atau RIRU bekerjasama dengan Pemerintah Daerah.

Saat ini, tambah Amanlison, Bank Indonesia bersama pemerintah provinsi Kalimantan Selatan sudah membentuk tim Investment, Trade, and Tourism Relation Unit Kalsel, sebagai bagian dari implementasi RIRU Intan Kalsel, yang akan melakukan kurasi terhadap potensi investasi di Kalimantan Selatan
RIRU Kaltim, berpartisipasi dalam Indonesia Investment Forum London dengan membawa Proyek Toll Bridge Balikpapan dan Proyek Waste Management Kota Balikpapan.

“Bahkan, proyek kedua telah sampai pada tahap business matching dengan Plastic Energy UK, Global Indonesia Professionals’ association (GIPA), dan Urban Spanyol,” ujarnya.

Melalui inisiasi RIRU, Indonesia dimungkinkan memiliki program hubungan investor yang lebih proaktif, terencana, dan terkoordinasi.​ Di berbagai provinsi, pembentukan RIRU membantu pencapaian target investasi daerah.

“Melihat tren global yang mengarah ke ekonomi hijau, kami melihat bahwa Kalimantan memiliki banyak potensi dan peluang investasi.
Akselerasi investasi perlu terus didorong untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi pada tahun 2022. Momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2022 tidak boleh dilewatkan,” kata Amanlison.

Sejalan dengan itu, perlu digarisbawahi bahwa potensi investasi tahun 2022 di Kalimantan harus diarahkan pertama kepada industri yang meningkatkan nilai tambah untuk sektor-sektor berbasis SDA ekstraktif.

Upaya transformasi struktural perlu didorong melalui peningkatan hilirisasi batubara (upgrading, coal to methanol), hilirisasi sawit (oleofood dan oleokimia), dan hilirisasi karet (industri ban).

Kedua aktivitas investasi kepada industri ramah lingkungan dalam bentuk investasi hijau. Hal ini terutama disebabkan oleh arah kebijakan energi global yang berfokus pada perbaikan lingkungan (zero emission).

Kata kunci berikutnya adalah sinergi dan kolaborasi. Kerjasama erat antara BI bersama stakeholders terkait dalam promosi investasi melalui RIRU harus terus diperkuat.

“Identifikasi proyek investasi daerah yang clean and clear yang diseuaikan dengan arah New Kalimantan melalui proses matchmaking dengan investor. Sektor perdagangan / UMKM serta pariwasata yang tetap potensial untuk terus dikembangkan,” tuntasnya. (KPO-1)

Iklan
Iklan